[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Photo : haluanmedia.com"][/caption]
Sudah tak diragukan lagi bahwasanya Effendi Simbolon (ES) adalah salah satu kader PDIP yang secara terbuka menunjukan ketidaksukaannya kepada Jokowi. Keakraban dia dulu dengan Jokowi saat kampanye hanya sekedar pura-pura demi menyenangkan hati Megawati. Ketidaksukaan ES terhadap Jokowi muncul bagai bom waktu. Di saat tertentu terkait dengan peristiwa tertentu yang berhubungan dengan kebijakan-kebijakan Jokowi.
Ketika Jokowi mengeluarkan kartu-kartu saktinya. ES mencibir kebijakan Jokowi. ES meragukan kartu-kartu itu tidak dapat menyelesaikan masalah substansi kesejahteraan masyarakat dan tidak juga membantu penanganan rakyat miskin. Dengan nada menyindir ES meminta Jokowi membuat kartu lain.
"Bahkan, bikin juga dong kartu Indonesia kaya (untuk orang kaya), kartu Indonesia senang, kartu Indonesia galau, siapa tahu rakyat Indonesia dengan kartu saja bisa tidak galau, senang, dan kaya, Dan kartu yang terakhir ada kartu Indonesia masuk surga," kata Effendi di Gedung DPR, Senayan, Rabu (Kompas.com 5/11/2014).
Di 100 hari pemerintahan Jokowi, Effendi pun tak lupa menunjukan show of dislike kepada Jokowi. ES menyebut pemerintah yang dipimpin Jokowi meninggalkan celah untuk dilakukan impeachment atau pemakzulan.
“Siapa pun yang punya peluang menjatuhkan Jokowi, saatnya sekarang, karena begitu banyak celahnya dan mudah-mudahan dua-duanya yang jatuh,” kata Effendi dalam diskusi evaluasi 100 hari pemerintahan Jokowi-Kalla di Jakarta, (Kompas. Senin, 26/1/2015)
Impeachment dan pemakzulan Jokowi disebabkan lantaran Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahan tanpa sistem yang jelas. menurut ES, Kebijakan yang diambil pun, hanya bentuk reaksi atas peristiwa yang terjadi. kemudian hal yang lain yang bisa jadi celah pemakzulan Jokowi adalah kesalahan Jokowi dalam memilih pembantunya.
“Antara nakhoda dengan navigator, kru, enggak saling kenal. Bayangkan, ada yang umurnya segitu harusnya sudah istirahat, ada yang anak muda, ini kenyataan yang harus diterima. Prerogatif Presiden memilih pembantunya, saya sendiri awal Jokowi dilantik, saya protes,” (kompas, 26/1/2015)
Keberanian ES mengkritik Jokowi, meski atas dasar ketidaksukaannya perlu diapresiasi. Pepatah mengatakan lebih baik ketidaksukaan itu lebih baik diungkapkan dalam mulut daripada dipendam dalam hati. Dengan segala resikonya, ES bertanggung jawab secara pribadi maupun politik atas apa yang diucapkannya.
Apa yang menjadi sebab ES menunjukkan ketidaksukaan kepada Jokowi berlatar belakang pada beberapa hal:
- Pada dasarnya ES tidak suka Jokowi saat pertama kalinya dia dicalonkan oleh PDIP, bukan karena alasan wajahnya lugu atau sikap culunnya. Akan tetapi karena Jokowi dianggapnya orang baru di lingkaran Megawati, berbeda dengan dirinya, Maruarar atau Rieke.
- Hal lainnya yang merupakan tambahan ketidaksukaan ES pada Jokowi adalah dipilihnya JK sebagai wakilnya. JK yang berasal dari Golkar dianggap sebagai batu sandungan dari PDIP dan Mega. Maunya ES yang menjadi wakilnya dari PDIP dan partai lain selain Golkar. Tapi apa mau dikata PDIP lebih memilih JK, selain karena tajir, juga dianggap memiliki banyak pengaruh di Indonesia Timur. Isyu tentang mahar lamaran JK 10 trilyun kepada PDIP sempat tersiar, mungkin saja ikut menjadi faktor ketidaksukaan ES.
- Jokowi dinilai anti Batak. ES, Ara (Maruarar Sirait) dan Luhut Panjaitan serta klan-klan Batak yang memperjuangkan Jokowi jadi presiden tidak membuat Jokowi mengangkat satu menteri pun yang berasal dari etnis Batak. Dalam sejarah kepresidenan, baru di era Jokowi, tidak ada menteri dari etnis Batak. Padahal para etnis Batak mayoritas pemilih Jokowi. Bahkan yang sangat memalukan seorang Ara yang sudah dipanggil di Istana mengenakan baju putih untuk ditempatkan salah satu menteri, pada detik terakhir dibatalkan Jokowi tanpa penjelasan. Sementara Rini Sumarno yang sudah distabilo merah malah lolos jadi menteri.
Itulah tiga alasan kenapa seorang ES menunjukan ketidaksukaan terhadap Jokowi. Penulis memilih kata ketidaksukaan daripada kebencian, karena apa yang dilakukan oleh ES masih dalam taraf wajar. Megawati memaklumi kondisi kejiwaan ES. ES tentu masih berharap Jokowi dapat berubah, kembali pada nilai-nilai yang digariskan oleh PDIP, bukan Paloh, Metrotv dan Nasdemnya. Amin.