Mohon tunggu...
Rismawati Idris Rahardian
Rismawati Idris Rahardian Mohon Tunggu... PEMELAJAR -

PEMELAJAR; MASIH MENGEJA AKSARA DALAM KERTAS. PEMUISI; HIDUP DALAM BUAIAN AKSARA DAN KEMETAFORAAN. PEMUJA KEHARMONISAN; MENCINTAI HIDUP YANG PENUH WARNA.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahasa Sebagai Budaya Kita

28 Oktober 2015   10:09 Diperbarui: 28 Oktober 2015   10:57 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Sebagai suatu negara yang unik dan khas dengan keanekaragaman, Indonesia telah menjelma menjadi negara yang utuh dengan persatuannya. Hal itu ditandai dengan adanya keanekaragaman suku bangsa dan etnis budaya dari setiap daerah. Keberagaman tersebut merupakan kesatuan yang unik sehingga membuat bangsa ini berbeda dengan bangsa lain. Di sisi lain, keberagaman telah menjadi pemicu akan lahirnya Sumpah Pemuda yang akan identik dengan lahirnya bahasa kesatuan.

Dahulu, masyarakat Indonesia hanya mengenal bahasa Melayu untuk berkomunikasi. Namun, para pemuda mulai menyadari bahwa tidak semua penduduk Indonesia mengerti dan menggunakan bahasa itu untuk berkomunikasi. Atas dasar tersebutlah pemuda Indonesia bertekad untuk mengikrarkan dan mencetuskan bahasa persatuan, yaitu  bahasa Indonesia. Pada dasarnya, bahasa Indonesia bukanlah bahasa yang lahir karena bahasa Indonesia itu sendiri, tetapi lahir dari percampuran bahasa lain. Bahasa yang dimaksud disini ialah bahasa Melayu, Arab, Belanda, dan Inggris. Melalui percampuran bahasa tersebut lahirlah bahasa Indonesia.

Kemunculan bahasa Indonesia tak lepas dari hadirnya peristiwa bersejarah, yaitu Sumpah Pemuda. Peristiwa Sumpah Pemuda tidak hanya melahirkan bahasa persatuan, tetapi telah menjadi tanda lahirnya sebuah bangsa yang matang dan bebas dari benggu penjajah. Karena itu, hakikat berdirinya suatu bangsa ialah dengan adanya bahasa persatuan dan rakyat yang berdaulat. Sebagai suatu sistem tanda dan alat komunikasi, bahasa Indonesia telah mengikat dan menjadi pemersatu dalam keberagaman suku bangsa di Indonesia.  

Semangat berbahasa Indonesia memang sangat terasa pada pasca Sumpah Pemuda. Bahasa tersebut sangat dieluh-eluhkan dan dihargai sebagai bahasa persatuan. Akan tetapi, setelah 87 tahun bersumpah, kebanggaan dan cinta terhadap bahasa persatuan mulai hilang. Pemuda Indonesia mulai melepaskan eksistensi bahasa Indonesia sehingga nilai-nilai dan semangat Sumpah Pemuda tak diacuhkan. Hal itu disebabkan oleh adanya hegemoni dan intervensi negara lain terhadap bahasa Indonesia.

Karena pengaruh tersebut, masuklah paradigma bahwa berbahasa Indonesia tidak ‘modern’, terkesan katro dan tidak ‘kekinian’. Selain itu, paradigma tersebut melahirkan pula anggapan bahwa bahasa persatuan yang sesuai dengan kehidupan saat ini ialah bahasa Inggris. Tak heran jika setiap keluarga berlomba-lomba memaksa anak mereka untuk dapat berbahasa Inggris, tanpa mendahulukan bahasa bangsanya  sendiri.

Seiring dengan perkembangannya, penggunaan bahasa Inggris telah menjadi suatu budaya baru yang dianggap ‘modern’ dan ‘kekinian’. Demi mengikuti budaya tersebut, pemuda Indonesia acap kali berkomunikasi dengan menggunakan dua bahasa atau bilingual. Komunikasi bilingual tersebut dilakukan denga menggabungkan kosakata bahasa Inggris dan bahasa Indonesia saat berkomunikasi. Komunikasi yang demikian itu adalah salah satu bentuk pemborosan dan kelabilan dalam berbahasa.

Di sisi lain, kehadiran bahasa Inggris yang dianggap sebagai bahasa Internasional telah menjadi salah satu syarat untuk melamar pekerjaan di suatu lembaga, baik negeri atau pun swasta. Pasalnya, tes kelulusan dalam ujian mengikuti kompetisi di Indonesia atau pun beasiswa untuk studi di Indonesia. Salah syarat yang harus dipenuhi ialah menyertakan kemampuan berbahasa Inggris, TOEFL.

Lantas tidak adakah bukti untuk kemampuan dan kemahiran berbahasa Indonesia? Lalu mengapa bukti berbahasa Inggris lebih penting di negeri ini? Apakah syarat tersebut pantas dipenuhi untuk bekerja di Indonesia, yang penduduknya menggunakan bahasa Indonesia? Disadari atau tidak, karena peristiwa itulah eksistensi bahasa Indonesia mulai menurun. Ada kepentingan-kepentingan kelompok yang membuat bahasa Indonesia kehilangan nilainya.

Rasa cinta dan kebanggaan terhadap bahasa Indonesia tidak hanya diungkapkan saja, tetapi harus diiringi dengan suatu tindakan nyata. Sumpah Pemuda adalah salah satu bentuk perjuangan yang menyuarakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Semangat dalam Sumpah Pemuda tidak boleh berhenti pada 28 Oktober 1928, tetapi harus terus dirasakan hingga kini. Semangat tersebut dapat menjadi perwujudan akan rasa cinta kepada bangsa Indonesia.

Sementara itu, setiap individu harus sadar akan penting bahasa Indonesia. Kesadaran dapat dimulai dengan cara menempatkan dan menyesuaikan penggunaan bahasa di mana pun kita berada. Hal itu dapat menghindari pemborasan dalam berbahasa. Sebagai bahasa persatuan, bahasa Indonesia tak akan pernah lepas dari sejarah. “Jasmerah (jangan sekali-kali melupakan sejarah)”.  Dengan demikian, janganlah kita melupakan sejarah karena bahasa Indonesia lahir dari adanya sejarah, yakni sejarah kebahasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun