Mohon tunggu...
M RIDWAN RADIEF
M RIDWAN RADIEF Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Aku adalah tanda tanya untuk sesuatu yang bernama "ILMU"..

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menghianati kekuasaan atas Nama Rakyat

27 April 2016   05:22 Diperbarui: 27 April 2016   09:42 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan tidak boleh bersifat tirani yang membungkam kedaulatan rakyat. Kekuasaan bukan topeng atasnama demokrasi, bukan pula sesuatu yang hampa rakyat. Rakyat dan kekuasaan adalah satu konsensus dan merupakan sebuah sistem yang koheren. Sehingga, dapat dikatakan tidak ada kekuasaan tanpa rakyat.

Konsepsi kekuasaan harus diidealisasikan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Tujuannya apa? Merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Oleh karena itu, kekuasaan harus diseret pada rel yang benar dengan landasan konstitusi, nurani serta rasa empati terhadap setiap problematika masyarakat miskin dan kaum proletar.

Penghianat Demokrasi

Lagi – lagi apa yang tampak hari ini, kekuasaan justru dimotori oleh sekelompok minoritas (elit) yang mecederai demokrasi bukan lagi atas nama kedaulatan rakyat melainkan oligarki yang mengisolasi masyarakat dalam neraka dunia.

Misalnya saja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membangun perpustakaan terbesar se-Asia Tenggara. Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menyebut rencana ini sangat dibutuhkan dan mendesak bagi DPR. Perpustakaan yang lama ada, tapi levelnya mirip perpustakaan ketua RT. Saat ini kondisinya tidak layak," kata Fahri, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, seperti dilansir JPNN.com, Senin (28/3/2016). menanggapi penjelasan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, penulis dapat menyimpulkan bahwa ada dua alasan perlunya pembangunan perpustakaan. Pertama, pembangunan perpustakaan hanyalah gaya – gayaan agar tidak tampak seperti perpustakaan kumuh. Kedua, wakil rakyat di DPR adalah sekumpulan manusia terhormat sehingga perlu fasilitas yang “Wahhh”

Lebih lanjut Menurut Fahri, rencana pembangunan ini akan dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal senada juga diungkapkan Ketua DPR, Ade Komarudin. Seperti ditulis Kompas.com, menurut Ade, anggaran tidak menjadi masalah karena DPR dapat memodifikasi anggaran pembangunan gedung baru sebesar Rp570 miliar yang sudah dialokasikan di APBN 2016. Pertanyaannya kemudian, apakah perpustakaan ini adalah kehendak masyarakat ? apakah dengan adanya perpustakaan akan mengubah MindsetKorup wakil rakyat ? atau hanya sekadar gaya dengan deretan buku yang penuh dengan debu.

Di saat rakyat membutuhkan pelayanan kesehatan gratis, pendidikan, makanan, dan tempat tinggal yang layak, justru wakil rakyat disibukkan dengan hal – hal yang tidak realistis dengan kondisi masyarakat saat ini. Kalau pun kemudian perpustakaan menjadi masalah yang urgen, tidak seharusnya terintegrasi di DPR semata melainkan di seluruh pelosok negeri. Atau paling tidak, setiap mahasiswa mendapakan subsidi buku dengan harga yang jauh lebih murah.

The power of position

The power of positionakan mencederai idealisme yang menyebabkan surplus ambisi dan kepentingan. Sehingga, tak ada lagi arti dari sebuah nasionalisme. Misalnya saja yang terjadi di Jakarta. Menjelang pemilihan gubernur mendatang, ahok menjadi sasaran tembak bakal calon gubernur. Opini publik pun digiring untuk melawan ahok dengan sejumlah argument yang menyudutkan ahok dari berbagai sisi. Mulai dari isu sara, relokasi yang tidak manusiawi, serta tuduhan lahan RS sumber waras. Tampak sekali, bukannya ramai – ramai berniat membangun Jakarta, malah dengan vulgar mengeroyok ahok untuk tidak lagi menjadi gubernur.

Bahkan, Sejumlah wakil rakyat di Senayan menggelindingkan isu revisi UU Pilkada. Yang jadi poin salah satunya merevisi syarat calon perseorangan. Rencananya syarat perseorangan naik menjadi 15-20 persen dari jumlah pemilih.

Keinginan untuk merevisi UU Pilkada khususnya berkaitan dengan jumlah dukungan untuk calon independen dipandang sebagai ketakutan partai politik atas sosok calon independen yang mampu menyita perhatian publik. Apa lagi sosok ahok yang tidak dikehendaki sebagian bakal calon gubernur semakin populer di jalur perseorangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun