Belum bandara internasional lain, pelabuhan laut lain dan pos lintas batas. Belum yang perpanjangan visa sebesar US$35/orang/perpanjangan, serta belum mereka yang overstay (melebihi masa tinggal) yang harus membayar denda Rp300.000/orang/hari.
Jika lima negara tersebut tidak bebas visa, Indonesia mendapat pendapatan dari visa US$35/orang/kunjungan dan pendapatan dari PPN (hotel, pesawat, restaurant dsb.). Tapi sayang, dengan bebas visa, negara hanya memperoleh pendapatan dari PPN saja.
Tak Hanya Wisata
Wisman datang ke Indonesia tak sebatas liburan atau berwisata. Mereka berbisnis, rapat, presentasi, rohani dsb. Rata-rata lama kunjungan wisman asal Tiongkok, Jepang dan Korsel antara 3 hingga 7 hari di Bali. Apakah ini juga meningkatkan devisa negara dari PPN jika lama kunjungan hanya 3 hingga 7 hari? Tak sedikit pula WN Tiongkok yang bekerja dan bermasalah di Indonesia.
Perhitungan Devisa Pak Menteri
Ini hitung-hitungan bapak Menteri, “Memang untuk penambahan 500 ribu ini kita kehilangan 35 dolar ongkos fee per orang. Jadi seluruhnya 11,5 juta dolar kita hilang. Tapi pemasukan yang akan didapat nanti, dengan pengeluaran wisman di Indonesia per wisman 1.200 dolar, maka pemasukan ke Indonesia minimal 40 juta dolar per tahun,”
Tak Saling Bebas Visa
5 negara bebas visa ini baru Jepang yang bersifat resiprokal (saling bebas visa), bagi WNI yang akan ke 4 negara (Tiongkok, Australia, Rusia, dan Korsel) wajib menggunakan visa dari kedutaan.
Perbaiki Infrastruktur Pariwisata
Untuk meningkatkan wisman, sebaiknya segera perbaiki infrastruktur, akses (jalan, jembatan, trotoar dsb.), informasi (directory/map/legend), transportasi (transportasi umum: bus, kereta, kapal dsb.), serta fasilitas (air, listrik, bahan bakar dsb.).
Semoga kebijakan ini dikaji ulang demi kedaulatan negara yang tak terkesan dijual bahkan diobral. Saya yakin dan mendukung pemerintah dalam meningkatkan infrastruktur, akses dan fasilitas secara bertahap, tapi membebaskan visa lima negara demi tingkatkan wisman dan devisa jangan jadi prioritas.