Mohon tunggu...
Ridwan Remin
Ridwan Remin Mohon Tunggu... Freelancer -

User and Freelancer | Contact: ridwanremin@gmail.com | Twitter: @ridwanremin

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengungkap Intervensi Industri dalam RUU Pertembakauan

9 Maret 2017   16:20 Diperbarui: 10 Maret 2017   02:00 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Julius Ibrani dalam Konferensi Pers Komnas Pengendalian Tembakau| Dok pri

"Kenapa sih ini orang-orang pada ribet banget ngurusin tembakau?”

Begitulah kira-kira gumaman saya ketika melihat beberapa orang yang saya kenali di sosial media mulai menyuarakan opininya tentang tembakau, rokok, dan sejenisnya dengan menggunakan tagar #GaraGaraRUUP dan #TolakRUUP di setiap harinya.

Rasa penasaran akan issu apa yang sebenarnya sedang terjadi membuat saya akhirnya mulai mengklik satu per satu tautan yang berhubungan dengan tembakau. Kemudian berjumpalah saya dengan situs ini ---> Selamatkan Anak Bangsa! Drop RUU Pertembakauan "Titipan" Industri Rokok 

Setelah berhasil mengumpulkan informasi ternyata rasa penasaran saya tidak langsung hilang. Kini rasa penasaran saya malah berganti dari yang semula hanya ingin tahu titik permasalahannya, menjadi rasa ingin tahu bagaimana upaya untuk mengatasi permasalahan ini, dan akan seperti apa akhirnya?

Beruntungnya nasib saya. Pada tanggal 6 Maret 2017 saya diundang menghadiri Konferensi Pers yang diadakan oleh Komnas Pengendalian Tembakau untuk mengampanyekan inisiatif yang bersangkutan dengan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Konferensi Pers Komnas Pengendalian Tembakau, Senin 6 Maret 2017, Menteng - Jakarta Pusat| Dok pri
Konferensi Pers Komnas Pengendalian Tembakau, Senin 6 Maret 2017, Menteng - Jakarta Pusat| Dok pri
Sejujurnya saya tidak bisa fokus ketika mendengarkan nara sumber di acara tersebut. Pertama, karena bahasannya terlalu berat (bagi otak mahasiswa yang rajin main hp ketika dosen sedang menerangkan power point seperti saya). Kedua, karena saya sibuk mengambil foto untuk bahan dokumentasi tulisan ini. Maklum, saya adalah penganut paham no pic=hoax, jadi daripada saya dikira bohong, mending saya kumpulkan buktinya.

Tapi lagi-lagi saya beruntung. Entah Dewi apa yang sedang menaungi saya hari itu sehingga keberuntungan selalu berdatangan, yang pasti bukan Dewi Persik, karena dia sedang sibuk mengurusi drama pertikaiannya dengan Nazzar dan drama pertemanannya dengan Jupe.

Keberuntungan yang saya maksud adalah diberikannya kesempatan untuk berbincang-bincang lebih mendalam dengan salah satu nara sumber di akhir konferensi pers. Bersama dengan teman-teman blogger lainnya, saya mendapatkan banyak informasi tentang issu RUU Pertembakauan dari Julius Ibrani, anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI).

Julius Ibrani dalam Konferensi Pers Komnas Pengendalian Tembakau| Dok pri
Julius Ibrani dalam Konferensi Pers Komnas Pengendalian Tembakau| Dok pri
Alasan terbesar seorang Julius menolak RUU Pertembakauan adalah karena rasa su’udzon yang begitu kuat dalam benaknya terhadap adanya intervensi industri rokok dalam pembentukan RUU ini. “Merujuk pada catatan Corporate Accountability International Reports yang menyebutkan bahwa strategi yang digunakan industri rokok di dunia antara lain melakukan intervensi, seperti: menggagalkan kebijakan negara, mengeskploitasi celah legislatif, dan termasuk menyogok legislator. Itu su’udzon bukan dari kita, tapi laporan internasional.” ujarnya.

“Ini common strategy dalam industri, industri rokok menyatakan sendiri pun begitu. Makanya kita nggak heran, dari 2012, pertama kali (RUU Pertembakauan) diusulkan tidak ada nama pengusulnya, tidak ada draft pasal per pasalnya, kosong, cuma disebutin RUU Pertembakauan nomor sekian. Lah orang nanya, mana bahannya? Kok nggak ada di kami? Kok nggak ada dalam rencana pembahasan paripurna? Siapa yang mengusulkan? Tidak tahu.” ungkap Julius yang juga anggota Solidaritas Advokat Peduli Pengendalian Tembakau (SAPTA).

“Su’udzon kami dilanjutkan dengan fakta. Pertama, ketika kita audiensi dengan Menteri Perindustrian, di surat kami adalah ‘saya mau ketemu Pak Menteri’, karena yang mengeluarkan peraturan itu Menteri. Untuk menanyakan ‘Ini kapan disusunnya?’, ‘Prosesnya bagaimana?’, ‘Kajian ilmiahnya apa?’, ‘Siapa pihak-pihak yang dilibatkan?‘. Ketika itu kami dihadapkan bukan pada Menteri, bukan Dirjen-nya juga, tapi Direktur. Jadi jauh di bawah, loncat. Itu Direktur minuman, bahan penyegar, dan tembakau. Tugasnya untuk menjelaskan audiensi kita tentang proses pembentukan peraturan Menteri Perindustrian. Dari situ mulai bergeser, dari su’udzon menjadi khusnudzon.” Julius memaparkan dengan serius.

“Kedua, ketika kita bertanya, dia bilang ‘silakan Pahlawan Cukai yang jawab’. Padahal kita audiensinya ke negara, ke Menteri, tapi Menteri merepresentasikan dirinya ke industri. Su’udzon kita sudah mulai terjawab lagi.” tambahnya.

“Ketiga, ketika dia presentasi, datanya data Gappri (Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia). Sebelum rapat itu dimulai, yang namanya Elvira yang diangkat majalah Tempo, dia memberikan flashdisk dan itu dicolok ke dalam komputernya si Pak Direktur, dan itulah presentasinya dia. Jadi intervensi industri rokok itu fakta yang terjadi.”

Dok pri
Dok pri
Perbincangan kami siang itu pun menjadi semakin menarik ketika Julius mulai menjabarkan bobroknya RUU Pertembakauan berikut efek-efeknya yang akan sangat bahaya jika sampai berhasil diundangkan. Tidak lupa kami menyelingi perbincangan itu dengan menikmati secangkir kopi yang cukup menyegarkan tenggorokan (tetapi tidak menyegarkan pikiran karena airnya turun ke lambung, nggak naik ke otak).

Diawali dengan sebuah pertanyaan, “Kalau RUU ini tidak disahkan, apa persoalan bagi industri rokok?”, yang lantas dijawab dengan terperinci oleh Julius, yang siang itu tampak bersemangat sekali menyampaikan keluh kesahnya kepada kami sampai-sampai tidak mau disuruh makan siang dulu karena sedang fokus pada perbincangan, padahal makanannya enak, lho. FYI.

Julius kemudian mulai menjawab pertanyaan tersebut, “Tidak ada persoalan.” katanya.

“Tidak pernah ada yang bisa membatasi produksi rokok. Tahu nggak 2015 itu batas produksi rokok berapa? 260 milliar batang. Tahu nggak 2015 ke 2016 itu sendiri produksi rokok berapa? 346 Milliar batang. Jadi memang nggak pernah ada yang bisa membatasi industri ini. Pertanyaannya, dalam RUU apakah bisa dibatasi? Tidak. Dalam RUU, setiap laporan penggunaan stok tembakau itu dilaporkan oleh industri kepada Menteri yang terkait. Pertanyaan selanjutnya, ada yang mengklarifikasi laporan itu nggak? Ada badan pengawasan yang ngecek nggak laporannya valid atau tidak? Nggak ada. Jadi, hulunya ya industri. Pengesahan RUU ini salah satunya bertujuan untuk melegitimasi praktik yang sudah bobrok sekarang ini.” ungkapnya membeberkan data yang dia miliki.

“Tujuan lainnya adalah untuk meningkatkan jumlah produksi rokok. Sementara menurut riset saya, selama 10 tahun terakhir, peningkatan produksi tidak terjadi, malah pertanian tembakaunya menurun, tapi produksi rokoknya meningkat sejalan dengan impor meningkat. Kenapa sih produksi meningkat, impor meningkat, tapi pertanian tembakaunya menurun? Karena pertanian tembakau kita tidak didominasi oleh jenis tembakau Virginia yang khusus untuk rokok mild/filter/rokok-rokok ringan yang menjadi produksi terbesar, dan faktanya impor tembakau Virginia itulah yang meninggi. Angka impornya mencapai 70 trilliun lebih per tahun. Sedangkan produksi tembakau kita lebih banyak dan lebih cocok untuk cerutu, karena nikotinnya berat.”

Masih dalam Konferensi Pers Komnas Pengendalian Tembakau
Masih dalam Konferensi Pers Komnas Pengendalian Tembakau
Sampai di sini kalau saya boleh menyimpulkan ternyata RUU Pertembakauan yang selama ini bertopeng atas nama kesejahteraan buruh pabrik rokok dan para petani tembakau itu hoax. Karena kenyataan yang akan timbul dari diundangkannya RUU ini adalah produksi rokok yang meningkat, impor tembakau yang melonjak, dan itu semua hanya bertujuan untuk menguntungkan para pengusaha rokok semata. Sementara nasib para buruh rokok akan tergantikan oleh mesin (karena kebutuhan produksi yang meningkat), dan para petani tembakau akan melongo tanpa banyak perubahan di hidupnya (karena tembakaunya lebih banyak impor).

Di akhir perbincangan kami siang itu, Julius mengharapkan keikutsertaan kita semua sebagai rakyat Indonesia yang masih peduli terhadap kesejahteraan masyarakat bersama untuk mendukung aksi penolakan terhadap RUU Pertembakauan yang akan segera disahkan ini. Karena permasalahan ini nantinya bukan hanya akan berdampak pada kesehatan (perokok), tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan yang lebih luas lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun