Apakah anda pernah membayangkan seorang programmer yang berkarya dengan semua daya pikir, tenaga dan waktu yang ia punya bahkan dengan berbagai pengorbanan, bergadang hampir setiap hari untuk membuat sebuah software yang mutakhir dan dapat bermanfaat, kemudian setelah dipasarkan atau dijual di belahan dunia lain seseorang dengan “santai” dan “anggun”nya membajak software hasil karya programmer tadi tanpa rasa berdosa sedikit pun!, kemudian menjualnya kembali dengan harga sangat murah dan kita membelinya?, setelah itu kita gunakan software tersebut sebagai alat untuk mencari rezeki, sungguh betapa dzalim siklus ini. Saya menyadari bahwa keilmuan yang saya pelajari selama ini tidak secara khusus membidangi Ilmu Komputer, tetapi saya memahami bagaimana sulitnya membuat program. Berbicara mengenai penggunaan software bajakan di Indonesia khususnya di lingkungan yang pernah saya tempati adalah sesuatu yang sensitif dan pasti banyak yang tersinggung, karena memang menurut penelitian BSA (Business Software Alliance) pun Indonesia termasuk negara yang besar tingkat penggunaan software bajakannya yakni sebesar 86% dan itu termasuk di lingkungan saya, saya mengetahui tentang hal ini karena memang skripsi saya sedikit menyinggung tentang penggunaan software bajakan. Kita ketahui bersama bahwa istilah software bajakan adalah sebuah kejahatan menggunakan / menyebarkan / mengubah karya orang lain yang dalam hal ini software tanpa seizin si pemilik software alias ilegal, mungkin dari sudut pandang agama pun sudah jelas dari penjelasan singkat tersebut “tanpa seizin” yakni bagaimana ketika kita menggunakan barang tanpa seizin pemilik barang apakah itu perbuatan baik atau tidak? dan pastinya selalu menarik membahas permasalahan kontemporer ke dalam hukum Islam :D. Analogi sederhananya coba bayangkan ketika rumah kita dimasuki oleh orang lain tanpa seizin kita, kemudian ia pakai seenaknya, apa reaksi kita? atau ketika foto diri kita, tanpa seizin si pemilik foto dan kemudian digunakan untuk kepentingan advertising / iklan orang lain, seperti spanduk di salah satu rumah makan misalnya, apa reaksi kita? silakan jawab sendiri analogi dari pertanyaan sederhana itu. Terlepas dalam hal ini bukan hanya software saja yang dibajak tetapi juga ada buku, musik dan karya lainnya yang mempunyai hak cipta, dalam hal ini saya berfokus hanya pada software karena memang selama ini saya berkecimpung didalamnya. Walaubagaimanapun sesuatu yang ilegal adalah tidak baik dan sesuatu yang legal adalah sebaliknya, nah sekarang kasusnya bagaimana jika kita bekerja untuk mencari nafkah menggunakan software bajakan / ilegal? Pastinya pertanyaan ini sangat sensitif dipertanyakan di negara berkembang seperti Indonesia, kenapa ini harus dibahas? Iya karena ini sangat penting!!!, mengingat saat ini adalah era informasi dimana kebutuhan akan penggunaan komputer terutama software sangat menunjang untuk aktivitas sehari-hari, dan kita pun wajib mau tidak mau harus masuk dan tentu saja mematuhi aturan atau etika dalam rangka berperan serta didalamnya. Seorang petani yang sedang menggarap sawah, ia menggarap sawah dengan cangkul hasil mencuri tentu hasil panennya tidak akan se”Berkah” petani yang menggarap sawahnya dengan menggunakan cangkul dengan membeli sendiri secara legal walaupun dengan berhutang misalnya. Seorang desainer grafis / programmer yang mencari nafkah dengan menggunakan software bajakan / hasil mencuri tentu akan berbeda ke”Berkah”annya dengan seorang desainer grafis / programmer yang menggunakan software asli / original yang ia beli dengan jerih payahnya sendiri, hal ini tentu tidak terpaku hanya pada desainer grafis atau programmer saja tapi seluruh bidang pekerjaan yang menggunaan software sebagai penunjang pekerjaanya. read more: http://wp.me/pTsek-4m
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H