Ada dua pilihan capres di 2019, Jokowi dan Prabowo. Pilihan tersebut seperti harga mati. Ya, kalau tidak pilih Jokowi, ya pilih Prabowo atau sebaliknya. Sepertinya dipaksa harus memilih salah satu diantara keduanya. Alternatif lain, kalau tidak memilih keduanya, cobloslah dua-duanya alias golput.
Golput pun sah-sah saja, kalau sekiranya dua-duanya tidak menawarkan dan menarik hati. Itulah konsekuensi dari yang namanya demokrasi, pasti ada yang dikorbankan. Yang dikorbankan, ya demokrasi itu sendiri.
Kalau saya yang ditanya, siapa yang dipilih di capres 2019. Â pertama, tentu saya tidak akan golput, kedua, saya akan tetap memilih seperti pilpres di 2014 lalu, yakni Prabowo. Ada beragam alasan, kenapa saya pilih Prabowo.Â
Kesatu, Alasan suka-suka; Saya pilih Prabowo karena tidak ada pilihan lain. Kalau ada calon lain yang lebih hebat dari Prabowo, tentu saya akan memilih calon yang lain. Adapun Jokowi bukannya tidak bagus. Tetapi belum bisa menjadi pilihan. Masih lebih baik Prabowo menurut saya, dibanding Jokowi.
Kalau menurut orang lain Jokowi lebih baik dari Prabowo, itu adalah haknya. Terserah orang memilih pandangannya masing-masing. Baik menurut si A belum tentu baik menurut si B. Begitu pun sebaliknya. Alasan saya suka-suka, jadi sulit dijelaskan kenapa saya lebih pilih Prabowo dibanding Jokowi.
Kedua, Alasan Emosional; Saya pilih Prabowo karena rasa emosional saya ada dalam jiwa Prabowo. Prabowo itu apa adanya. Mau tampil di depan maupun di belakang, isi kepalanya sama, tidak ada yang poles, natural dan tidak ada yang mengada-ngada.
Rumahnya yang besar, lahan perkebunannya yang luas, serta kuda-kuda yang mahal. Itu sudah ditakdirnya. Seandainya dia sombong dengan kekayaannya sah-sah saja. Tentu yang tidak boleh itu, kesombongan dengan menggunakan kekayaan orang lain, alias mencuri.
Ketiga, Alasan Agamis; Sejak dikeluarkan ijtima ulama. Kedua alasan saya makin menguatkan pilihan saya. Ijtima ulama sebagai kadar kualitas alasan pilihan tertinggi yang tidak bisa diintervensi dengan berbagai macam alasan. Bagi saya ini pilihan dunia dan akherat.Â
Ketiga alasan itu telah menyatu dengan jiwa saya, dan sudah tidak bisa ditukar lagi. Seandainya pilihan saya nantinya kalah. Saya tidak akan kecewa, karena tugas saya sudah terlaksana menggunakan hak pilih. Hasilnya ada di tangan Allah SWT. Siapa pun yang jadi presiden nanti sudah takdirnya. Sudah tercatat di Lauhul Mahfudz. Saya akan menghormati siapa pun yang menjadi Presiden.
Memilih Prabowo, tidak harus benci Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H