Mohon tunggu...
Ridwan Arifin
Ridwan Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Munsyi dan Narablog

Bahasa, Penerjemahan, Linguistik, Keimigrasian, Blog di https://ridwanbahasa.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Disahkan, Ini 8 Poin Revisi UU Keimigrasian dalam UU Cipta Kerja (Omnibus Law)

7 Oktober 2020   06:28 Diperbarui: 12 November 2020   05:11 5304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prinsip dan Ruang Lingkup UU Cipta Kerja

DPR telah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dalam rapat paripurna yang digelar Selasa, 6 Oktober 2020. Kemudian, tanggal 2 November 2020, Presiden Joko Widodo menandatangani UU Cipta Kerja. UU N0. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini dirumuskan atas prinsip pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan, dan kemandirian. Ruang lingkup UU Cipta Kerja ini meliputi peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan, UMK-M serta perkoperasian, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, pengadaan lahan, kawasan ekonomi, investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional, pelaksanaan administrasi pemerintahan, serta pengenaan sanksi.

Apa saja isi Omibus Law Cipta Kerja?

Undang-Undang setebal lebih dari 1.000 halaman ini, menggabungkan banyak UU yang telah direvisi berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja. Omnibus law ini hanya merevisi beberapa ketentuan pada pasal dan ayat dalam UU yang telah ada. Ketentuan selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri. Salah satu UU yang direvisi dan dimuat dalam omnibus law ini adalah Undang-Undang No.6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Revisi UU Keimigrasian dalam UU Cipta Kerja

Lantas, apa saja poin yang direvisi dalam UU Keimigrasian dan masuk ke dalam UU Cipta Kerja?

UU Cipta Kerja merevisi 8 poin, yakni Pasal 1 angka 18 dan angka 21, Pasal 38, Pasal 39, Pasal 40, Pasal 46, Pasal 54, Pasal 63, dan Pasal 71. Terdapat 6 ayat perubahan dan 5 ayat baru, yaitu Pasal 39 ayat (2), Pasal 40 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 46 dengan penambahan ayat (4), Pasal 54 ayat (1) dan penambahan ayat (4), Pasal 63 ayat (4), dan penambahan ayat (6) dan (7), serta Pasal 71 ayat (1) dan penambahan ayat (2). Semua pasal  dan ayat yang direvisi dan ditambahkan ini menyangkut Visa, Izin Tinggal, dan penjaminan bagi Orang Asing di Indonesia.

Delapan poin revisi UU Keimigrasian ini meliputi:

  1. Visa Indonesia dapat berupa stiker visa atau visa elektronik dan dapat tidak diterbitkan di KBRI/KJRI (Pasal 1 angka 18). Izin Tinggal dapat berbentuk manual atau izin tinggal elektronik (Pasal 1 angka 21).
  2. Visa Kunjungan diberikan juga untuk kegiatan pra-investasi (Pasal 38).
  3. Visa Tinggal Terbatas (VITAS) diberikan juga untuk Orang Asing sebagai rumah kedua (Pasal 39 huruf a) dan VITAS selanjutnya diatur dalam PP (Pasal 39 ayat 3).
  4. Visa kunjungan dapat tidak lagi diterbitkan di KBRI/KJRI (Pasal 40 ayat 2) dan Visa kunjungan diterbitkan oleh Pejabat Imigrasi atau Pejabat Dinas Luar Negeri di KBRI/KJRI (Pasal 40 ayat 3).
  5. Izin Tinggal Terbatas (ITAS) yang diterbitkan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), Orang Asing tidak perlu melapor ke kantor imgirasi (Pasal 46 ayat 4).
  6. Izin Tinggal Tetap (ITAP) dapat diberikan juga keapda Orang Asing sebagai rumah kedua (Pasal 54 ayat 1 huruf a) dan ketentuan selanjutanya tentang ITAP diatur dalam PP (Pasal 54 ayat 4).
  7. Ketentuan penjaminan (sponsorship) tidak berlaku bagi pelaku usaha asing atau penanam modal/investor asing (Pasal 63 ayat 4 huruf b), serta pembebasan penjaminan yang bersifat resiprokal (Pasal 63 ayat 4 huruf c). Pelaku Usaha/investor asing menyetorkan jaminan keimigrasian sebagai pengganti penjamin (Pasal 64 ayat 6). Ketentuan selanjutnya tentang tata cara penjaminan diatur dalam PP (Pasal 64 ayat 7).
  8. Orang Asing di Indonesia wajib menyerahkan Dokumen Perjalanan atau Izin Tinggalnya jika diminta oleh Pejabat Imigrasi dalam rangka pengawasan keimigrasian (Pasal 71 ayat 1 huruf b). Ketentuan selanjutnya tentang pemenuhan kewajiban keimigrasian diatur dalam PP (Pasal 71 ayat 2).

Tiga Poin Revisi yang Signifikan

Dalam revisi UU Keimigrasian tersebut, tiga poin signifikan perlu pembahasan khusus, yakni visa dan izin tinggal elektronik, rumah kedua, dan pembebasan ketentuan penjaminan yang resiprokal. Peratma, Direktorat Jenderal Imigrasi tengah menerbitkan kebijakan visa onshore (permohonan saat di luar Indonesia) dan visa offshore (permohonan saat di Indonesia). Pengajuan visa ini dapat dilakukan secara daring melalui www.visa-online.imigrasi.go.id oleh seorang penjamin. Ditjenim kemudian menerbitkan visa elektronik untuk masuk ke Indonesia atau untuk tinggal di Indonesia jika masa berlaku izin tinggalnya berakhir. Kemudian, apakah kebijakan visa ini berlangsung hanya saat pandemi? Bagaimana kebijakan visa setelah pegebluk berakhir?

Kedua, konsep yang mungkin diadopsi dari program MM2H adalah visa dan izin tinggal “rumah kedua”. MM2H kependekan dari Malaysia My Second Home, yaitu visa bagi Orang Asing untuk tinggal di Malaysia dengan visa sosial budaya berlaku sepuluh tahun dan dapat diperpanjang. Malaysia menawarkan sejumlah insentif, yakni kesempatan belajar, bekerja paruh waktu, investasi, pembelian properti, bebas pajak dan keuntungan lainnya. Orang Asing dengan MM2H wajib menyetorkan sejumlah uang ke negara sebagai penjaminan. Lalu, bagaimana kebijakan rumah kedua bagi Orang Asing yang akan berada di Indonesia? Akankah serupa tapi tak sama?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun