Sabtu sore tanggal 28 Oktober 2023, saya mengikuti aksi damai yang dilakukan oleh para Pedagang kaki Lima (PKL) teras malioboro 2. Dari yang saya dengar, perwakilan paguyuban Tridharma setidaknya kurang lebih mereka mengajukan dua poin tuntutan. Pertama mereka menuntut terkait validitas data yang diperuntukkan bagi para pedagang. Karena mereka mendapati ada beberapa pedagang yang tidak termasuk kedalam paguyuban. Tuntutan mereka yang kedua adalah minta pertanggung jawaban para pemangku kebijakan atas pendapatan para pedagang yang menurun. Para pedagang menuntut agar mereka diberikan tempat yang layak untuk berjualan. Menurut saya, ini merupakan satu contoh konflik sosial antara para pedagang dengan pemangku kebijakan (Pemerintah). Pemerintah dianggap memberikan kebijakan yang dapat merugikan pedagang, menanggapi hal tersebut, para pedagang yang termasuk kedalam paguyuban menyuaran apa yang menjadi keluhannya. Para pedagang menginginkan perubahan untuk kenyamanan dan kesejahteraan pedagang.
Saya mengenal teori konflik Lewis A. Coser dari Buku Sosiolgi Modern: Bernan Raho (2021). Menurut kamus bahasa Indonesia (KBBI). konflik adalah percekcokan, perselihihan atau pertentangan. Namun dalam ilmu sosiologi itu berbeda. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa teori konflik Lewis Coser sering disebut teori fungsionalisme konflik. Karena menurut pemahaman saya, Lewis lebih memusatkan perhatiannya terhadap fungsi-fungsi dari konflik.Â
Kemudian lewis juga lebih menekankan yang penting dari adanya konflik adalah untuk mempertahankan kelompoknya, itulah yang membedakan Lewis dengan para tokoh teori konflik lainnya. Dalam buku yang telah saya baca tersebut menyebutkan bahwa konflik memiliki beberapa fungsi sebagai sebagai berikut: konflik dapat memperkuat soslidaritas kelompok yang longgar, konflik dengan kelompok lain dapat menghasilkan soslidaritas dalam satu leompok tersebut, dapat melibatkan anggota masyarakat yang terisolir menjadi berperan aktif dan yang terakhir konflik yang merupakan menjadi sarana untuk berkomunikasi.Â
Teori konflik ini penting untuk menciptakan sebuah perubahan sosial. berbeda dengan stuktur fungsionalisme yang mengatakan bahwa perubahan itu terjadi pada titik ekulibrium, tetapi teori konflik melihat perubahan-perubahan itu hadir karena adanya konflik-konflik kepentingan. Jadi jika melihat dari contoh yang saya ambil, dengan adanya konflik antara pedagang dan pemerintah. Dalam hal ini maka para pedagang mereka menjadi lebih kompak dan guyub untuk menyampaikan apa yang mereka harapkan atau tuntut kepada pihak pemerintahan. Menurut Coser itu merupakan salah satu dari adanya konflik.
Teori fungsi konflik sosial ini dikenalkan oleh Lewis Coser. Ia lahir dari golongan keluarga borjuis yahudi pada tanggal 27 November 1913, di Berlin, Jerman. Orang tuanya bernama Martin, ia merupakan seorang bankir dan ibunya bernama Margarete. Saat remaja, Coser sudah telah tergabung ke dalam gerakan sosialis meskipun ia bukan termasuk kedalam golongan murid yang rajin sekolah. Saat Hitler berkuasa di Jerman, Coser melarikan diri ke Paris dan bekerja serabutan untuk keberlangsungan hidupnya.Â
Pada tahun 1936, Coser kembali aktif dengan gerakan sosialis dan bergabung kedalam organisasi Triotskyis yaitu salah satu organisasi radikal. Di Sarbone, Coser terdaftar sebagai mahasiswa komparatif tetapi kemudian ia mengubah fokusnya ke sosiologi. Setelah tahun 1948 ia menerima posisi sebagai pengajar ilmu sosial di Chicago. Pada tahun 1950, Coser kembali ke Universitas Colimbia untuk melanjutkan studinya. Dan menerima Coser pun menerima gelar doktor pada tahun 1954. Buku Coser yang berjudul tentang Fungsi Konflik itu merupkan hasil dari disertasinya. Coser mendasarkan idenya pada pikiran Simmel dengan mengumukakan bahwa konflik merupakan salah satu bentuk interaksi soal yang dasar. Coser tidak menolak Parson pada tahap analisis sistem sosial dan juga tidak menerima sepenuhnya terhadap pemikiran Simmel. Tapi Coser berprinsip bahwa konflik tidak harus merusak atau bersifat disfungsional.
Latar belakang munculnya teori fungsi konflik ini karena Coser melihat kondisi intelektual saat itu. Kondisi intelektual itu merupakan respon Coser atas mendominasinya pemikiran dari Parson  yaitu teori struktural fungsional. Teori tersebut memandang bahwa masyarakat berada dalam posisi aman, tentram tanpa adanya konflik, karena konflik dianggap sebagai disfungsional terhadap keseimbangan sistem. Kemudian Coser menolak pandangan tersebut, Coser menganggap tidak mesti konflik itu disfungsional tetapi menurutnya konflik tersebut mempunyai dampak positif yang menguntungkan sistem.
REFERENSI:
Raho, Bernan. 2021. Sosiolgi Modern. Yogyakarta: Ledalero
Khusni Rofiah. Dinamika Relasi Muhammadiyah dan NU Dalam Perspektif Teori Konflik Fungsional Lewis A. Coser. KALAM 10, No.2. (2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H