Meski tidak bisa merasakan kasih sayang orang tua secara langsung, aku menemukan kebersamaan yang erat dengan teman-teman, yang sudah seperti keluarga sendiri. Kebersamaan ini terasa semakin kuat ketika salah satu wali santri datang sambang. Biasanya, mereka membawa makanan yang kemudian dinikmati bersama di kamar. Sebelum makan, kami menyatukan bungkusan nasi menjadi satu, lalu memakannya bersama-sama, sampai berebut karena suasana yang ramai.
Aku bangga menjadi santri. Selama enam tahun mondok, aku melewati banyak suka dan duka, namun semuanya menjadi pelajaran hidup yang berharga. Aku diajarkan hidup sederhana, mendapatkan ilmu agama, dan menikmati kebersamaan yang tak tergantikan. Menjadi santri mengajarkanku bahwa ilmu dunia dan akhirat harus seimbang agar tidak salah langkah.
Aku selalu mengenang masa-masa di pondok dengan penuh kebanggaan dan rasa syukur. Bagiku, menjadi santri adalah pengalaman yang tak akan tergantikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H