Mohon tunggu...
Dean Ridone
Dean Ridone Mohon Tunggu... Administrasi - Saya Hanya orang Biasa

lesung pipit

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Di Tangan Jokowi, Hasban Lebih Beruntung daripada Budi Gunawan

20 Januari 2015   17:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:45 1005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="620" caption="Hasban Ritonga (kanan) dan Khairul Anwar (kiri) saat menjalani sidang di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Medan, Sumber Photo : cdn.sindonews.com"][/caption]

Jokowi sudah mengambil keputusan menunda pelantikan BG sebagai Kapolri. Sikap yang diambil Jokowi sudah pasti menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Namun demikian, keputusan tersebut setidaknya meredam suasana panas isu politik dalam seminggu terakhir ini terkait kasus yang menimpa BG.

Belum selesai kasus BG, muncul kasus yang hampir sama terjadi di Sumut. Bahkan kasus yang di Sumut ini lebih parah dari apa yang menimpa BG. Bila BG baru dijadikan tersangka oleh KPK sebelum mau menduduki jabatan Kapolri. Sedangkan Hasban Ritonga sudah menjadi terdakwa saat ditunjuk sebagai Sekda Pemprov Sumut. Tentunya penunjukan tersebut mengecewakan semua orang, bukan hanya KPK, terutama rakyat Sumut.

Hasban Ritonga memang ajaib. Entah apa yang terjadi dengan Gubernur Sumut, Mendagri dan tentunya Presiden Jokowi sampai bisa kecolongan memilih  seorang yang sudah dijadikan terdakwa diangkat sebagai Sekda Pemrov Sumut. Jabatan sekda adalah suatu jabatan tertinggi di luar jalur jabatan politik, karena proses pemilihan ditunjuk oleh Gubernur dengan persetujuan Mendagri melalui Surat Keputusan Presiden.

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Hasban Ritonga mengucapkan sumpah jabatan saat dilantik sebagai Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) di Kantor Gubernur Sumut, Medan, Sumatera Utara, Rabu (14/1/2015). Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara yang baru dilantik itu statusnya juga sebagai terdakwa kasus penyalahgunaan wewenang dalam sengketa lahan sirkuit Jalan Pancing, Medan.TRIBUN MEDAN / RISKI CAHYADI"]

[/caption]

Hasban Ritonga ditunjuk sebagai Sekda berdasarkan Surat Keputusan Presiden (Keppres) No 214/M/2014 per tanggal 29 Desember 2014 setelah menggantikan Nurdin Lubis yang memasuki masa pensiun. Penunjukan tersebut benar-benar menodai perjuangan KPK dan masyarakat yang sudah demikian geram dengan para pelaku korupsi di negeri ini. Hasban sendiri jadi terdakwa terkait kasus penyalahgunaan wewenang dalam sengketa lahan sirkuit Jalan Pancing, Medan dengan PT Mutiara Development.

Ajaibnya seorang Hasban. Tanpa merasa bersalah, menganggap bahwa status terdakwanya tidak menjadi masalah dengan pekerjaannya. "Tidak akan ada masalah, lagi pula sekarang ini sudah masuk tahap sidang-sidang," kata Hasban. (Detik, 20/1/2015). Sebelas duabelas, Gubernur Gatot Pudjo yang melantik Hasban Rabu (14/1/2015) mengatakan tak kalah ajaib bahwa "Dia hanya mengamankan kebijakan presiden, dan aspek hukum sudah dibicarakan dengan pejabat kementerian terkait".

"Kita sudah konsultasi ke Jakarta, ke kementerian terkait. Saya mengamankan kebijakan presiden," kata Gatot.

Kalau benar pernyataan Gatot bahwa hal tersebut atas kebijakan Presiden dan telah ada konsultasi kementerian yang terkait dalam hal ini Mendagri. Artinya Presiden Jokowi dan pemerintahannya tidak serius dalam upaya pemberantasan korupsi yang sesuai dengan janji kampanye lalu. Dan tentu hal lainnya yang tak bisa dikesampingkan bahwa di balik ditunjuknya Hasban membuktikan telah terjadi kompromi politik antara Jokowi dengan PKS, dan juga partai-partai lainnya diluar partai pengusungnya. Gatot Pudjo adalah salah satu kader terbaik PKS.

Kasus Hasban terjadi bersamaan dengan kasus BG menunjukkan ada skenario yang sama yang ditunjukkan Jokowi dan pemerintahannya untuk menancapkan kekuasaannya di mata partai, bukan atas nama kepentingan KPK dan publik. Boleh jadi kejadian seperti yang menimpa BG dan Hasban akan mewabah menjadi TSM (Terstruktur, Massif, dan Menyeluruh) ke daerah-daerah lainnya nantinya. Padahal KPK dan Publik, sekitar 70% yang memilih Jokowi berharap ada perubahan Indonesia dipimpin Jokowi. Tetapi apa yang terjadi justru kekecewaan yang muncul di kalangan publik. Jokowi telah mengotori harapan masyarakat, dengan menciptakan mafia-mafia jabatan yang hanya karena ingin didukung mutlak oleh semua partai.

Publik dan sudah barang tentu KPK berharap pemerintah bisa melihat persoalan ini secara jernih dalam upaya membangun  kepercayaan publik. KPK tentu tidak berkeinginan Pemerintahan Jokowi sekarang ini menghancurkan cita-cita bangsa ini yang sudah berharap banget pemerintah mampu memberantas korupsi. Pemilihan calon pimpinan yang bersih, dan bebas korupsi adalah cara awal membangun pemerintah yang bebas korupsi. Akan tetapi dengan kejadian yang menimpa Hasban tentu menimbulkan keprihatinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun