Mohon tunggu...
Dean Ridone
Dean Ridone Mohon Tunggu... Administrasi - Saya Hanya orang Biasa

lesung pipit

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kritik Pedas Untuk Jokowi dari Tokoh JIL

12 Desember 2014   23:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:25 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber photo : republika.co.id

Yudi Latif adalah salah satu tokoh muda JIL (Jaringan Islam Liberal) sama halnya dengan Anis Baswedan. Bedanya Anis saat ini duduk manis di pemerintahan didapuk sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah. Usaha yang pantas buat seorang Anis berkat perjuangan kerasnya membela mati-matian Jokowi-JK pada saat kampanye pilpres lalu. Lain cerita dengan Anis, Yudi masih jalan di tempat. Dari tempat satu ke tempat yang lainnya mencari sesuap nasi sebagai pengamat kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Kali ini yang menjadi pengamatannya adalah kebijakan Jokowi. Kebijakan  Jokowi dipandang miring olehnya karena tidak mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Lalu kemudian dia mempersonifikasikan bahwa Jokowi adalah tipe   Pemimpin bermental budak karena dinilai tidak memiliki keberanian dalam mewujudkan kedaulatan politik, kemandirian ekonomi dan budaya bermartabat.

"Trisaksi gagal diwujudkan akibat pemimpin negara bermental budak," kata Yudi (Rmol, 8/12/14) Yudi sengaja berbicara keras ditujukan kepada Jokowi, karena dia merasa tidak puas dengan kebijakan Jokowi. Omongan Jokowi tentang revolusi mental tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, seperti apa yang dia dengungkan dulu. Justru sebaliknya, Jokowi sendiri yang mengkandaskan revolusi tersebut di saat pembentukan kabinet.

"Hanya saja revolusi mental itu seolah kandas di tangan Jokowi sendiri, ketika dalam pembentukan kabinet. Di mana banyak kekuatan di luar Jokowi dan orang-orang yang tidak berdarah-darah dan juga pemodal ternyata mampu menentukan susunan kabinet,” tegas Yudi Latif. Keputusan Jokowi dengan mengambil kebijakan dipandang Yudi adalah sebuah bentuk antitesa dari apa yang dilakukan SBY. Jika SBY dipandang sebagai presiden yang sulit mengambil keputusan, sebaliknya Jokowi adalah  presiden yang cepat mengambil keputusan. Hanya saja dalam mengambil keputusan, Yudi meragukan Jokowi punya bekal pengetahuan yang benar. "Jokowi sebagai eksekutor yang baik, tapi apakah hal itu sudah melalui pengetahuan yang benar? Seperti kenaikan harga BBM, penenggelaman kapal ikan, larangan menteri hadir ke DPR dan lain-lain?” tanya Yudi Latif. Tentang kenaikan BBM, Yudi bersemangat mengkritik Jokowi karena menyangkut persoalan hak dasar rakyat. Kenaikan harga BBM  dilakukan ketika harga BBM dunia mengalami penurunan signifikan, yaitu dari 105 dollar AS/barel menjadi 80-an dollar AS/barel menjadi bahan kritik yang dibumbui dengan kecurgaan ada pihak asing yang bermain dengan kenaikan BBM tersebut. Begitu pun dengan masalah penenggelaman kapal jangan cuma yang ditenggelamkan perahu milik masyarakat. "Ada apa sebenarnya dibalik semua ini? Adakah ritel-ritel asing yang mengambil keuntungan dengan mencabut subsidi itu? Sebab, menaikkan harga BBM yang sedang turun, berarti kini rakyat yang mensubsidi negara. Penenggelaman kapal jangan sampai hanya hangat-hangat tahi ayam, juga kapal ikan beneran bukan perahu milik masyarakat pedalamaan atau stateless,” katanya. Kritik Jokowi lalu menyinggung tentang pengalaman politik Jokowi. Menurut Yudi, Jokowi belum berpengalaman di dunia politik, walaupun tidak ada yang menampikan bahwa dia pernah menjadi Walikota Solo, dan gubernur Jakarta satu setengah tahun, namun tetap menurut pandangan Yudi dirasa belum memiliki banyak pengalaman. "Jangan-jangan sekarang pun Jokowi tidak tahu kalau ada orang di sekitarnya sebagai pencoleng uang negara. Bahwa demokrasi itu harus diperjuangkan secara kolektif, bukan individualistik, dan instrumennya adalah parpol. Bukan kerumunan kelompok fasis, dan bukan pula berdasarkan suara yang berserakan di jalanan,” tambahnya. Cara Jokowi dalam mengambil keputusan  dipandang Yudi sebagai presiden yang mudah didikte oleh kekuatan modal. akibatnya memancing kritik dari pihak KMP, sebagai lawan politiknya dalam hal pengajuan hak, misalnya interplasi dan impeachment. Bila terjadi demikian, semestinya  Presiden dan pendukungnya tak boleh takut dengan interpelasi atau impeachment DPR RI, mengingat prosesnya sangat sulit. "Yaitu harus disetujui oleh 2/3 anggota MPR RI, lalu disampaikan ke Mahkamah Konstitusi, dan dikembalikan ke MPR RI minimal harus diputus berdasarkan kehadiran MPR RI 50 persen plus satu,” ujarnya. Jokowi dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) jangan terlalu ketakutan dengan manuver Koalisi Merah Putih (KMP), apalagi sampai mengubah tatanan demokrasi itu sendiri. Seperti harus merevisi UU MD3 (MPR,DPR,DPD dan DPRD) hanya untuk mengakomodir 16 kursi di komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD) untuk KIH, dan sebagainya. Apa yang dilakukan oleh KMP adalah bagian dari strategi politiknya. Seharusnya Jokowi membangun kekuatan dengan parlemen, bukan menjauhi parlemen, seperti apa yang dia perintahkan melarang menteri berhubungan dengan parlemen. Tindakan Jokowi tidak sesuai dengan revolusi mental yang dia gembar-gemborkan. "Kalau tarik-menarik ini terus berlangsung, maka berbahaya bagi demokrasi itu sendiri dan rakyat bisa melakukan parlemen jalanan. Sebab itu, saya setuju kalau MPR RI akan menjadi lembaga tertinggi negara,” katanya.

Kritik pedas dari Yudi harusnya menjadi perhatian, bukan dijadikan bentuk perlawanan. Kalau setiap kritik dilawan dengan sikap bermusuhan dan emosi. Maka yang ada proses demokrasi akan berjalan di tempat. tidak menunjukan pada arah kemajuan. Proses demokrasi tidak sekedar urusan pilkada langsung, tetapi menumbuhkan semangat berdemokrasi yang sehat. Kritik pun bagian dari demokrasi. Yudi telah menjalankan sikap berdemokrasi, dan tentunya Jokowi mesti legowo setiap kali dikritik oleh Yudi atau yang lainnya. Boleh jadi kritik itu, baik pedas atau tidak dapat dijadikan kontrol diri untuk Jokowi dalam melaksanakan roda pemerintahan. Salut untuk Yudi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun