Dok Photo : Polres Cianjur
Hebring buat Kapolres Cianjur AKBP Asep Guntur Rahayu. Selain sebagai polisi penegak hukum tetapi telah menjadi pengayom masyarakat. Pasangan keluarga miskin Iyah (33) dan Andun Suherman (45), serta tujuh anak perempuannya yang masih kecil-kecil telah dibantu sepenuh hati dan segenap perasaan.
Pasangan suami istri fakir tersebut sangat memerlukan perhatian dan bantuan masyarakat. Saking miskinnya keluarga tersebut, sehingga seorang ibu harus pura-pura memasak batu lantaran tidak punya beras. Tujuan dari memasak batu tersebut hanya untuk menunggu putrinya tidur, sekaligus melepas rengekan tangisannya karena lapar.
Kejadian tersebut ada di wilayahnya, dan gaung harunya terdengar oleh Guntur. Serta merta segera memberikan bantuan mulai dari urusan makanan, hingga tempat tinggal. Untuk urusan tempat tinggal, Guntur melakukan pendekatan kepada si pemilik tanah agar merelakan tanahnya sebidang kecil yang kini menjadi menjadi tempat tinggal satu-satunya, sebuah gubuk reyot, untuk Andun dan keluarganya.
Imbalan buat si Pemilik tanah adalah mendapatkan imbalan tanahnya disertifikat seluruhnya oleh Guntur, yang tentunya mendapat dukungan dari Kepala BPN Cianjur beserta sejumlah donatur yang dengan ikhlas mengulurkan bantuan. Guntur bukanlah Umar, akan tetapi usaha Guntur membantu kaum duafa mengingatkan kembali pada kisah Umar ketika khalifah membawa gandum untuk ibu yang memasak batu untuk anaknya yang kelaparan.
Entah secara kebetulah kisah Umar hadir lewat sosok Guntur. Tentu saja rasa kepedulian Guntur terhadap kaum duafa perlu diapresiasi di jaman sekarang ini yang seringkali cenderung mementingkan egoisitas demi keuntungan pribadinya.
Kisah Umar terjadi pada masa paceklik. Pun demikian, yang terjadi pada Guntur. Sudah 3 bulan ini, Indonesia mengalami kekeringan yang sangat hebat, bahkan kekeringan ini yang paling terasa perih dan sesak dirasakan. Saudara-saudara di Kalimantan dan Sumatera dalam waktu 3 bulan lebih harus berjuang melawan asap akibat banyaknya kebakaran lahan gambut.
Kekeringan pun dirasakan juga di wilayah Cianjur, dan sampailah kekeringan dirasakan oleh salah satu pasutri Iyah dan Andun, dengan 7 anaknya. Tidak hanya kering alam yang mereka rasakan, tetapi kering tenggorokan dan perut makin menambah sengsara. Beruntung Guntur, seorang polisi biasa terketuk hatinya untuk membantu pasutri tersebut.
Guntur tidak seperti Umar yang begitu rajin berkeliling melihat kondisi rakyatnya, akan tetapi ketika mendengar ada salah satu warga yang mengalami kesusahan, segera Guntur bertindak secepat kilat, tanpa memikirkan kekurangan dirinya. Kisah kemiskinan keluarga Andun ditemui pun bukan melalui penyamaran dan blusukan, tetapi melalui kabar dari warga. Itu lebih baik daripada Guntur sibuk dipusingkan oleh sikap pimpinan Kapolri yang mengeluarkan SE Speech Hate, pasal kebencian.
Guntur lebih suka turun tangan pada urusan-urusan sosial kemasyarakatan, daripada terlibat hiruk pikuk persoalan politik SE yang dirasakan tidaklah begitu penting. Persoalan terkait kaum duafa tak kalah penting dari apa yang menjadi tugasnya sebagai polisi. Membantu rakyat miskin dapat dirasakan banyak manfaatnya oleh Guntur. Selain kesabarannya dan keikhlasannya makin terasah dan meningkat, tetapi juga kepedulian sosialnya akan meyakinkan pada masyarakat bahwa polisi seperti dirinya mau menjadi agen perubahan revolusi mental polisi yang sebelumnya cenderung dianggap arogan dan terlalu mementingkan kelompok.
Guntur dan Umar adalah dua pribadi yang berbeda, lahir dari lintas generasi yang berbeda. Tantangan Umar jaman dulu adalah masyarakat yang bengis, dan tanpa mengenal kemanusian, sementara di jaman Guntur. masyarakatnya dikenal egosentris, cenderung mementingkan kelompok. Umar dan Guntur dapat bertahan di tengah-tengah mainstream masalah sosial yang ada. Guntur telah memberi inspiratif untuk kita di abad ini. Cerita Manis dan Pahit dari Guntur Cianjur hendaknya menjadi pelajaran buat kita bahwa betapa pentingnya kepedulian manusia akan sesamanya. Amin.