Halo para orang tua, guru, dan siswa yang berbahagia!Â
Di era digital yang serba cepat ini, aktivitas berbagi informasi atau yang lebih dikenal dengan sharenting sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Namun, tahukah Anda bahwa sharenting, terutama yang dilakukan di lingkungan sekolah, memerlukan perhatian khusus?
Sharenting?
Apa ituIstilah sharenting mungkin masih terdengar asing bagi sebagian orang. Secara sederhana, sharenting adalah aktivitas berbagi informasi, foto, atau video tentang anak atau siswa di media sosial oleh orang tua atau bahkan siswa itu sendiri. Aktivitas ini seringkali dilakukan tanpa mempertimbangkan dampaknya, terutama terkait privasi dan etika. Ibaratnya, sharenting itu seperti pisau bermata dua. Satu sisi dapat menjadi wadah untuk berbagi momen bahagia dan prestasi anak, namun di sisi lain dapat membuka celah bagi risiko yang tidak diinginkan.
Di lingkungan sekolah, sharenting menjadi isu yang cukup kompleks. Interaksi antara siswa dan guru, kegiatan belajar mengajar, serta berbagai momen di sekolah seringkali diabadikan dalam bentuk foto atau video, yang kemudian diunggah ke media sosial. Namun, tanpa adanya pemahaman yang baik tentang etika dan privasi, sharenting dapat menimbulkan masalah yang serius, baik bagi siswa, guru, maupun sekolah secara keseluruhan.
Lantas, perlukah regulasi sharenting di sekolah? Pertanyaan ini menjadi penting untuk dijawab, mengingat semakin maraknya kasus sharenting yang berujung pada masalah, seperti perundungan siber, pelanggaran privasi, hingga dampak psikologis pada anak. Mari kita telaah lebih dalam mengenai isu ini.
Mengapa Regulasi Sharenting di Sekolah Penting?
1. Privasi Anak dan Siswa
Setiap anak memiliki hak atas privasinya. Foto atau video yang diunggah ke media sosial dapat dilihat oleh siapa saja, bahkan dapat disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Regulasi sharenting di sekolah dapat melindungi privasi anak dari potensi risiko tersebut. Ibaratnya, privasi anak adalah "benteng" yang harus dijaga dari "serangan" dunia maya.
2. Etika Interaksi di Lingkungan Sekolah
Interaksi antara siswa dan guru di sekolah memiliki batasan etika yang perlu dihormati. Sharenting yang tidak bijak dapat melanggar etika tersebut, misalnya dengan mengunggah foto atau video guru tanpa izin, atau membagikan informasi pribadi siswa tanpa persetujuan. Regulasi sharenting dapat menjadi panduan bagi siswa dan guru dalam berinteraksi di media sosial. Ibaratnya, etika adalah "rambu lalu lintas" dalam berinteraksi di dunia maya.
3. Perlindungan dari Perundungan Siber
Sharenting yang tidak terkendali dapat membuka celah bagi terjadinya perundungan siber atau cyberbullying. Komentar atau unggahan yang merendahkan atau mempermalukan seseorang di media sosial dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional korban. Regulasi sharenting dapat menjadi salah satu upaya untuk mencegah terjadinya perundungan siber di lingkungan sekolah. Ibaratnya, regulasi adalah "tameng" untuk melindungi siswa dari "peluru" perundungan siber.