Mendengar dan menyebut orang Minang pastinya yang tercetus dalam pikiran kita, adalah orang Minang suka berdagang. Cukup beralasan kenapa kita menyebut orang Minang suka berdagang. Kenyataan yang ada di lapangan, memang benar demikian adanya fakta membuktikan. Hampir seluruh wilayah di Indonesia tak luput dari keberadaan orang Minang berdagang. Di pelosok-pelosok kota, hingga gang-gang sempit, ada saja orang Minang berdagang.
Orang Minang berdagang tidak hanya terbatas di Indonesia semata, tetapi di luar negeri pun, orang Minang tercatat sebagai pedagang. Di Malaysia, yang konon seperempat penduduknya keturunan Minang sudah pasti tidak dilepaskan dari kebiasaan leluhurnya di Sumatera Barat, yang senang berdagang.
Mereka tentu tidak merasa aneh kedatangan pendatang dari Minang ke Malaysia untuk berdagang. Di Singapura, tak jauh berbeda dengan yang ada di Malaysia. Keberadaan orang Minang yang suka berdagang tercatat di Saudi Arabia. Malah keberadaan orang Minang di Saudi Arabia mampu memberi rasa kangen bagi naker atau jemaah haji atas masakan Indonesia.
Orang Minang disana banyak membuka warung makan. Keberadaan warung makan sudah barang tentu bakal dikerubuti oleh para perantau. Masakan Minang, atau yang lebih dikenal masakan Padang sangat cocok di lidah orang Indonesia, sekalipun yang makan itu orang di luar non Minang.
Mungkin yang kita tahu bahwa orang Minang berdagang hanya seputar pada urusan perut saja. Kenyataannya memang tak bisa dibantah. Begitu banyak bertebaran warung makan Minang, atau Padang di kota-kota besar, di Indonesia, maupun di luar negeri. Di kota kecil seperti Merauke, Papua pun tak absen dari keberadaan warung makan Padang. Dan uniknya, masakan Padang yang kental dengan santan dan bumbu cabe yang sangat wah pedasnya bisa diterima oleh lidah Papua dan Indonesia Timur lainnya.
Namun kenyataan lain yang perlu diketahui bahwa orang Minang tidak melulu berdagang buat mengisi perut orang, tetapi banyak pedagang asal Minang yang berjualan pakaian, dibanding dengan yang membuka warung makan, jumlah yang berjualan pakaian lebih banyak. Lihat saja yang ada di Tanah Abang, sekitar 60 % pedagang pasti berasal dari orang Minang. Itu yang ada di Jakarta, belum yang di Bandung, Surabaya, apalagi Medan sudah terhitung jumlahnya.
Tentu ada alasannya kenapa orang Minang suka berdagang, Alasan utamanya, karena idealisme. Idealisme yang dimaksud adalah orang Minang tidak suka diatur dan dikekang. Mereka berani memulai usaha dari nol dengan usahanya sendiri, dan kurang menghiraukan resiko rugi. Toh kalau rugi, bisa memulai usaha yang lain lagi, dari nol lagi (mungkin ini sebabnya tak banyak usaha orang Minang yang berkembang menjadi besar).
Dengan demikian bisa ditarik kesimpulan bahwa orang berdagang adalah orang yang bertindak dan berbuat sesuai dengan kemauannya, tidak disuruh-suruh orang lain “Bia karajo barek,untuang awak saketek, tapi ati sanang bakarajo, ndak disuruah-suruah urang do,”. Maksudnya, biar kerja berat, untung sedikit, tapi hati senang bekerja, tidak disuruh-suruh orang. Alasan lainnya, mereka berdagang, lantaran tidak memerlukan keahlian khusus. Keahlian mereka sedikit, yakni bersilat lidah, whuss dagangannya laris ngaciir.
Ada juga alasan berdagang orang Minang, karena faktor adat dan budaya Minangkabau,yaitu Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Agama Islam sangat kuat pengaruhnya dalam masyarakat Minang, karena itu tak heran banyak yang berprofesi sebagai pedagang seperti junjungan besar Islam, Nabi Muhammad SAW. Alasan ini mungkin yang menjadi pendorong kuat agar semangat orang Minang dalam berdagang untuk lebih giat lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H