Pernah membaca jawaban tes siswa SD seperti gambar di bawah ini?
atau seperti ini
Pertanyaan selanjutnya, apa yang terlintas di benak Anda? Lucu? Ironis? Tragis? Atau mungkin berpikir ini hanya lelucon. Namun, terlepas gambar di atas lelucon atau bukan sebagai pendidik gambar di atas semoga bisa membuka kesadaran kita akan lemahnya proses pendidikan di sekolah-sekolah kita. Melihat jawaban siswa tersebut ingatan saya melayang kembali pada hasil Tes PIRLS Progress in International Reading Literacy Study). Sebuah penelitian yang digunakan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman siswa SD Kelas IV.Penelitian tersebut dilakukan di seluruh dunia, yang disponsori oleh The International Association for The Evaluation Achievement (IEA). PIRLS dirancang untuk mengetahuikemampuan anak sekolah dasar dalam memahami bermacam-macam bacaan. Penilaiannya difokuskan pada dua jenis bahan bacaan yang sering dibaca anak-anak, baik membaca di sekolah maupun di rumah, yaitu membaca cerita/karya sastra dan membaca untuk memperoleh dan menggunakan informasi.
Hasil penelitian tahun 1999 menunjukkan bahwa keterampilan membaca kelas IV SD/MI Indonesia berada pada tingkat terendah di Asia Timur seperti yang terlihat dari skor berikut ini: 75,5 (Hong Kong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Studi itu juga melaporkan bahwa siswa Indonesia hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan karena mereka mengalami kesulitan dalam menjawab soal-soal bacaan yang memerlukan pemahaman dan penalaran.
Pada tahun 2006 Indonesia berpartisipasi dalam kegiatan PIRLS yang diikuti 45 negara. Keikutsertaan Indonesia dalam studi ini adalah untuk mendapatkan informasi kemampuan siswa Indonesia di bidang literasi membaca dibandingkan dengan siswa di negara lain. Hasil studi itu menunjukkan (rata-rata) anak Indonesia berada pada urutan keempat dari bawah (Mullis, dkk 2007). Bisa jadi, Anda akan berkata, “Tesnya internasional, wajar kalau siswa Indonesia sulit memahami bahan bacaannya.” “Kalau teks yang digunakan berlatar budaya asing, lemahnya kemampuan membaca siswa sangat bisa dimaklumi”, atau bisa juga itu yang terlintas di benak Anda.
Namun, ada fakta menarik, sebuah penelitian yang tertujuan sama yaitu untuk mengukur tingkat pemahaman siswa kelas IV SD terhadap bacaan dilakukan oleh Tim Pusat Penilaian Pendidikan, Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2009. Penelitian ini didesain sama dengan penelitian PIRLS, namun soal yang dijadikan bahan test telah disesuaikan dengan latar belakang siswa Indonesia, bacaan yang dipilih pun bacaan yang sesuai dengan budaya Indonesia. Dari penelitian diperoleh kesimpulanbahwa kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD berada pada tahap sangat rendah.Manakala dibandingkan dengan hasil tes internasional (PIRLS) kedua tes tersebut menunjukkan rendahnya kemampuan pemahaman siswa terhadap bacaan. Hasil penelitian lokal menjukkan bahwa secara umum, siswa kelas IV SD hanya menguasai 30% bahan bacaan, baik bacaan informasi maupun bacaan sastra. Hasil tes internasional menunjukkan hasil tes yang lebih rendah lagi karena bahan bacaannya relative panjang. Dengan demikian kedua penelitian tersebut menunjukkan korelasi yang kuat dan keduanya menghasilkan simpulan yang sama yaitu rendahnya pemahaman kemampuan membaca siswa kelas IV SD.(Jurnal Bahasa dan Seni, Tahun 39 No 2, Agustus 2011.)
Baik, kita hentikan sejenak fakta rendahnya kemampuan membaca siswa SD kita. Sebab selain dari sisi kemampuan membaca siswa, yang memang rendah, pada kenyataanya, gambar di atas masih bisa diamati dari sisi guru. Sekarang, mari kita lihat gambar di atas dari kacamata guru. Salah satu dimensi dari kacamata guru tentang gambar di atas adalah penilain. Penilaian memang bagian integral dalam pendidikan, di mana ada proses pembelajaran dapat diniscayakan bahwa di dalamnya ada penilaian. Bagi sebagian besar guru di sekolah kita memang masih gagap dalam membuat soal. Hal itu, terbukti hampir sebagaian besar mereka mengaku tidak pernah membuat soal sendiri, kalaupun ada yang dibuat sendiri sebatas pada penggantian teks atau gambar tentang soalnya? Tentu saja tetap.Menyusun butir soal memang bukanlah hal yang mudah, apalagi untuk menyusun soal dengan kualitas baik. Selain karena tidak terbiasa membuat soal sendiri, masih banyak guru yang melakukan malpraktik dalam penulisan soal (Sapari, 2008). Sebagai contoh malpraktik yang dilakukan dalam penulisan soal dapat dilakukan dalam pemilihan bentuk soal yang tidak sesuai dengan karakteristik materi. Materi yang hanya tepat diujikan melalui jawaban singkat B-S atau lainnya namun dibuat soal pilihan ganda. Hal ini tentu saja mengkibatkan si pembuat soal kesulitan membuat pengecoh.
Kesulitan-kesulitan yang pada umumnya dialami oleh guru dalam membuat soal antara lain dalam: (1) memilih konsep atau dasar teori yang akan digunakan dalam soal mengingat soal yang disajikan hanya merupakan sebagian kecil dari materi. Bisa juga terjadi sebalikya dalam penyusunan soal harian guru kekurangan materi/konsep/untuk dijadikan soal. (2) kesulitan menentukan aspek pengukuran apakah aspek koqnitif, afektif, atau psikomotor. Kegagalan yang sering terjadi karena keterbatasan mengajar menyebabkan guru menekankan aspek kognitif dalam penilaian. (3) kesulitan menentukan pilihan jawaban yang homogen dan kesulitan pembuat pengecoh pada soal berbentuk pilihan ganda. (4) Kesulitan mengukur tingkat kesukaran soal yaitu soal mudah, sedang, atau sukar.(5) kesulitan dalam menggunakan bahasa baku diantaranya menyesuaikan bahasa yang digunakan dalam butir soal dengan kemampuan/pengetahuan anak sehingga seringkali ejaan atau pilihan katanya sulit dipahami siswa.
Sekarang, mari kita perkecil sudut pandang kita, dalam contoh soal yang ada di awal tulisan ini kesulitan guru dalam penggunaan bahasa tampak pada gambar pertama. Dalam gambar tersebut guru sebelum memberikan soal guru menuliskan petunjuk yang harus dilakukan oleh siswa. Dalam gambar tertulis kalimat perintah “Jawablah pertanyaan berikut dengan BENAR dan TEPAT”. Dalam KBBI kata “benar” berarti sesuai sebagaimana adanya (seharusnya); betul; tidak salah sedangkan kata “tepat” berarti betul atau lurus (arah, jurusan); berbetulan benar. Soal dengan perintah tersebut ditujukan kepada siswa kelas IV SD. Petunjuk soal tersebut membuat siswa mengalami kerancuan dalam memahami perintah. Pemberian kalimat perintah sebagaimana yang terdapat dalam gambar di atas merupakan salah satu bukti lemahnya penguasaan guru terhadap bahasa Indonesia. Apalagi soal tersebut diberikan kepada siswa SD yang pemahaman bahasanya masih rendah dan tingkat berfikir konkret. Oleh karena itu, perlu diperhatikan kembali teknik penulisan soal dari segi bahasa.
Berikut kaidah kebahasaan dalam penulisan soal yang berbentuk uraian, rumusan kalimat soal harus komunikatif yaitu menggunakan bahasa yang sederhana, dan menggunakan kata-kata yang sudah dikenal siswa, serta baik dari segi kaidah bahasa Indonesia dan yang tidak kalah penting sesuai juga dengan perkembangan dan pemahaman siswa tentang bahasa. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menimbulkan penafsiran yang berbeda (salah pengertian). Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal peserta berasal dari berbagai daerah. Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan teste.
Kembalipada permasalahan kita terkait penilaian, pada kasus soal ulangan pertama bukan hanya kalimat perintahnya yang gagal membawa siswa pada tujuan tes, namun juga menjadi bukti adanya mal praktik dalam penyusunan soal. Soal dengan tipe uraian di atas ada baiknya bila dibuat dengan soal uraian singkat sehingga siswa tinggal mengisi bagian yang kosong dan perintah yang dibuat juga lebih mudah hanya dengan satu kata yang jelas bahwa siswa diminta mengisi dengan jawaban yang BENAR.
Saya percaya, sebagai pendidik dalam menulis soal yang tidak menjadi masalah memang tidaklah mudah. Banyak hal yang harus dipikirkan secara integrative dan komprehensif. Namun, dengan semangat terus belajar dan pengabdian dan kecintaan pada profesi yang mulia ini dipadukan dengan keikhlasan akan membuahkan hasil yang manis hingga tidak ada lagi soal yang menjadi masalah. [RR]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H