Pernahkah Anda menonton film The Day After Tomorrow? Dalam film itu, perubahan iklim ekstrem melanda bumi, menyebabkan badai super dan penurunan suhu yang drastis, memicu kehancuran global. Apa yang tampak sebagai fiksi ilmiah di layar lebar kini terasa semakin nyata.
Fenomena cuaca ekstrem---seperti gelombang panas, badai, hingga banjir bandang---semakin sering terjadi, dan kita mulai merasakan dampak nyata dari perubahan iklim.
Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menunjukkan bahwa suhu rata-rata global telah meningkat sekitar 1C sejak era pra-industri.
Kenaikan suhu ini, yang tampaknya kecil, sebenarnya memiliki dampak besar terhadap ekosistem global, mengakibatkan cuaca yang lebih ekstrem seperti gelombang panas, hujan lebat, serta naiknya permukaan laut. Salah satu penyebab utama dari perubahan iklim ini adalah peningkatan jejak karbon yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.
Jejak karbon adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jumlah total emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan langsung atau tidak langsung oleh individu, organisasi, atau produk.
Gas rumah kaca ini, terutama karbon dioksida (CO), terperangkap di atmosfer dan menyebabkan efek rumah kaca, yaitu penumpukan panas yang meningkatkan suhu permukaan bumi.
Aktivitas sehari-hari kita---seperti berkendara, menggunakan listrik, hingga konsumsi barang---semua berkontribusi pada jejak karbon.
Sektor energi adalah penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca global, mencapai lebih dari 70%. Penggunaan bahan bakar fosil untuk listrik, transportasi, dan industri menjadi penyebab utamanya. Ketergantungan ini mendorong peningkatan jejak karbon secara global.
Setiap kali kita menggunakan energi fosil, baik untuk penerangan rumah atau bahan bakar kendaraan, kita menambah emisi karbon. Oleh karena itu, transisi ke energi terbarukan sangat penting untuk mengurangi jejak karbon.
Dampak dari Peningkatan Jejak Karbon