Mohon tunggu...
Ridwan Soleh
Ridwan Soleh Mohon Tunggu... -

Lelaki diambang waktu, ayah dari 9 orang anak. Ingin bisa menulis ttg visi dan pengalaman.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Antara Milli Vanilli dan Kasus Bencana Alam di Negara Kita

24 Februari 2010   06:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:46 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Milli Vanilli,group penyanyi kontroversial asal Jerman ini mungkin sudah tidak begitu dikenal lagi, apalagi di kalangan lingkunngan birokrasi, termasuk birokrasi pemerintahan kita yang mengurus masalah lingkungan dan kehutanan. Akan tetapi jika menilik dari lirik lagu yang dinyanyikan group band tersebut, ada kesamaan yang kuat dengan apa yang dilantunkan oleh aparat birokrasi kehutanan kita, terutama pada saat timbulnya bencana alam yang sering melanda di negara kita seperti sekarang ini disaat musim hujan..

Ya, mungkin kita senang mendengarkan lantunan lagu “blame it on the rain” dengan irama pop dance yang menghentak yang dinyanyikan oleh Milli Vanilli. Tapi sebaliknya kita sering mual mendengar nyanyian “excuse” pejabat lingkungan kita terutama dari Departemen kehutanan dengan lirik yang hampir sama. Hujanlah yang menjadi biang kerok yang harus disalahkan dari semua tragedi bencana longsor dan banjir yang telah menelan banyak korban jiwa manusia. Kita masih ingat kebelakang seperti yang terjadi pada peristiwa banjir bandang bahorok pada bulan Nopember 2003 yang menewaskan ratusan korban jiwa, tanpa ada yang meminta Departemen kehutanan pada saat itu langsung mengeluarkan statement bahwa bencana tersebut tidak ada hubungannya dengan kegiatan penebangan liar, ini murni bencana yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi. Seribu bencana seperti tengah menanti kita, akankah kita terus disuguhi lagu yang sama seperti yang sudah sering kita dengar sebelumnya?

Ada apa dibalik bencana lingkungan seperti longsor yang baru baru ini terjadi  di wilayah Kec. Pasir Jambu Kab. Bandung. Betulkah kita harus percaya bahwa tidak ada kaitannya bencana tersebut dengan kondisi ekologi di wilayah sekitarnya. Perkebunan teh Dewata yang menjadi lokasi bencana, berada dalam wilayah enclave yang dikelilingi seperti bentuk kueh donat oleh wilayah hutan CA Gunung Tilu seluas 8000 hektar, yang dikelola oleh BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) Jawa Barat.  Saya sedikit mengenal keadaan kondisi alam di kawasan ini karena sudah cukup sering melewatinya, dan beberapa tahun kebelakang saya sempat melakukan survey ke wilayah ini untuk kegiatan konservasi species, dan saya pada waktu itu harus menghadapi sikap aparat kehutanan setempat yang terkesan begitu kebakaran jenggot ketika saya melihat puluhan hektar kebun sayuran yang tersebar dibeberapalokasi di dalam hutan. Tak ketinggalan,  juga hadangan preman-preman lokal yang melindungi kegiatan penebangan liar diwilayah itu. Tapi bukan itu yang menjadi permasalahan dalam tulisan ini. Disini saya bermaksud untuk membangun kesadaran tentang masalah etika pertanggung-jawaban sebuah kewenangan yang yang dikuasai pemerintahan terhadap pihak rakyat sebagai pemberi mandat, dan kerap menjadi korban penderitanya.

Ribuan jiwa korban bencana alam telah menjadi tumbal, tapi pelaku kejahatan lingkungan yang telah menjadi biang keladi pemicunya, tetap ongkang-ongkang tak tersentuh. Sudah bosan rasanya melihat rakyat terus dipaksa untuk menerima nasib sialnya karena kehendak tuhan, atau seperti mempersilahkan kalau bisa, untuk melakukan gugatan terhadap hujan sebagai subjek pelaku kejahatannya...!!?

Sudah bosan juga, melihat upaya- upaya konservasi yang dilakukan, oleh LSM dan otoritas pemerintahan, yang terus berkutat seputar kegiatan seminar dan pembahasan  yang telah banyak menghabiskan biaya untuk biaya perjalanan dan akomodasi di hotel mewah. Kita juga sudah bosan melihat dagelan upaya dilapangan untuk memberantas penebangan liar dimana hanya kayu sitaan tidak bergerak yang justru menjadi sasaran sergapan dan todongan senjata. Sementara pelakunya tinggal menunggu di tempat pelelangan untuk meraup kembali keuntungan hasil kejahatannya.

Dan beberapa waktu kemudian ketika bencana terjadi diwilayah tersebut yang menimpa warga disekitarnya, kita pun akan disuguhi lagi nyanyian yang membosankan yang dilantunkan oleh para pejabat yang memegang otoritas masalah lingkungan di pemerintah kita. Bernyanyi diatas panggung kuburan masal dan batu nisan para korban bencana alam, apalagi lagunya selain lagunya Milli Vanilli, blame it on the rain

What ever you do don't put the blame on you

Blame it on the rain yeah,,,yeah,,,.

You can blame it on the rain..

,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun