Kata Hebat dipakai pemerintahan Jokowi dipraktekan dalam bentuk yang lain, yakni soal pilihan arah ekonomi.  Apa tidak hebat sekali, di  masa pemerintahan Jokowi subsidi untuk premium, BBM, dihapuskan sepenuhnya. dibalik pada keputusan kehebatan dihapuskan subsidi BBM, mengandung kehebatan lainnya yakni keberhasilan para penganut neoliberal yang membisiki Jokowi untuk melanggar konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Lewat pembisik penganut neo liberal ini menjadikan rakyat pintar berpikir melangkah seribu kali ke depannya berpikir ulang memilih calon pemimpinnya yang baik dan benar, tidak terfokus pada penampilan yang dapat mengelabui, orang yang perawakan dan penampilannya terlihat berasal dari kalangan rakyat kecil, tentunya belum tentu berpihak kepada rakyat kecil itu sendiri.
Kehebatan lainnya di  masa Jokowi lah rakyat dipaksa mensubsidi korupsi dan rente elit pejabatnya. Tengok saja para mafia migas makin lengket dengan pemerintah, padahal pada janji kampanye lalu, Jokowi akan memberangus mafia migas. Tidak cukup mafia migas saja, mafia lain ikut menikmatinya memanfaatkan kepolosan Jokowi yang gampanya dikadali. Hebat, memang hebat, para mafia ini -yang juga jaringan pengusaha kelas kakap- bahkan sudah masuk ke parlemen dan pemerintahan, menyuarakan sayap kanan pemikiran. (Rmol, Seperti Melihat Degelan, 14/1/2015)
Kata hebat pada arah ekonomi sudah terbukti menemui keberhasilan, karena sudah menjadi sebuah degelan ekonomi. uniknya degelan ekonomi yang diperankan oleh Jokowi dan para penganut ekonomi neo-liberal ditonton oleh publik dengan penuh luka perih menghujam sembilu. Bagaimana tidak perih, publik masih ingin bulan madu dengan eforia kemenangan Jokowi, tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan yang lain, ketika BBM dinaikan, lalu 2 bulan kemudian diturunkan, setelah itu Jokowi mencabut subsisdi mulai dari premium, listrik, dan pupuk. Kedepannya rakyat akan dipaksa untuk menyaksikan degelan ekonomi lainnya, karena rakyat dihadapkan pada harga barang-barang yang tidak stabil karena Jokowi sudah berjanji harga dasar BBM diserahkan pada pasar.
Berbeda dengan degelan ekonomi yang secara langsung dirasakan oleh rakyat, Degelan politik yang terkait penunjukan BG justru sebaliknya jadi bahan tertawaan semua orang. Bagaimana tidak bisa tertawa, BG yang jelas-jelas distabilo merah, malah mau diloloskan jadi kapolri. Jokowi tampak ingin menunjukan kekuatan, akan tetapi kekuatan yang tidak pada tempatnya. malah yang ada jadi bahan olokan. Celakanya prilaku Jokowi yang salah malah didukung oleh Jokowilovers. Sebelas duabelas, bukan mencairkan suasana, malah sebaliknya makin memperkeruh suasana dengan cerita-cerita drama yang urakan ditulis para Jokowilover di kompasiana ini  tentang proses tersangka BG.
Kejadian kemarin boleh dikatakan cerita degelan politik tingkat tinggi dari Jokowi, karena Jokowi dan para pendukungnya memainkan peran utama. Sama-sama berharap ingin menjadi peran protogonis, tetapi kenyataan yang terjadi keduanya malah berebut berperan menjadi peran antagonis, karena yang satu menunjukan kepolosan, dan yang lainnya mendukung kepolosan dibalut cerita-cerita konyol. Sampai kapan Jokowi memainkan drama degelan politik tingkat tinggi lainnya. Kita serahkan pada Jokowi itu sendiri, maunya apa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H