Mohon tunggu...
Nurul Hasanah
Nurul Hasanah Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis dengan latar belakang pelukis

peneliti

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalan Tidak Harus Selalu Lurus!

5 Maret 2016   08:19 Diperbarui: 5 Maret 2016   09:36 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika manusia berumur 56 Tahun tentunya ia sudah harus memiliki kematangan dan kesempurnaan. Meskipun tidak semua manusia dengan umur seperti itu menjadi dewasa dalam sikap dan prilakunya. Tentu perumpamaan ini tidak dapat disamakan dengan umur 56 Tahun pembangunan di Kabupaten Kolaka. Satu hal yang menarik perhatian dari wajah Kabupaten Kolaka saat ini adalah jalan utama Kolaka-Kendari dilebarkan agar bisa dilewati dengan dua jalur sebagaimana jalan-jalan utama di kota besar di Indonesia. Kegiatan melebarkan jalan ini, tentunya menjadi penting buat masyarakat di Kabupaten Kolaka. Sepengetahuan saya, rencana melebarkan jalan ini sudah lama direncanakan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka, masih di tangan Bupati Adel Berty dan Buhari Matta rencana ini digagas namun belum bisa diwujudkan.Kini rencana itu bisa diwujudkan ditangan Bupati Ahmad Safei.

Dan hari ini Kota Kolaka nampak gersang tanpa rimbunan pohon di sepanjang jalan utama, juga debu bekas tanah galian dan bongkaran sejumlah bangunan pagar yang terkena jalur pelebaran jalan menjadi pemandangan yang biasa akhir-akhir ini. Sedikitnya 1500 pohon yang tumbuh di sepanjang jalan itu harus di tebang habis sampai ke akar-akarnya. Tentu dampaknya Kolaka yang dulunya begitu teduh di jalur ribuan pohon itu kini berubah panas menyengat kulit.Tak hanya itu, sejumlah sambungan kabel telepon dan listrik harus terputus terkena alat berat yang menggali dan membongkar trotoar jalan. 

Pelebaran jalan utama Kota Kolaka ini Nampak berjalan mulus tanpa hambatan dari masyarakat yang terkena jalur pelebaran jalan ini. Dapat berjalan mulus karena sudah melalui proses sosialisasi dan ganti rugi dari pemerintah bagi masyarakat yang terkena jalur pelebaran jalan ini. Jadi semua berjalan lancar, tidak ada aksi protes dan unjuk rasa sebagaimana biasanya jika melihat penggusuran lahan ataupun eksekusi tanah milik Negara. Dengan kesadaran yang luar biasa dari masyarakat Kolaka, bahwa ini untuk kepentingan umum dan untuk perkembangan daerah dalam jangka panjang.
Melebarkan jalan memang sebuah keharusan untuk memenuhi kebutuhan sarana transportasi darat di Kabupaten Kolaka. Dapat dibayangkan jika pelebaran jalan tidak dilakukan sekarang maka suatu saat nanti jalan di Kota Kolaka juga akan macet seperti jalan-jalan di Kota Jakarta dan Makassar.

Jadi ini merupakan hal terbaik yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kolaka-Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara. Paling tidak dia menjadi prestasi Bupati Ahmad Safei setelah berakhir masa jabatan periode pertamanya, selain masih banyak lagi yang akan diingat oleh masyarakat Kolaka.Seingat saya rencana melebarkan jalan ini sudah ada di saat Adel Berty mejabat Bupati Kolaka dan mengalami banyak hambatan dari masyarakat juga anggaran pembebasan dan ganti rugi yang cukup besar harus digelontorkan lewat APBD Kolaka di masa itu.

Sejauh ini pelebaran jalan dengan segala resikonya belum banyak diungkap media lokal yang terbit di Kolaka, misalnya nilai kerugian dari pihak perusahaan seluler, listrik dan air yang terkena dampak dari kegiatan ini. Juga sejumlah bangunan pagar kantor pemerintah hampir mencapai ratusan juta harus dirusak untuk kepentingan proyek ini. Adakah yang salah dari rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Kolaka, sehingga hal ini harus terjadi. Dari sisi ini, terkesan pembangunan sarana dan prasarana milik pemerintah di Kolaka dibangun tanpa memperhatikan tata ruang? Padahal kalau daerah ini punya rencana tata ruang dalam membangun, sudah dipastikan nilai kerugiannya bisa dihindari. Atau memang dari dahulu kala RTRW Kolaka tidak pernah ada ? Ada tapi tidak diketahui dan dikoordinasikan/disosialisasikan secara terbuka ? Entahlah. Sampai disini saya tidak bisa melanjutkan tulisan ini, karena harus berhadapan dengan hitungan teknis anggaran yang jumlahnya ratusan juta. Saya hanya bisa membayangkan jika nilai kerugian itu dipakai untuk peningkatan fasilitas pendidikan maka tidak ada lagi sekolah yang melakukan pungutan liar atas nama perbaikan mutu. Begitukah seharusnya !

Watuliandu, 05/4/2016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun