Mohon tunggu...
Politik

Pemilu: Masalah di Awal Hingga Akhir

10 September 2016   11:39 Diperbarui: 10 September 2016   12:00 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sudah tidak asing lagi dengan pemilu (pemilihan umum). Pemilu adalah proses untuk memilih jabatan jabatan tertentu dalam sebuah struktur pemerintahan (bisa juga keorganisasian). Kita bisa melihat contoh dari pemilu ini yaitu pada tahun 2014 yang lalu (Pemilu legislatif). Pemilu itu bertujuan untuk memilih anggota legislatif di tingkat pusat. Tapi bagaimana sejarah pemilu itu di Indonesia? Pemilu pertama kali dilaksanakan pada tahun 1955 yang diikuti oleh 172 peserta dari berbagai partai. Pemilu telah 11 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014.

Kita sebagai rakyat Indonesia telah melihat bagaimana jalannya proses pemilu ini dari tahun ke tahun. Pesta demokrasi ini selalu terjadi berbagai isu dan masalah yang bertebaran tentang para calon anggota legislatif. Tak jarang isu-isu dan masalah tersebut memang benar adanya. Kita bisa lihat, setiap pagi-pagi sekali saat hari pemilu, banyak terjadi “serangan fajar” ke rumah rumah penduduk. Itu merupakan salah satu tindakan penyuapan yang harusnya tidak boleh diterima. Masih banyak isu-isu dan masalah yang terjadi selama pemilu berlangsung. Maka dari itu, mari kita membahas 3 isu yang sering terjadi dalam pemilu di Indonesia.

Politik Uang

Ini adalah hal yang mungkin aka selalu menjadi tradisi dalam setiap pemilu di Indonesia. Sebagaimana telah kita bahas sedikit di atas, tindakan sejenis ini adalah bentuk penyuapan dan merupakan perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang merupakan tindakan tidak terpuji. Sayangnya, sebagian besar dari masyarakat Indonesia menerima uang haram tersebut. Banyak yang menerima karena alasan ekonomi, tetapi ada juga yang mengatakan hanya buat menambah uang jajan. Padahal tindakan ini yang termasuk ke tindak pidana suap sudah diatur ke dalam Undang-Undang No.10-11 Tahun 1980 tentang tindak pidana suap. Bagaimana bangsa ini mau maju kalau yang memilih pemimpinnya sudah hobi suap-menyuap?

Bukan hanya pada tingkat pemilih saja hal seperti ini terjadi. Tak jarang Badan Pengawas Pemilu juga ikut disuap oleh para peserta pemilu. Kita bisa melihat di televisi pada setiap setelah dilaksanakannya pemilu, pasti banyak ada saja berita tentang para peserta pemilu yang menyuap para pengawas pemilu agar menambah jumlah suara pemilihnya. Sebagai contohnya, kita bias melihat kasus sengketa pilkada yang dilakukan oleh Akil Mochtar terhadap Mahkama Konstitusi (MK). Akhirnya dia pun diganjar hukuman seumur hidup. Kembali lagi pada diri kita, apakah mau menerima uang haram tersebut? Mari tanamkan budaya tolak KKN, terutama kepada anak cucu kita agar terbebas dari yang namanya KKN.

Start Kampanye yang “keduluan”

Ini juga termasuk tindak pelanggaran pemilu, walau sering dianggap remeh oleh para peserta pemilu. Berbagai cara telah dilakukan peserta seperti, memasang baliho dan spanduk yang memuat foto dan ajakan untuk memilih mereka, dan pergi “blusukan” ke beberapa daerah sebelum dimulainya masa kampanye. Padahal, sadar-tidak sadar mereka telah melakukan kampanye mendahului waktu yang telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tindakan seperti itu harusnya tidak boleh dilakukan. Bukan hanya itu saja. Tak jarang media local telah memuat kampanye para peserta pemilu sebelum masanya. Mereka menyembunyikan visi-misi mereka dalam berita berita yang ditampilkan media tersebut.

Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam

Ini adalah salah satu bentuk pelanggaran kampanye yang jarang disadari masyarakat umum. Tetapi bagi mereka yang menaruh perhatian kepada pemilu, ini adalah masalah yang nyata. Kampanye negatif bisa dilakukan secara terang terangan melalui kampanye terbuka, tetapi tak jarang juga dilakukan secara tidak lagsung seperti melalui pembicaraan dari mulut ke mulut. Tetapi sebelumnya kita harus tau apa itu kampanye negatif.

Kampanye negatif tak jauh berbeda dengan kampanye hitam. Hanya saja, kampanye negatif adalah bentuk penyebarluasan fakta kekurangan lawan peserta seperti dugaan korupsi, masa lalu yang kelam, dan sebagainya. Sementara kampanye hitam tidak didasarkan pada data yang ada / fitnah. Sayangnya, tak sedikit masyarakat yang “kemakan” berita seperti itu, dan akhirnya memilih calon pasangan yang telah menyebarkan berita yang tidak baik itu.

Kita coba ambil contohya yaitu serangan terhadap Presiden Joko Widodo saat masih mencalon menjadi Presiden Republik Indonesia pada 2014 yang berdasarkan ras agama. Itu menandakan konspirasi besar untuk menghancurkan Islam semakin kuat. Berita disebarkan melalui internet dan mengatakan bahwa Jokowi adalah figure yang tidak layak untuk dijadikan calon Presiden karena dianggap sebagai boneka yang dikendalikan oleh konspirasi anti-islam. Padahal berita itu tidak memiliki dasar yang jelas, tetapi diterima saja oleh masyarakat luas. Strategi itu dilakukan agar masyarakat merasa takut apabila Jokowi terpilih sebaga Presiden. Walau pada akhirnya Jokowi terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, beliau masih saja menerima banyak fitnah yang entah datang dari mana-mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun