Mohon tunggu...
Riekke Dwi phitaloka
Riekke Dwi phitaloka Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Administrasi Negara/Publik
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

artikel yang saya share, semuanya berasal dari ilmu yang saya dapatkan dari kuliah dan kehidupan sehari-hari, semuanya bertujuan untuk berbagi ilmu sesama generasi penerus bangsa. Jika dari artikel yang telah saya buat ada yang salah dan kurang tepat, mohon diberikan masukan berupa kritik atau saran di kolom komentar. Terima kasih. Jangan lupa di follow ya!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sistem Politik Indonesia

15 April 2021   18:15 Diperbarui: 15 April 2021   18:23 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kelemahan : (1) kurang mendorong partai berintegrasi satu sama lain, sebaliknya mempertajam perbedaan. Hal ini mempermudah berdiri partai baru pluralis, (2) wakil rakyat kurang erat hubungannya dengan konstituen, condong kepada partainya. Peranan partai lebih dominan personal wakilnya.  Muncul. Kedudukan kuat pemimpin partai menentukan wakilnya di parlemen lewat stesel daftar. (3) banyaknya partai, sulitnya mencapai partai mayoritasm ketika sistem parlementer sulit membentuk pemerintahan stabil. Jadi harus berkoalisi (executive heavy vs legeslativ heavy) 

Sistem pemilihan umum Indonesia

   1. Zaman demokrasi parlementer (1945-1959) : (a) pemilu paling demokratis, (b) memilih DPR dan konstituente, (c) total 27 parpol, (d) jumlah parlemen 257 kursi, (e) PNI, NU, masyumi, dan PKI dominan, (f) stabilitas politik tidak terwujud

   2. Zaman demokrasi terpimpin (1959-1965) : (a) mencabut kebebasan mendirikan partai, (b) ada 10 partai (PNI, masyumi, NU, PKI, Partai Katolik Partindo, PSII Arudji, IPKI, Partai Islam Perti), (c) tidak ada pemilu

   3. Zaman demokrasi pancasila (1965-1998)  : (a) sistem distrik ditolak lebih ke fusi partai, (b) total 460 anggota DPR (75 ABRI dan 25 utusan golongan), (c)  total 3 parpol (Golkar, PDI, PPP), (d) kebijakan floating mass, (e) tidak ada distortion effect, (f) fragmentasi partai berkurang, stabilitas politik tercapai

   4. Zaman reformasi (1998-sekarang) :(a) kebebasan mendirikan partai 48 parpol, (b) pilpres secara langsung (2004), (c) pemilu DPD mewakili kepentingan daerah, (d)  muncul parlementary threshold 3%, (e) presiden terpilih 50% plus 1 dan harus didukung 5% suara sah nasional dan 3% di DPR tahun 2004 (UU No. 12 Tahun 2003), (f)  Tahun 2004 ada 7 partai masuk DPR (Golkar, PDIP, PPP, PKB, PKS, PAN, dan demokrat) 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun