Mohon tunggu...
Riefka Aulia
Riefka Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

http://riefkaulia.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siklus Amukan Sang Syamsu

10 Juni 2012   13:53 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:09 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin sebagian dari kita masih ingat kejadian Januari lalu saat badai matahari membuat beberapa warga kota panik. Mematikan alat komunikasi, berdiam diri di rumah, was-was terhadap radiasinya akan melumpuhkan tubuh. [caption id="attachment_187105" align="aligncenter" width="300" caption="image credit: NASA"][/caption]

Kejadian Januari lalu atau pada tahun 2005 bukanlah bencana yang pertama kali. 150 tahun yang lalu (tepatnya 1 September 1859) saat Richard Carrington tengah menggambar bintik matahari ketika dua ledakan sinar terang muncul dalam kelompok besar, dan beberapa jam kemudian terjadi sebuah ledakan elektromagnetik dahsyat yang mengirimkan miliaran ton partikel bertenaga ke bumi. Hasilnya? sinar aurora luas berwarna merah, hijau dan ungu menyelimuti langit hingga ke Hawaii dan Panama. Efek buruknya? Berupa lonjakan arus listrik sehingga terjadi gangguan yang mengenai jalur telegram pada masa itu.

Badai matahari, sebenarnya, disebabkan karena ritme dari inti matahari, menghasilkan sebuah siklus. Inti matahari yang terdiri dari plasma bersuhu 15 juta derajat celcius, berdenyut perlahan dan energi peleburan di dalam inti dibawa keluar oleh foton berenergi tinggi. Sebab itulah hingga menghasilkan ritme, dari siklus sebelas tahunan bintik matahari hingga ritme berabad-abad. Siklus ditandai dengan dua periode: Solar minimum (aktifitas rendah) dan Solar maksimum (aktifitas meningkat). Saat periode solar maksimum terjadi, biasanya muncul bintik matahari yang disebabkan menerobosnya garis medan magnet ke permukaan matahari. Karena matahari dipenuhi oleh bidang magnetik, sehingga daya tarik magnet ini menyebabkan gerakan yang meliuk-liuk di lapisan atmosfer matahari dan menghasilkan angin radiasi matahari yang menyemburkan sejuta ton plasma setiap detiknya dengan kecepatan 700 km/detik. Saat matahari sedang aktif dan memiliki banyak bintik, badai matahari sangat mungkin terjadi dan kekuatan badainya bisa bermacam-macam. Jika ini terjadi, maka akan menghasilkan lontaran massa korona (Coronal Mass Ejection/CME) yang dimuntahkan ke angkasa. Muntahannya berupa ledakan besar plasma panas bersifat magnetik yang dapat menekan magnetosfer bumi. Partikel bertenaga tersebut memasuki lapisan atas atmosfer hingga menghasilkan aurora di banyak bagian negara. Badai super setara Carrington mungkin hanya terjadi sekali dalam seabad, tapi badai yang jauh lebih kecil dapat menyebakan kerusakan berarti --terutama karena manusia kini tergantung pada teknologi. Hal ini dapat mengacaukan sistem telekomunikasi, radio HF (gelombang pendek) yang biasa digunakan komunikasi jarak jauh, alat navigasi, satelit, dll. Bahkan kerusakan itu mengintervensi sumber listrik dan jalur komunikasi kita. Laporan National Academy of Sciences yang baru-baru ini memperkirakan bahwa badai seperti itu dapat merusak perekonomian sebesar 20 kali lipat dari kerusakan badai Katrina. Jutaan orang tanpa lampu, air minum, pemanas, pendingin ruangan, bakan bakar, telepon, dll. Lumpuh total. Tidak ada aktifitas. Chaos! Hanya masalah persiapan psikis saja menyambut datangnya badai matahari. Berita yang dilansir apod NASA pada 9 Februari 2012 menyatakan bahwa matahari menjadi semakin aktif, bintik matahari kian melimpah, berkobar-kobar, dan CME mulai nampak.  Lalu bagaimana dengan dampak terhadap kesehatan kita? Sejauh ini masih belum ada laporan bahwa radiasi dari badai matahari dapat berefek langsung pada tubuh manusia. Mengapa begitu? Hal ini disebabkan karena bumi memiliki perisai.

13393343001112902601
13393343001112902601
Saat badai matahari yang berupa angin radiasi menjilat Bumi, Bumi memiliki perisai bernama magnetosfer yang berada di ketinggian 95ribu km di atas permukaan bumi [seperti pada gambar di atas (saya ambil dari buku berjudul Tata Ruang Air, kepustakaan bisa dilihat tulisan vertikal di kiri) garis berwarna merah : 1st] saat melewati lapisan magnetik, angin radiasi matahari dihancurkan oleh perisai kedua yang berada di atmosfer di ketinggian 80 km atas permukaan Bumi (garis berwarna merah : 2nd) sehingga elektron yang menyetrum gas atmosfer Bumi, memunculkan sinar berwarna-warni dan terang. Voila! Aurora borealis melayang indah di langit.
13393355631825714519
13393355631825714519
Meski teknologi yang mengamati aktifitas matahari kian canggih, tapi masalah ini tak bisa dianggap remeh. "Pengetahuan cuaca antariksa masih seperti cuaca daratan di Bumi pada 50 tahun yang lalu," kata fisikawan Douglas Biesecker dari Space Weather Prediction Center milik NOAA di Colorado. Para ilmuwan tidak dapat menentukan intensitas badai karena dampak badai tergantung pada bagaimana bidang magnetik terhubung dengan Bumi. Kini para peneliti fokus pada prakiraan potensi kekuatan badai dan kemungkinan waktu datangnya, agar memberikan waktu bersiap bagi sistem yang rentan sehingga berbagai dampak yang ditimbulkan menjadi berkurang.

*Semoga Bermanfaat*

sumber referensi: majalah National Geographic edisi Juni 2012; ini; ini; dan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun