Luhut Panjaitan bersama Joko Widodo di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (3/6/2014).
Pelecehan terhadap seseorang bagaimana pun juga tidak dapat dibenarkan. Pelecehan sama dengan merendahkan seseorang, inilah yang menjadi alasan perbuatan itu tidak dibenarkan. Terbayang oleh kita bila keluarga kita dilecehkan oleh orang lain, setidaknya kita akan marah berbalik melecehkan si peleceh sebagai ganti ketidakberanian kita mengajak si peleceh untuk berkelahi.
Bila pelecehan kepada masyarakat umum saja tidak dibenarkan, apalagi pelecehan kepada presiden yang sudah menjadi simbol negara. Tentu masih ingat dengan kasus MA yang beberapa lalu dilaporkan dan ditangkap gara-gara melakukan pelecehan terhadap Jokowi. Jokowi tidak terima dengan pelecehan yang dilakukan MA, tetapi karena ada tekanan dari pihak-pihak yang merasa keberatan dengan penahanan tersebut, ditambah dengan kondisi kemiskinan MA membuat Jokowi trenyuh untuk membebaskan MA. MA bebas, tetapi tetap meninggal jejak bagi para peleceh lainnya bertaburan melecehkan Jokowi di beberapa medsos.
Secara kebetulan MA pendukung Prabowo, Para pendukung Jokowi atau biasa disebut Jokowilovers bereaksi dengan keras dengan segera menelusuri laporan pelecehan MA. Tetapi apakah para Jokowilovers akan bereaksi juga bila pelaku pelecehan Jokowi datang dari Jokowilovers itu sendiri, bahkan orang tersebut berada di ring satu Jokowi. Â Tampaknya Jokowilovers lebih suka menjawab bahwa tuduhan tersebut tidak berdasar, ujung-ujungnya menuduh si pembuat berita hoax atau mengadu domba daripada membuktikan adanya kebenaran laporan pelecehan tersebut.
Orang yang disebut Jokowilovers peleceh Jokowi adalah mantan Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan (Kodiklat) TNI Angkatan Darat Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan. cerita berawal hari  Senin (22/12/2014) sore, Luhut dan Wiranto menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta.
Pelecehan pun dimulai saat Luhut keluar dari Istana. Beberapa pers datang menemuinya dan meminta kejelasannya hasil pertemuannya dengan Jokowi. Luhut menolak menjelaskan hasil pertemuannya dengan Presiden Jokowi. Bagaimana pun juga itu adalah hak Luhut menolak menjawab pertanyaan wartawan. Ini ada kaitannya dengan urusan privasi seseorang. Seseorang boleh-boleh saja menolak pertanyaan wartawan, bila hal pertanyaan tersebut  menyangkut urusan privasinya. Tetapi bila Luhut sampai tidak mengaku tidak bertemu Jokowi, padahal jelas-jelas dia bertemu. Ini dapat dikategorikan pelecehan untuk Jokowi sendiri. Hal tersebut makin menguatkan pelecehan ketika Luhut mengatakan tidak bertemu Presiden tetapi bertemu Jokowi.
"Jadi, bapak tidak bertemu dengan Presiden?" tanya wartawan yang memburu Luhut sampai ke dalam mobilnya. Luhut menjawab, "Saya tidak bertemu dengan Presiden, tetapi bertemu dengan Jokowi," seraya tertawa. Apa maksudnya saya tidak bertemu Presiden, tetapi bertemu Jokowi? cukup jelas, jawaban Luhut sangat melecehkan Jokowi sebagai presiden, dan barangkali menganggap Jokowi sebagai pengusaha meubel. Semestinya Luhut menghargai Jokowi sebagai Presiden, bukan melecehkan hanya karena tidak mau menjawab pertanyaan wartawan, apalagi tertawa-tawa.
Jabatan presiden punya tanggung jawab yang besar terhadap negara. Kalau saja, seorang Luhut saja berani melecehkan Jokowi yang jelas-jelas sudah menjadi simbol negara, di depan wartawan, bagaimana dengan yang para Jokowilovers lainnya, baik yang dekat langsung ke Jokowi maupun hanya sebagai pendukung biasa.
Bila saja, ini hanya candaan, bukan masalah serius. Bisa-bisanya Luhut bercanda dengan simbol negara. Prihatin untuk Jokowi itu sendiri. Dan prihatin untuk para Jokowilovers yang menganggap kasus Luhut hanya persoalan biasa. Amin.