Mohon tunggu...
Ridwan Kurniawan
Ridwan Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Belajar sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Konflik Antar Umat Beragama di Aceh dan Solusi Yang Mungkin Dapat Diterapkan

23 Desember 2022   11:18 Diperbarui: 24 Desember 2022   08:11 1189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik antar agama merupakan suatu fenomena yang sudah ada sejak lama sebagaimana kita ketahui dalam berita-berita atau terdapat dalam arsip-arsip yang ada. Awal mula terjadinya suatu konflik bisa sebabkan karena adanya ketidakserasian dalam konsep atau praktek beragama yang sudah dijalankan oleh suatu agama dan memang melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh suatu agama tersebut. Seperti dalam sejarah pernah dicatat suatu konflik, yaitu adanya perang salib sebab dari konflik agama antara penganut agama Islam dan Kristen di Eropa. Bisa disebutkan juga bahwa konflik ini terjadi karena suatu kelompok agama dengan kelompok agama lainnya yang berbeda saling menganggp bahwa agamanya lah yang paling benar. Biasanya konflik disertai dengan saling menyerang, membakar tempat peribadatan, ataupun pengrusakan tempat-tempat yang memang dianggap sakral oleh suatu pemeluk agama. Pada dasarnya manusia memang tidak bisa menghindari konflik, karena konflik akan seanantiasa ada dalam berbagai dinamika kehidupan manusia. Salah satunya yaitu adalah konflik dalam agama. Apalagi di Indonesia yang merupakan suatu negara yang memiliki keberagaman dalam beragama dan memang memberi kebebasan dalam menganutnya. Salah satu diantaranya adalah konflik agama yang terjadi di Aceh, yaitu konflik antara penganut agama Islam dan penganut agama Kristen. Dimana terjadi kerusuhan dan adanya pembakaran terhadap tempat peribadatan sehingga menimbulkan korban jiwa. 

Yang menjadi akar dari konflik yang mengatasnamakan agama di Aceh ini adalah karena sengketa izin mendirikan bangunan Gereja di daerah Gunung Meriah, Aceh Singkil. Menurut salah satu pengurus Gereja, memang susah dan mengaku kewalahan dengan banyaknya persyaratan untuk mengurus izin mendirikan bangunan gereja di provinsi ini yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Konflik yang terjadi ini pecah saat massa yang terdiri dari 600 orang lebih membakar sebuah gereja protestan, dimana mereka juga dihadang oleh warga kristen yang sudah siap siaga bersama polisi dan militer. Dalam bentrokan yang terjadi ini seorang meninggal akibat tembakan dan empat orang lainnya mengalami luka akibat lemparan batu. Polisi dan tentara tersebut dikerahkan untuk mengatasi bentrokan. Akibat dari bentrokan ini terjadilah sebuah demonstrasi yang melibatkan remaja Muslim, dimana mereka menuntut pemerintah lokal untuk membongkar sejumlah Gereja yang menurut mereka didirikan dan beroperasi secara ilegal dikarenakan tidak memiliki surat izin bangunan. Oleh karena tuntutan itu pemerintah menyatakan bahwa akan ada 21 gereja yang dibongkar. Kini kehidupan warga Kristen menjadi berubah drastis. Dikarenakan mereka tidak memiliki tempat ibadah. Warga Kristen di Aceh Singkil ini kemudian mendirikan tenda-tenda yang diubah menjadi naungan mereka ketika akan menjalankan kebaktian. Diantaranya banyak dibangun di ditengah-tengah kebun sawit, yaitu bertujuan untuk menghindari kecaman umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas di daerah tersebut. Warga Kristen ini berharap adanya jaminan beribadah dan kebebasan dalam beragama di provinsi yang menerapkan syariat Islam itu.

Faktor penyebab konflik antar agama ini bisa terjadi karena kecenderumat suatu umatb eragama yang berupaya untuk membenarkan ajaran agamanya masing-masing. Yang dimana sikap tersebut bisa menjadikan seseorang merendahkan orang lain yang tidak sepaham dengana jarannya. Bahkan didalam satu agamapun bisa terjadi. Keyakinan tentang yang benar itu memang didasarkan pada Tuhan sebagai sumber kebenaran. Karena keragaman manusialah kebenaran itu bisa berbeda ketika dimaknakan. Karena perbedaan ini pun tidak bisa dilepaskan dari berbagai reverensi dan latar belakang orang yang meyakininya. Namun keyakinan tersebut bisa berubah menjadi pemaksaan konsep-konsep gerakannya kepada orang lain yang berbeda keyakinan dengan mereka. Karena bisa saja di dalam suatu agama terdapat doktrin yang mengajak seseorang untuk menuju keselamatan dan dibarengi dengan kewajiban untuk mengajak orang lain.

Jika diterapkan ke dalam teori George Simmel yang mengatakan bahwa konflik itu bukanlah suatu hal yang selalu bersifat negatif. Contohnya seperti dapat mengancam retaknya suatu kebersamaan antar individu maupun kelompok. Menurutnya konflik itu merupakan dasar bentuk dari terjadinya sebuah interaksi antar individual maupun kelompok, sehingga memungkinkan interaksi dapat terus berlangsung. Bagi Simmel, yang mengancam retaknya suatu kebersamaan bukanlah konflik, melainkan tidak adanya keterlibatan antar individual maupun kelompok. Dalam kasus diatas, terlihat bahwa adanya dua konflik antar umat beragama. Konflik ini terjadi akibat tidak adanya izin untuk pembuatan Gereja di wilayah tersebut sehingga banyak orang Muslim yang mendemonstrsi untuk dirobohkannya Gereja. Konflik juga disebabkan karena adanya dorongan untuk menyerang atau mengahncurkan lawannya. Bisa jadi juga bahwa konflik ini terjadi karena adanya perbedaan-perbedaan antar pihak yang bisa menyebabkan rasa benci sehingga menimbulkan pertikaian dalam suatu individu atau kelompok dalam masyarakat. 

Maka dari itu perlunya membangun sikap toleransi terhadap umat beragama. Yaitu saling merelakan untuk menerima kenyataan adanya sebuah perbedaan. Meskipun berbeda pendapat tetap harus memperlihatkan sikap saling menghargai dan memberikan kebebasan kepada seseorang yang berbeda tersebut. Toleransi disini bukan berarti juga seseorang harus mengorbankan kepercayaan atau prinsip yang dianutnya. Dalam toleransi ini sebaliknya harus tercermin sikap yang kuat untuk mempertahankan keyakinan atau pendapatnya. Dengan adanya toleransi perbuatan diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda tidak akan terjadi. Justru dengan saling menghargai dan saling memberikan kebebasan akan menjadikan kehidupan keberagamaan akan tentram dan damai. Jika melihat kembali kasus di atas berarti pemerintah harus lebih tegas kembali dalam mengambil keputusan. Seperti permintaan umat Kristen dalam membangun tempat peribadatanya tidak terlalu dipersulit. Karena tempat peribatan juga merupakan bagian dari kebebasan dalam beragama dan berkeyakinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun