TRIBUN / HERUDIN
Bagaimana bisa seorang Lutfi Hasan Ishaaq (LHI) masih bisa tersenyum ketika Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memutuskan vonis hukuman 16 tahun, kemudian senyuman itulah makin mengembang ketika pada tingkat kasasi pada Mahkamah Agung memperberat menjadi 18 tahun.
Senyum yang diperlihatkan oleh LHI dan rekannya Ahmad Fathanah dalam kasus yang sama adalah senyum maut. Senyum maut yang diperlihatkan tak ubahnya senyum para psikopat guna menenangkan dirinya, sekaligus perlawanan pengingkaran dari rasa bersalahnya. Padahal kenyataannya senyum mautnya telah mengandung tsunami besar di negeri ini. Negara dirugikan oleh praktek busuk LHI sebesar 40 milyar.
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Terdakwa Luthfi Hasan Ishaaq menjalani sidang vonis kasusnya yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (9/12/2013).
Ketua majelis kasasi yang juga Ketua Kamar Pidana MA, Artidjo Alkostar, dengan anggota majelis Hakim Agung M Askin dan MS Lumme geleng-geleng kepala tak habis pikir, heran dengan kelakuan LHI yang masih dapat tersenyum, bak ibarat anak kecil dihukum orang tuanya karena kenakalannya, bukannya nangis malah senyum-senyum cengengesan.
”Perbuatan terdakwa selaku anggota DPR yang melakukan hubungan transaksional telah mencederai kepercayaan rakyat banyak, khususnya masyarakat pemilih yang telah memilih terdakwa menjadi anggota DPR RI,” ujar Artidjo, kepada Kompas, Senin (15/9). Senyum maut sang koruptor dari LHI adalah hal yang sangat menyakitkan semua pihak, Sepertinya tidak cukup hukuman LHI 18 tahun. Hukuman yang pantas untuk seorang LHI adalah hukuman mati, boleh jadi hukuman tersebut bakal membinasakan senyum mautnya yang benar-benar sudah imun dengan segala bentuk hukuman. Tos.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H