Mohon tunggu...
Rido Nugroho
Rido Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Public Policy and ESG Enthusiast

Tulisan adalah awal dari perubahan, tulisan dapat memengaruhi pikiran, hati, dan tindakan orang banyak. Semua dimulai dari tulisan untuk merubah dunia yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Memperbaiki Citra Industri Nikel Nasional dengan ESG

1 Februari 2024   04:41 Diperbarui: 1 Februari 2024   05:09 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konsep stakeholder capitalism, penting bagi pemilik modal untuk memerhatikan hubungan saling terkait antara bisnis dan para pelanggan, pemasok, karyawan, investor, komunitas, dan pihak-pihak lain yang memiliki kepentingan dalam organisasi.

Tujuan bisnis sejatinya bukanlah hanya menghasilkan penciptaan nilai sebesar-besarnya bagi para pemilik modal, tapi juga perlu memerhatikan pertukaran nilai yang saling menguntungkan para pemangku kepentingan.

Hal ini juga berlaku bagi Industri pertambangan, yang memiliki penciptaan nilai ekonomi yang tinggi, tapi di sisi lain seringkali merugikan masyarakat sekitar tambang.

Potensi Nikel Indonesia

Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, salah satunya adalah komoditas nikel. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut cadangan nikel Indonesia sebanyak 72 juta ton Ni yang merupakan 52% dari total cadangan nikel dunia yang mencapai 139 juta ton Ni.

Menurut laporan Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia pada 2022. Produksi nikel di dunia diperkirakan mencapai 3,3 juta metrik ton pada 2022.

Melihat potensi yang begitu besar, Indonesia begitu menarik bagi investor untuk pengembangan investasi pada sektor pertambangan nikel. Apalagi saat ini pemerintah begitu gencar mendorong program hilirisasi nikel.

Melalui hilirisasi nikel, Indonesia tidak hanya menjual barang mentah dan naik kelas menjadi barang yang memiliki nilai jual yang tinggi.

Sudah bertahun-tahun Indonesia selalu mengekspor bijih nikel, tetapi sekarang, sejak diberlakukannya larangan ekspor bijih nikel pada Januari 2020, Indonesia sudah mencoba ekspor material baterai lithium seperti nikel matte dan mixed hydroxide precipitate (MHP), yang menjadi bahan baku utama untuk produksi nikel sulfat kelas baterai.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) mengklaim Indonesia bisa menaikkan nilai ekspor nikel lebih dari 10 kali kurang dari 10 tahun. Sebagai gambaran di 2014 nilai ekspor derivatif nikel hanya mencapai US$ 3 miliar tetapi di tahun 2022 mencapai US$ 34 miliar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun