Pada pertengahan tahun 2020, dikenalkan rapid test antigen yang dirasa akurasinya jauh lebih tinggi dari rapid test antibodi, harganya pun lebih mahal. Secara perlahan, rapid test antigen menggantikan rapid test antibodi. Saat ini pula, rapid test antibodi tak lagi diakui keakuratannya.
Pada awal tahun ini, Universitas Gadjah Mada membawa terobosan baru. Mereka memperkenalkan alat pendeteksi covid-19 dengan nama GeNose C19. Alat ini dinilai bisa mendeteksi paparan covid-19 hanya dengan embusan napas seseorang. Setelah resmi mendapat izin edar, GeNose disebar ke berbagai stasiun kereta api sebagai syarat perjalanan. Kehadiran GeNose disambut baik masyarakat. Harga tes GeNose juga jauh lebih murah daripada rapid test antigen.
Setelah beberapa bulan digunakan, kini GeNose ditentang. Masyarakat dianjurkan kembali lebih percaya pada tes usap atau rapid test antigen. Harga rapid test antigen saat ini juga bisa dibilang jatuh. Beberapa media melaporkan adanya persaingan harga. Dari sebelumnya berkisar ratusan ribu, saat ini ada yang mematok rapid test antigen di harga puluhan ribu saja.
Dengan demikian, sebenarnya kita tak bisa menyalahkan GeNose. Kebijakan pemerintah lah yang dari awal bermasalah.
Sejak awal pandemi, pemerintah tak mau melakukan lockdown. Akibatnya, mobilitas masyarakat tetap tinggi. Tuntutan pekerjaan membuat masyarakat harus berlalu-lalang. Kantor masih buka, industri terus berjalan. Mau tak mau para pekerja harus melakukan tes kesehatan agar bisa melakukan aktivitas pulang pergi.
Harga rapid test yang tinggi membuat masyarakat keberatan. Lalu ketika GeNose hadir denga harga yang jauh lebih murah, tentunya sangat membantu bagi masyarakat. Kini ketika harga rapid test antigen rontok, GeNose 'dibuang'. Jika sejak awal akurasi GeNose rendah, mangapa digunakan? Lalu jika akurasi rapid test antigen tinggi, mengapa tidak melakukan pengadaan yang banyak di awal agar harga bisa terjangkau masyarakat?
Sekarang tersisa rapid test antigen dan tes usap PCR. Pemerintah sendiri masih mengakui tes usap PCR menjadi hasil kunci seseorang terpapar covid-19 atau tidak. Rapid test antigen sendiri digunakan sebagai screening dan tentunya akurasi lebih rendah dari tes usap PCR.
Jika kita kembali bicara akurasi, maka tidak menutup kemungkinan bahwa rapid test antigen akan bernasib sama seperti GeNose. Maka selayaknya kebijakan pemerintah harus memberikan keadilan.Â
Apabila tak ingin lockdown karena anggaran habis, memaksa masyarakat tetap bekerja dan suatu tes menjadi syarat perjalanannya, maka ringankanlah biayanya. Tidak seharusnya masyarakat diberi beban, karena dari pekerjaan merekalah anggaran negara itu didapat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H