Mohon tunggu...
ridwan demmatadju
ridwan demmatadju Mohon Tunggu... -

Ridwan Demmatadju, lahir di Pomalaa 20 April 1972 masa sekolah dihabiskan di Tanah Merah Pomalaa di sebuah sekolah milik Yayasan Pendidikan Pomalaa, SD Antam dan SMP Antam. Kemudian SMA Negeri Pomalaa, tammat pada tahun 1992. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri di Ujungpandang, IKIP Ujungpandang dengan program studi yang dipilihnya saat itu Bahasa dan Sastra Indonesia dan minor seni rupa. Semasa kuliah di IKIP Ujunpandang ia banyak terlibat di kegiatan jurnalistik dengan bergabung di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pers Mahasiswa dan ikut mengelola Surat Kabar Kampus (SKK) Profesi IKIP Ujungpandang hingga menduduki posisi jabatan sebagai redaktur pelaksana di koran kampus tersebut. Selain getol di kegiatan pers mahasiswa juga dia banyak terlibat di kegiatan seni budaya di kota Makassar bersama teater kita makassar. Pada tahun 1994 bersama Asia Ramli Prapanca dan Is Hakim mengikuti Festival Seni Surabaya dengan naskah pementasan bertajuk KAVLING 2m2. Tidak hanya itu, di tahun 1996 ia mengikuti Pertemuan Sastrawan Nusantara dan Asean di Kayutanam, Padang, Sumatera Barat. Semasa kuliah juga telah aktif menulis artikel budaya,opini dibeberapa media cetak lokal dan nasional nasional, diantaranya Harian Fajar,Pedoman Rakyat,Suara Karya dan Republika. Tahun 1999 ia meninggalkan kota Makassar ke Kendari dan bekerja sebagai wartawan Kendari Pos hingga tahun 2001. Merintis pembukaan biro Kendari Pos di Kolaka hingga akhirnya keluar dari media yang telah membesarkan namanya di Kabupaten Kolaka. Pada tahun 2003-2004 Mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) FOKUS Indonesia yang getol mengadvokasi penggusuran warga taman laut yang dilakukan pihak Pemkab Kolaka dimasa kepemimpinan Bupati Drs Adel Berty. Selain aktif ber-LSM di Kolaka juga menerbitkan surat kabar lokal Suara Kolaka ia dipercaya menjadi Pemimpin Redaksi, hingga akhirnya koran tersebut mati di tengah jalan.Saat ini ia menjalani hidup dengan menjadi guru bahasa dan sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Latambaga.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak Laut Air Mata

10 September 2011   16:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:04 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_134171" align="aligncenter" width="300" caption="Salah satu keluarga korban dari tragedi tenggelamnya KMP Windu Karsa di Teluk Bone Kolaka, Sulawesi Tenggara."][/caption] Oleh: Ridwan Demmatadju Laut jadi kuburan Laut jadi air mata Laut menjadi bingkai dari akhir perjalanan ini dan bangkai kapal menjadi  nisan di antara batu karang menjadi pusara tak bernama di dasar tasik Pada sebuah kapal bernama KMP Windu Karsa melewati laut-Nya tengah malam di antara karang dan gelombang di Pulau Lambasina menjadi  rumah pembantaian jiwa-jiwa tak berdosa Satu, dua, tiga, lima, menjadi 24 pusara di laut bertabur duka lara Laut air mata mengalir pada jalan kota Kolaka Laut air mata menjadi televisi dan berita di koran Laut air mata berlalu sekejap mata Dari pelabuhan kematian itu….? berharap pada nasib buruk tak pernah tetapi tak pernah peduli dengan laut-Nya Dan ketika laut di Teluk Bone mulai menagih janjinya Pada tengah malam 27 Agustus 2011 di laut yang tenang itu Lautan air mata mengalir di tanah merah ini. Watuliandu, 09 September 2011

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun