Kita mungkin sering bertanya-tanya, ke mana teman-teman kita yang dulu menjadi kebanggaan guru karena nilai prestasi akademiknya tinggi, bertaburan angka 10 atau "A" ?
Kebanyakan kita pasti pernah menduga, kelak merekalah orang sukses yang akan mewarnai kehidupan, menjadi ilmuwan, pemimpin negara atau pengusaha sukses dan seterusnya.
Namun dalam kehidupan nyata, ternyata kita sering kecewa. Karena yang muncul menjadi orang sukses ternyata bukan teman-teman kecil kita yang hebat itu, melainkan sebaliknya. Ya, mereka yang dulu sekolahnya banyak mengalami kesulitan, justru yang tampil menjadi orang sukses.
Di balik kesuksesan Steve Jobs membangun Apple, ternyata ia tidak memiliki prsetasi yang spesial saat masa sekolahnya. Dalam sebuah laporan yang dirilis oleh FBI, diketahui Jobs hanya mendapat Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 2,65 saat lulus dari Homestead High School di Cupertino, California.
Bahkan Albert Einstein yang identik dengan sosok jenius dianggap idiot saat sekolah, dan penemu sepanjang sejarah Thomas Alva Edison, dikeluarkan dari sekolah.
Dalam buku mindset, karya Carol S. Dweck, mengungkapkan hasil penelitiannya yang menemukan bahwa ada faktor lain yang lebih penting dari kecerdasan yaitu mindset.
Dalam hal ini, Dweck menekankan ada 2 (dua) jenis mindset. Pertama mindset tetap (fixed mindset) dan kedua mindset tumbuh (growth mindset).
Orang bermindset tetap cenderung mementingkan apa yang didapat dari masa lalunya, yaitu prestasi sekolahnya yang tampak dalam ijazah dan gelar sekolah. Dan sekali didapat mereka menganggap prestasi itu akan berlaku selamanya. Mereka berusaha tetap pintar dengan menghindari tantangan dalam hidup.
Sebaliknya, yang bermindset tumbuh berani menghadapi tantangan baru. Mereka percaya bahwa kecerdasan bisa bertumbuh seperti otot, yang jika dilatih terus-menerus akan menjadi besar dan kuat.
Hal ini bukan berarti menganggap ijazah tidak penting. Namun memprihatinkan saat orang-orang yang pintar saat di sekolah terkurung dalam pikiran mereka sendiri, yaitu fixed mindset.