Mohon tunggu...
Riefka Aulia
Riefka Aulia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

http://riefkaulia.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Jenis Tulisan Itu Bernama: Jurnalisme Sastrawi

10 Oktober 2011   13:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:07 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hanya untuk sesaat, aku ingin menjadi siapa saja, cukup lama untuk melihat dunia dari tubuh orang lain. Aku ingin tahu apakah warna terlihat sama, apakah sakit terasa sama, apakah kata-kata memiliki makna yang sama. Aku ingin tahu berapa banyak bagian hidupku yang hanya sebuah mimpi.... jika aku bisa menjadi orang lain, hanya untuk sesaat, banyak sekali yang akan ku pahami."

Kutipan di atas adalah salah satu penggalan kalimat dalam novel Firebelly. Saya membelinya setahun yang lalu. Dan itu termasuk salah satu kalimat yang saya suka. Maksud dari kalimat di atas adalah cara terlogis untuk menyangkal solipsisme, yaitu menjadi orang lain. Dalam menulis fiksi, saya sering menjadi orang lain, memasuki pikiran mereka, membaca pikiran mereka, memahami pikiran mereka. Tulisan pertama saya, Aku Air, di Citarum, ini salah satu bentuk ketidak-solipsismean saya. Tulisan pertama itulah yang akhirnya saya ketahui sebulan kemudian ternyata bernama creative non-fiction atau jurnalisme sastrawi. Nama genre tulisan ini saya ketahui dan pelajari dari Guru saya. Tepatnya bulan April kemarin saya selesai berguru padanya tentang dunia tulis menulis. Jujur, sebetulnya saya lulus sebelum waktunya. Karena modul pertama yang beliau berikan, hanya saya selesaikan dalam waktu 3 hari. Kemudian Guru saya berpesan agar tidak mengikuti kursusnya lagi, selanjutnya beliau hanya ingin memberi advice tentang tulisan-tulisan saya. Ah, padahal saya masih ingin mencuri ilmunya. Masih berapi-api menulis tentang jurnalisme sastrawi, kemudian saya sengaja ikut lomba yang salah satu temanya berbau lingkungan. Itu memang bidang saya, jadi PD untuk ikut, dan lagi-lagi saya menulis dari sudut pandang makhluk hidup yang kita sebut tumbuhan. Tulisan saya memang nggak menang, tapi setidaknya lolos kriteria dan sebagai apresiasi dari pihak penyelenggara, tulisan saya juga ikut dibukukan. Judulnya: Pembunuhan Berantai & Tulah Plantae. Dan baru-baru ini, saya mengulangi menulis dengan genre serupa: Pengabdian Kecilku Teruntuk Indonesia. Memang jika tidak jeli, maka tulisan itu seperti saya yang mengalami. Begitulah aura tulisan genre jurnalisme sastrawi sesungguhnya. Bisa juga saat kita menulis creative non-fiction tidak memakai kata AKU, mengganti dengan DIA. Tapi bagaimana lah, saya lebih suka merasuki otak si pelaku dan memakai kata AKU ketika menceritakannya pada khalayak umum. Dan bukan salah saya juga, jika nantinya pembaca tidak jeli meski saya sudah meletakkan link behind the stories. Tidak hanya ilmu berhitung yang menuntut kejelian, tetapi juga menulis bahkan membaca.

Dan Apa itu Jurnalisme Sastrawi a.k.a Creative Non-Fiction?

Yaitu sebuah tulisan naratif yang menggunakan pendekatan fiksi. Hal ini digunakan agar ketika pembaca membaca tulisan non-fiksi tidak bosan. Semua yang ditulis adalah FAKTA, tapi memakai teknik fiksi. Tulisan macam ini biasa kita temui di majalah Tempo atau Kompas. Tentu bukan spesialisasi saya membahas ini lebih lanjut. Saya yakin di kompasiana penulis-penulisnya banyak yang jago. Tulisan saya pun jarang banget nge-hits, bahkan saya terhitung peserta kursus menulis yang tidak lulus. :-) [caption id="attachment_136136" align="aligncenter" width="240" caption="ilustrasi (photo credit: flickr)"][/caption] Semoga Bermanfaat

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun