Sumber Photo : Media-Viva.Co.Id
Sudah menjadi rahasia umum bahwa hubungan antara Paloh (Surya Paloh) dan Ical (Aburizal Bakri) sampai sekarang masih tetap membara. Hubungan itu dipicu oleh keluarnya Paloh dari Partai Golkar paska kekalahan pemilihan ketua umum Golkar di tahun 2009. Tak lama kemudian, Paloh mendirikan ormas, Nasional Demokrat (Nasdem). Keberadaan Nasdem ini menarik perhatian massa, sehingga beberapa tokoh nasional banyak yang bergabung dengan ormas tersebut. Setelah mendapat perhatian dari masyarakat sebagai alternatif partai bercitra rasa modern, setahun kemudian, Nasdem dinaikin statusnya menjadi partai politik. Orang-orang eks Golkar yang dulu simpatisan Paloh bergabung dengan Nasdem.
Tak pelak lagi di Pemilu 2014, Nasdem mulai menjadi pesaing Golkar, meski belum mampu menyaingi suara partai Golkar. Akan tetapi kehadiran Nasdem setidaknya sudah mampu menggerogoti suara partai Golkar. Sebenarnya bukan Nasdem saja yang lahir dari Partai Golkar, ada juga Hanura, Gerindra, bahkan Demokrat sendiri, dimana tokoh utamanya SBY adalah mantan fungsionaris Golkar. Namun yang berbeda dari partai lain yang lahir dari Partai Golkar. Aroma persaingan ketua umum Nasdem dan Golkar semakin menguat. Hal lainnya yang membedakan dari partai lainnya, adalah Nasdem memiliki Media (Metrotv) yang bisa menjadi alat politik menggiring menjelekan pemberitaan negatif partai Golkar dan tentu Ical sebagai pribadi.
Puncaknya persaingan Paloh dan Ical terjadi pada pilpres lalu. Paloh yang mendukung Jokowi berupaya melalui medianya, memberitakan kasus yang terkait dengan Ical, yakni Lapindo. Berita Lapindo telah menjadi salah satu feature artikel pemberitaan Metrotv pada saat pilpres lalu. Ical tidak tinggal diam, melalui medianya, TVOne, mengcounter semua pemberitaan negatif tentang Lapindo. Jadi pilpres kemarin, sebenarnya bukan hanya perang pengaruh antara Jokowi vs Prabowo, melainkan juga antara Paloh vs Ical melalui perang opini pada medianya masing-masing.
Jokowi pun menang, Paloh merasa diatas angin. Kemenangan Jokowi dijadikan kesempatan buat Paloh guna menghabisi Ical. Langkah pertama yang dilakukan Paloh, adalah mengisi pos-pos menteri yang sekirannya penting pada kabinet Jokowi diisi oleh orang-orang Paloh. Salah satu yang paling mencengangkan adalah pos Jaksa Agung diisi oleh H.M Prasetyo, yang merupakan kader Nasdem. Pemilihan tersebut sempat menuai protes dari beberapa penggiat anti korupsi, pasalnya baru kali ini ada Jaksa Agung dari kalangan partai. Paloh sendiri membela anak buahnya, sehingga sempat berkonflik dengan Abraham Samad yang tidak menyukai Jaksa Agung berlatar belakang partai. Dan Paloh menyebut Abraham Samad offside. Ditunjuknya H.M. Prasetyo jelas memiliki besar kedepannya, yakni tentu saja memperadilkan Ical pada kasus Lapindo Brantas. Selain Jaksa Agung, Paloh pun menempatkan Menkopolhukam, Tedjo. Tedjo dianggap berhasil oleh Paloh, karena telah mampu menebar opini kontroversi terkait pelaksanaan Munas Golkar di Bali versi Ical berpotensi rusuh.
Secara historis politik, terlihat Tedjo lebih menyukai Agung cs, sama halnya dengan Paloh. Keberadaan Agung cs yang menyempal dari perintah Ical dan bahkan berani melakukan pemecatan Ical telah Paloh apresiasi. Paloh bermain di belakang layar, melalui medianya, kerap memberitakan keabsahan Munas Ancol dan berusaha semaksimal mungkin menyebar isu negatif tentang ketidaksahannya Munas Golkar di Bali.
Ketika Menkumham yang berasal dari PDIP, yang tak lain adalah konconya Paloh memutuskan bahwa Munas Ancol yang sah berdasarkan kepada keputusan MPG. MPG sendiri jelas lembaga yang boleh dikatakan tidak netral. Dua hakim, yakni Djasri Marin dan Andi Matalatta yang sebelumnya berpihak pada Agung, sangat jelas memukul muka Ical dengan pernyataan yang keras menyebut Munas Bali tidak demokratis. Padahal Munas Bali yang dihadiri oleh DPD Tk I dan II, serta dihadiri oleh para petinggi partai, berbeda dengan Munas Ancol hanya dihadiri oleh sebagian sempalan yang tidak puas oleh kepemimpinan Ical.
Salah satu hakim MPG,  Muladi menyatakan bahwa tidak ada keputusan yang menyebutkan siapa pemenangnya. Menkumham kok bisa menarik  kesimpulan bahwa kubu Agung cs yang jadi pemenang. Ini lucu sekaligus sangat memalukan buat Menkumham itu sendiri. Dua kali Menkumham berbuat culas, sebelumnya, dia membuat keputusan bahwa PPP versi Romi yang menang.
Barangkali Menkumham dan Paloh berusaha menghancurkan kekuatan KMP. Kenapa takut kepada KMP? Jokowi dan Prabowo (dedengkot KMP) akur-akur saja. Bahkan Prabowo sendiri akan selalu mendukung pemerintahan Jokowi. Penulis yakin Jokowi pun tidak senang apa yang dilakukan Menkumham? tapi apa daya buat Jokowi Menkumham telah dibawa kendali Mega dan Paloh yang merupakan musuh besarnya Ical.
Paloh tersenyum simpul, usahanya untuk balas dendam terhadap Ical telah menjadi kenyataan, dan demikian dramatis. Ketika Agung cs menemuinya untuk pertama kali disambut dengan rasa syukur dan menawarkan kerja sama yang baik. Dan yang paling disukai pernyataan Agung adalah, keinginannya untuk keluar dari KMP. Sebenarnya pernyataan Agung masih jauh dari harapan Paloh. Upaya Paloh yang sesungguhnya bagaimana caranya menjebloskan Ical yang licin seperti dahi masuk ke hotel prodeo. Salam Damai.