Meningkatkan kesejahteraan Petani Cabai melalui Pembentukan Pasar Cabai Kering (Sebuah Harapan)
Cabai merupakan salah satu tanaman sayuran penting di Indonesia dan bahkan dunia. Dengan berbagai kandungan mineral dan vitamin di dalamnya cabai sangat dibutuhkan oleh manusia untuk kesehatan. Cabai banyak mengandung senyawa oleoresin yang sangat bermanfaat untuk mencegah penggumpalan darah serta penyumbatan darah dan stroke. Dismping itu kadungan beta-carotin dan antocinin sangat bermanfaat untuk mencegah penyakit kanker dan jantung. Kandungan vitamin C pada cabai diketahui lebih tinggi dari kadungan pada jeruk.
Indonesia sebagai Negara dengan jumlah penduduk terbesar ke tiga di dunia tercatat sebagai konsumen ke tiga setelah China dan India. Kebutuhan benih cabai sebagai bibit juga terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Rata-rata kebutuhan benih cabai di Indonesia berkisar 30 ton benih per tahun, sedangkan China dan India masing-masing 110 ton dan 90 ton benih per tahun. Hal ini menggambarkan betapa besar peluang bisnis dalam hal penyediaan benih cabai di dunia. Di Indonesia di kenal tiga tipe utama cabai, yaitu besar, keriting dan rawit. Pengguna cabai di Indoesia di bagi 2 sektor, sector rumah tangga dan Industri. Untuk rumah tangga sebgian besar mengkonsumsi dala bentuk cabai merah segar/red fresh sedangkan sector idustri memerlukan dalam bentuk nerah segar, kering, bubuk dan pasta.
Dengan begitu besarnya peluang pasar di sector percabaian tetapi tidak seiring dengan kesejahteraan petani cabai itu sendiri. Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal :
1.Biaya budidaya cabai meningkat
Petani dihadapkan dengan tantangan agroekologi / lingkungan yang semakin berat untuk betanam cabai karena semakin meningkatnya ragam hama penyakit. Mulai dari penyakit layu, virus busuk buah Anthracnose dan lain lain , hal ini wajar karena Indonesia merupakan Negara Tropis yang sangat memudahkan perkembangan ragam dari hama penyakit. Dengan demikian maka petani di paksa untuk lebih mengeluarkan dana lebih untuk belnja insectisida dan pestisida. Sehingga biaya budidaya cabai menjadi naik, bila dibandingkan dengan 5 tahun lalu biaya per tanaman Rp. 3500 sekarang menjadi Rp. 5500- Rp. 6000 per tanaman.
2.Fluktuasi harga panen cabai tidak terkendali (pasar bebas)
Karena tidak ada tata niaga harga product horti dalam hal ini cabai, maka harga pasar cabai bisa fluktuatif setiap saat tegantung dari keadaan pasar. Sebagai mana hukum paar berjalan harga menjadi tinggi ketika jumlah stock panen leb ih sedikit dari kebutuhan konsumen (rumah tangga dan Industri). Sebagai contoh pada bulan Februari –September 2014 harga cabai semua tipe (besar, keriting, rawit) mencapai tingkat terendah yatiu Rp. 1500-2500 per kg  dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Hal ini sangat berdampak buruk bagi petani cabai dan sektor lain .
3.Ragam pasar cabai terbatas
Pasar cabai di Indoesia hanya dalam bentuk merah segar. Artinya petani tidak mempunyai kesempatan menjual cabai dalam bentuk olahan seperti serbuk cabai, cabai kering atau pasta cabai, meskipun dalam faktanya industri Mi Instan membutuhkan cabai dalam bentuk kering dan pasta yang sangat besar.
Dengan berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi oleh petani cabai maka sangat diperlukan dukungan pemerintah dalam membuat kebijakan. Hal yang sangat mendesak adalah membuat perluasan ragam pasar berbahan baku cabai, seperti cabai kering, serbuk atau pasta. India salah satu penghasil pasar cabai kering terbesar di dunia. Cabai kering India bayak di ekspor ke Negara-negara Timur Tengah, Eropa dan beberapa Negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Menurut data berbagai sumber produksi Mie Instan di Indonesia yang berpenduduk sekitar 240 juta adalah 18 milyar bungkus per tahun dengan kebutuhan cabai bubuk/kering 1 g per bungkus. Dengan demikian kebutuhan cabai sebuk kering setara dengan 15.000 ton per tahun. Dengan asumsi rendemen cabe basah terhadap kering sekitar 20% maka untuk memenuhi kebutuhan 18.000 ton cabe kering dibutuhkan cabe segar sebanyak 90.000 ton per tahun. Namun sayangnya sebagian besar kebutuhan cabai kering masih import dari India dan China, dengan alasan harga lebih murah berkisar Rp 12.000 – Rp 15.000 per kg.
Di Indonesia harga cabe segar berkisar Rp 9.000 per Kg dan jika dikeringkan akan membutuhkan 5kg cabe segar untuk menghasilkan 1kg cabe kering, dengan kata lain minimal cabe kering harus dihargai Rp 45.000 per Kg. Disini diperlukan peran pemerintah agar pasar yang sangat besar ini dapat di sokong dari hasil panen dalam negeri agar animo petani dalam menanam cabai kering akan tumbuh.
Kami mencoba menyederhakan langkah yang dapat dilakukan untuk memulai pasar cabai kering,
1.Penyediaan benih cabai kering unggul dengan kriteria warna, kepedasan dan kehalusan kulit yang tidak berubah dalam kondisi kering serta rendemen antara basah dan kering yang tinggi.
2.Pengadaan mesin pengering pada saat musim hujan.
3.Pengadaan ruang pendingin / cool room dengan suhu 7-10 oC sebagai tempat penyimpanan cabai kering.
4.Peran pemerintah baik dalam subsidi harga jual cabai kering agar bisa bersaing dengan existing price, regulasi terhadap industri untuk menggunakan cabai kering produksi dalam negeri, dan dukungan lainnya yang diperlukan untuk produksi cabai kering.
Dengan demikian, kami berkeyakinan kuat jika peluang pasar cabai kering dijalankan maka meningkatkan kesejahteraan petani dan tidak menutup kemungkinan akan banyak sektor lain yang akan terlibat yang semuanya bermuara pada kebanggaan terhadap produk dalam negeri. Semoga ide ini dapat menjadi salah satu alternatif program pemerintah kabinet kerja Bapak Presiden Jokowi dalam  peningkatan kesejahteraan petani dan sektor lainnya yang terlibat.
Berikut Dokumentasi Pertanian Cabai Kering di India,
Lahan penanaman cabai,
Proses pengeringan dengan sinar matahari,
Cool room, penyimpanan cabai kering yang dibangun pemerintah India
Pasar tradisional cabai kering di India,
Penulis :
Andi Wahyono
Pemulia cabai di Horti Crop Research and Development
PT. Bisi International, Tbk
Alamat : Pare, Kediri Jawa Timur
HP : 08123401219
Email : genandiputra@yahoo.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H