Sumber Photo : JPNN.com
Salah satu butir dari pidato Mega di sela-sela kongres ke -IV PDIP di Bali cukup menohok semua orang. Mega menyebut sekaligus mengancam bahwa,"Kalau ada yang tidak mau disebut petugas partai, keluar!" . Jelas ancaman tersebut diarahkan pada Jokowi. Jokowi sendiri tahu maksud dari ancaman Mega, akan tetapi hanya bisa diam dan tak lebih senang mengalihkan pembicaraan yang lain. Lebih baik dia diam dan menggeluti pekerjaan lamamya blusukan ke pasar-pasar memantau harga paska kenaikan BBM. Di sisi lain, Jokowi terlalu sibuk memikirkan persiapan pernikahan anaknya dari sekedar mikirin omongan Mega yang kelihatan besar tetapi isinya kosong.
Penyebutan petugas partai itu sendiri ditujukan kepada kadernya, akan tetapi makna petugas partai terasa istimewa pada saat  Jokowi dicalonkan jadi capres oleh Megawati dan PDIP-nya. Saat itu kita merasa sedih, tanpa tendeng aling-aling Mega menyebut Jokowi sebagai petugas partai dihadapan publik, disorot ribuan kamera, dan ditayangkan lewat layar TV ke seantero negeri. Keinginan yang kuat untuk menjadi Presiden menjadikan Jokowi harus rela dipermalukan  oleh Mega saat itu. Namun ada juga beberapa orang menduga sementara saat itu, Jokowi tidak merasa dipermalukan. Buktinya Jokowi tunduk dan mencium tangan Mega, seperti apa yang diperlihatkan pada tabloid obor rakyat. Harapan Jokowi saat itu semoga Mega dan PDIP tidak merecoki dia bilamana dia jadi presiden.
Bukan Mega namanya, sekali terperangkap dalam jebakannya, selamanya orang tersebut harus ada dibawah ketiaknya. Ujian pertama yang dihadapi Jokowi ketika dia diminta meluluskan permintaan Budi Gunawan jadi kapolri. Jokowi tak kuasa menolak, meski tahu BG tersandung urusan korupsi. Jokowi meluluskan hasrat birahi Mega. Namun tak berapa lama, setelah ada tekanan dari publik, Jokowi membatalkan BG jadi Kapolri. Tampak sekali, Jokowi galau. Beragam cara Jokowi lakukan untuk memecahkan kegundahan tesebut. Salah satu yang ditemui Jokowi adalah Prabowo yang merupakan lawan politik, bukan Mega yang menjadi induk semangnya. Sepertinya Jokowi lebih nyaman dengan lawan politiknya daripada dengan tim pengusungnya. Apalagi dari hasil pertemuan dengan Prabowo menghasilkan sebuah keputusan yang cerdas dari Prabowo, bahwa dia mengatakan,"Apapun yang diputuskan Jokowi, KMP akan selalu mendukung". Inilah bukti hubungan mereka berlangsung dengan baik dan damai, meskipun dalam musim pilpres lalu keduanya berseteru hebat. SBY saja cemburu dengan pola hubungan mereka berdua. Wajar saja SBY cemburu, di akhir masa pemerintahannya, SBY berharap banget bertemu dengan Mega, tetapi kerap ditolak oleh Mega.
Ujian kedua, tentu saja adalah perihal dengan kenaikan BBM. Mega dan PDIP kerap menyebut dirinya partai wong cilik. Kenaikan BBM dipandang sesuatu yang mencederai partainya. Tidak semua kader PDIP setuju dengan kenaikan tersebut. Tapi mereka tidak berbuat apa-apa, karena presidennya berasal dari kadernya, tentu saja bagaimanapun harus dibela, meski tidak setuju. Sebagian kader tentunya ketakutan bersuara menentang kenaikan BBM. Umumnya mereka takut, Megawati memecatnya, atau mem-PAW-kan. Hanya saja Effendi Simbolon yang berani berkoar. Mega sengaja membiarkan ES, agar ciri PDIP sebagai partai wong cilik masih jelas kelihatannya. Mega sendiri menjerit dan merasa "Sakitnya Tuh Disini". Dia menuduh orang-orang yang dibelakang Jokowi atau dia sebut "Penumpang Gelap" yakni orang-orang yang tidak berjuang atau berkeringat di masa kampanye, menjerumuskan Jokowi pada tindakan yang salah.
Atas 2 ujian tersebut, menjadikan Mega tertohok, seakan tidak berdaya mengahadapi Jokowi yang kini lepas dari asuhannya. Ubun-ubun Mega menggelegak panas, hingga pada puncaknya pada kongres ke-IV, Mega meledakan amarahnya kepada Jokowi dan tentunya para relawan Jokowi diluar PDIP. Bagi Mega, Jokowi selamanya dianggap bukan presiden beneran, tetapi yang jelas tidak disebut abal-abal. Mega menganggap dirinya lebih tinggi kedudukannya dibanding Jokowi. Jadi mana yang benar? Jokowi adalah Presiden RI atas nama rakyat, atau Presiden RI atas nama petugas PDIP dibawah ketiak Mega. Mikir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H