sastra modern. Taufik Rahzen dalam esainya menunjukkan bahwa tema-tema ini mencerminkan kompleksitas kondisi manusia dan tantangan dalam memahami keberadaan.
Filsafat eksistensialisme berfokus pada pengalaman individu, kebebasan, kecemasan, dan pencarian makna hidup, dan memiliki dampak mendalam padaJean-Paul Sartre, salah satu tokoh eksistensialis, menyatakan, "Man is condemned to be free" (Sartre, 1943). Dalam sastra modern, karakter sering dihadapkan pada pilihan yang sulit, mencerminkan kebebasan yang membawa tanggung jawab. Rahzen menggambarkan karakter-karakter yang berjuang untuk menemukan identitas mereka, yang mengajak pembaca merenungkan makna kebebasan.
 Kecemasan eksistensialis muncul ketika individu menyadari ketidakpastian hidup. Martin Heidegger dalam "Being and Time" (1927) menjelaskan bahwa kecemasan ini bisa menjadi pendorong pencarian makna. Dalam sastra modern, karakter yang merasa terasing mencerminkan kondisi ini. Rahzen menunjukkan bagaimana karya-karya sastra menggambarkan perjuangan karakter dengan kecemasan, mendorong refleksi tentang kondisi manusia.
Pencarian makna hidup menjadi pusat perhatian dalam banyak karya sastra modern. Viktor Frankl dalam "Man's Search for Meaning" (1946) menekankan pentingnya menemukan makna dalam penderitaan. Rahzen menjelaskan bahwa melalui narasi yang mendalam, penulis mendorong pembaca untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang kehidupan.
Sastra sebagai Alat Kritik terhadap Ideologi Sosial dan Ekonomi (Pendekatan Teori Marxis)
Sastra berfungsi sebagai alat kritik terhadap ideologi sosial dan ekonomi dengan pendekatan teori Marxis. Taufik Rahzen menekankan bahwa sastra memiliki kekuatan untuk mengeksplorasi dan mengungkap ketidakadilan dalam masyarakat.
Karl Marx menegaskan bahwa sastra dan seni adalah cerminan dari kondisi material masyarakat (Marx, 1859). Dalam konteks ini, sastra menggambarkan realitas kehidupan kelas terpinggirkan. Rahzen mencatat bahwa penulis sering menghadirkan narasi yang menyoroti dampak sistem ekonomi yang tidak adil.
Sastra berpotensi membangkitkan kesadaran kritis, sesuai pandangan Lukcs bahwa sastra dapat memfasilitasi pemahaman tentang kondisi sosial dan politik (Lukcs, 1962). Rahzen berpendapat bahwa narasi yang kuat dapat mengajak pembaca mempertanyakan ideologi dominan dan memahami struktur kekuasaan yang ada.
 Rahzen mencatat bahwa melalui narasi provokatif, penulis dapat memperkenalkan ide-ide baru yang menantang norma-norma. Pendekatan Marxis berpendapat bahwa sastra membangun imajinasi alternatif yang mendukung kesadaran kolektif.
Pesan Moral dalam Karya Sastra Klasik dan Peran Moralitas
Karya sastra klasik sering mengandung pesan moral yang relevan, menyampaikan nilai-nilai yang dapat memandu pembaca. Taufik Rahzen menunjukkan bagaimana sastra klasik menampilkan moralitas dan karakter yang menjadi teladan.