Mohon tunggu...
Dean Ridone
Dean Ridone Mohon Tunggu... Administrasi - Saya Hanya orang Biasa

lesung pipit

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Di Mata Jokowi, Hukum Jadi Anak Semang, Sedang Politik Dianggap Panglima

19 Januari 2015   16:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:50 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOMPAS.COM/Sandro Gatra

Yusril Izha Mahendra

Keputusan Presiden Joko "Jokowi" Widodo  dipandang keliru oleh Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra ketika membuat keputusan blunder memberhentikan Kepala Polri Jenderal Sutarman dan mengangkat Komjen Badrodin Haiti sebagai Plt Kapolri. Yusril beralasan karena keputusan Jokowi tersebut tidak sesuai dengan Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian.

Yusril lupa bahwa dalam hal-hal sistem pemerintahan sekarang ini paska ditetapkannya Jokowi sebagai presiden. Hukum dijadikan anak semang, sementara yang jadi panglimanya adalah politik. Bukan pada urusan Sutarman dan BG, Jokowi melanggar aturan. Sebelumnya Jokowi melakukan yang sama ketika mengeluarkan kartu-kartu saktinya tanpa landasan hukum. Buang-buang waktu saja YIM protes, karena bukan respon baik yang dia terima, malah sebaliknya dia  dibully oleh Jokowilovers di twitter dan media sosial lainnya, yang memang senang idolanya melanggar aturan.

Namun demikian, ada baiknya aturan bernegara seharusnya jadi landasan utama, walaupun peran Politik tak bisa dikesampingkan. Termasuk pada hal-hal yang terkait dengan persoalan proses pergantian di tubuh kepolisian. Berdasarkan pada hukum dan undang-undang Kepolisian disebutkan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Kapolri merupakan satu paket. Plt kapolri bisa menurutnya, dapat diterapkan bilamana dalam keadaan mendesak, seperti melanggar sumpah jabatan atau ikut terlibat makar yang akan membahayakan keamanan negara.

"Plt Kapolri itu baru ada kalau Kapolri diberhentikan sementara dlm keadaan mendesak. Keadaan mendesak itu karena Kapolri melanggar sumpah jabatan atau membahayakan keamanan negara. Dlm keadaan normal Presiden tdk bisa berhentikan Kapolri tanpa persetujuan DPR. Dlm kasus Sutarman dan BG (Budi Gunawan), kalau Presiden menunda pengangkatan BG, mestinya Sutarman blm diberhentikan meski DPR sdh setuju dia berhenti," kicau Yusril melalui akun Twitter-nya, @ @Yusrilihza_Mhd, Sabtu (kompas. 17/1/2015) silam. Kritik pun disampaikan oleh Yusril kepada anggota DPR agar memperhatikan alasan-alasannya kenapa seseorang diberhentikan atau diangkat. Tampak Jokowi dan DPR kompak kerjasama  senang melanggar aturan. Jokowi berpegang pada hak prerogatifnya, sementara DPR pun hanya menerima hak prerogatifnya. Kedua-duanya sama-sama linglung, karena tidak menghargai  undang-undang Kepolisian yang disahkan oleh negara, terlebih lagi, mereka tidak berperasaan terhadap  hak-hak Sutarman sebagai inkumben diabaikan. "Demikianlah tertib bernegara dalam proses pengangkatan dan pemberhentian Kapolri ini telah diatur dlm undang2 agar berjalan baik. Saya berharap penerus kami di pemerintahan akan memahami dan menjalankan UU yg kami buat dahulu agar negara berjalan dg tertib dan baik," kata Yusril. Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan BG, calon Kapolri, menjadi pemicu polemik pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Lucunya polemik tersebut berdampak pada persoalan lain terkait proses pengangkatan Plt Kapolri Bahrodin Haiti dan pemberhentian Sutarman dalam keadaan normal, karena tidak melanggar sumpah jabatan, akan dipandang sewenang-wenang dari kaca mata pakar hukum Tata Negara, YIM. Sampai kapankah hukum dijadikan anak semang Jokowi. Kita tunggu saja, drama selanjutnya. Salam damai.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun