
Riando Elang Desilva (24), warga Depok, Sleman, melalui detikcom, menceritakan bagaimana isu tsunami membuat kepanikan saat itu.
“Sesampainya di Badran (Barat Stasiun Tugu) perasaan saya seketika berubah menjadi panik karena dari arah Selatan (arah Ngabean) ada banyak orang berlari – lari sambil berteriak ‘Banyune wis munggah’ atau artinya ‘Airnya sudah naik’ untuk menggambarkan kondisi bahwa tsunami sudah melanda,” ungkapnya.
“Bisa dibayangkan, jarak dari Badran sampai ke laut selatan lebih dari 30 km. Saya membayangkan bahwa gelombang tsunami datang dengan kecepatan tinggi dan siap menghantam siapa saja yang dilewatinya. Ditambah yang ada di pikiran saya adalah tsunami Aceh tahun 2004,” tambahnya kepada detikcom.

Yogyakarta kini telah berbenah, kembali bangkit dan tidak melulu jatuh pada duka bencana. Gotong-royong yang menjadi kunci kebangkitan tersebut. Mitigasi dan pemahaman bencana telah tumbuh di tengah masyarakat (semoga saja). Namun, hari ini, Yogyakarta kembali terusik, pandemi COVID-19 turut memaksa kehidupan masyarakat seolah terhenti. Semoga bencana non-alam yang melanda dunia ini segera berakhir.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI