Â
Untuk mencapai status negara maju, Indonesia perlu mengatasi tantangan besar yakni keluar dari "jebakan" pertumbuhan ekonomi yang stagnan di kisaran 5%. Presiden Prabowo telah menetapkan target pertumbuhan yang ambisius, yaitu mencapai 8% per tahun.
Namun, data menunjukkan bahwa dalam dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan berada di sekitar angka 5%. Hal ini menunjukkan adanya kendala struktural yang perlu segera diatasi.
Pertumbuhan sebesar 5% memang cukup baik untuk menjaga stabilitas ekonomi, namun tidak cukup untuk mencapai lonjakan pembangunan infrastruktur, pengurangan kemiskinan secara signifikan, dan transformasi ekonomi yang dibutuhkan untuk mencapai status negara maju.
Oleh karena itu, upaya peningkatan pertumbuhan hingga 8% memerlukan perubahan kebijakan yang strategis, termasuk pada pengaturan impor yang lebih efektif.
Deindustrialisasi yang Terlalu Cepat
Salah satu penyebab utama stagnasi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah fenomena deindustrialisasi yang terjadi terlalu cepat. Pada awal dekade 2000-an, sektor industri manufaktur masih menjadi tulang punggung perekonomian, dengan kontribusi mencapai 28% terhadap PDB pada tahun 2003. Namun, pada tahun 2023, kontribusi sektor ini turun drastis menjadi hanya 18%.
Penurunan ini menunjukkan adanya pergeseran ekonomi dari sektor manufaktur ke sektor jasa yang kurang produktif, yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Deindustrialisasi yang prematur ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan sektor manufaktur dalam menyerap tenaga kerja dan menciptakan nilai tambah yang tinggi.
Padahal, sektor manufaktur memiliki potensi besar dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan ekspor, sehingga diperlukan kebijakan yang proaktif untuk merevitalisasi industri ini.