Mohon tunggu...
Cah Indo
Cah Indo Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Working employee

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Rupiah Makin Terseok, Apa yang Harus Dilakukan?

11 Desember 2014   22:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:30 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rehat sebentar dari segala berita-berita politik yang semakin menyebalkan yang telah membawa negara ini jadi saling serang sesama anak bangsa. Tapi kalau debat sih tidak apa-apa, kecuali jika menjurus pada kekerasan dan penghinaan (kata goblok, bego dll) terhadap sesama anak bangsa baik itu dari KIH atau KMP itu tidak layak. Mungkin bagi beberapa orang yang memperhatikan pergerakan ekonomi kita, beberapa belakangan ini nilai mata uang Rupiah kita semakin terseok-seok dan makin menjadi-jadi saja. Harapan awal setelah selesainya gelaran politik apalagi dengan kemenangan pak Jokowi yang terpilih sebagai Presiden RI ke-7 belum mampu membawa sentimen positif yang significant terhadap nilai mata uang kita. *sumber : Portal Bank Indonesia (kurs tengah BI) Tahun 2014 rupiah diawali dengan penguatan rupiah terhadap Mata Uang Paman Sam dari Rp 12.300 menjadi Rp 11.200 (terapresiasi hampir 10%) dalam waktu 3 bulan. Amazing juga yah gerak cepat pemerintahan memperkuat mata uang. Tapi saya ga tau karena faktor apaan, yang saya lihat kinerja tim keuangannya awal tahun cukup bagus jika berdasarkan pergerakan Mata Uang. Namun semakin mendekati pemilu, Mata Uang rupiah mulai terseok-seok lagi, mungkin karena kekhawatiran pasar karena tensi politik yang tinggi saat itu. Namun menguat kembali setelah Pemilu legislatif sukses dilaksanakan. Mendekati pemilihan presiden, rupiah makin terseok-seok kembali menyentuh angka Rp 12.000 dan menguat kembali setelah namun hanya sebentar saja dan melemah kembali hingga kisaran Rp 12.200. Efek pak Prabowo menyalami pak Jokowi memberikan sentimen sangat positif. Bayangkan tidak butuh satu minggu rupiah menguat dari Rp 12.200 ke Rp 12.000. Namun setelah itu rupiah sudah tidak punya kekuatan kembali dan terus melemah walaupun adanya pelantikan kabinet kerja. Setelah itu saat pengumuman kenaikan BBM rupiah sempat menguat ke Rp 12.180 namun setelah tanggal 22 November secara konsisten Rupiah melanjutkan pelemahan kembali. Padahal sebelum kenaikan BBM, BI sudah mengeluarkan jurus ampuh berupa kenaikan BI rate tetap membuat rupiah seperti lelaki yang tidak perkasa. Sentimen yang diharapk atas Jokowi Effect terhadap nilai mata uang tidak kuat membuat Mata Uang Republik ini menjadi Perkasa. Jokowi Effect ditambah dengan BI Rate effect tidak kuat melawan FED effect yang sudah santer akan menaikkan suku bunga acuannya yang diperkirakan akan membuat capital inflow menuju negeri paman sam sehingga mata uang Rupiah dan Regional sama-sama tertekan semuanya. Entah apa yang akan terjadi pada Rupiah dalam waktu dekat ini, walaupun BI sudah mulai intervensi pasar untuk menahan laju kejatuha Rupiah. Yah sudah itukan ngomong masalah negaranya, lalu apa efeknya dengan kita sebagai pribadi. Sebenarnya efek secara tidak langsung tidak ada namun perlahan-lahan barang-barang import akan mengalami kenaikan secara perlahan-lahan seiring dengan perlemahan rupiah. Bukan hanya produk teknologi, namun juga bahan pokok impor, kayanya makin inflasi saja neh, apalagi kondisi cuaca yang juga mulai memburuk. Semoga Tim kerja Jokowi bisa kuat menahannya dan menemukan solusi jangan sampai KO. Pergerakan mata uang paling bagus saat pak SBY dan Pak JK memimpin dimana mata uang cukup stabil mungkin didukung dengan kondisi politik yang stabil. Melihat banyaknya kondisi negatif dalam negeri baik itu kondisi Politik (baik anak bangsa maupun pemimpin saling berantem satu sama lain), Inflasi yang meningkat imbas kenaikan BBM, belum adanya sentimen positif dari negeri sendiri, kebutuhan korporasi akan mata uang Paman Sam yang meningkat di akhir tahun, supply USD yang semakin langka, akan dinaikkannya suku bunga acuan FED, tidak berefeknya kenaikan BI Rate yang baru saja dinaikkan, kondisi cuaca yang memburuk seluruh Indonesia, neraca yang masih negatif, seringnya pejabat publik ngomong ga diayak dulu di muka publik. Finally saya akhirnya memilih komposisi saving 30% rupiah dan 70% USD. Bukan karena tidak cinta negara ini, tapi minimal saya harus mempertahankan daya beli saya terhadap konsumsi. Sambil menunggu pergerakan dan sentimen positif selanjutnya. Namun jika dengan kondisi seperti ini ekspor kita meningkat, dan para kabinet berhenti bicara dan banyak Bekerja di Muka Publik dan ada efeknya terhadap keuangan negara dan kondisi politik anak bangsa sudah mulai membaik, mungkin saya akan perbanyak memegang Rupiah kembali. Sekarang tabungan USD cukup dibawah $500 saja sudah bisa buat bank account. Tapi dibalik itu, inilah saatnya bagi Menteri Perdagangan untuk menggenjot ekspor negara kita dan memperbaiki keperkasaan mata uang negara tercinta ini kembali. Lalu apa yang akan anda lakukan terhadap kondisi ini? Apa strategi keuangan anda? #Salam Indonesia Damai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun