Cukup dengann menggunakan atribut-atribut keagamaan, copas sana-sini ayat, hadits, pasal-pasal Bibel dan Taurat. Maka itu sudah cukup untuk menjadikan dirimu menjadi seorang Agamis. Atau untuk mendapat julukan Ustadz, Pastur, Rabi, dll. Tapi, untuk menjadi seorang Agamawan. Itu semua bukan tolok ukurnya. Untuk menjadi seorang Agamawan, maka ia haruslah memiliki Ktiteria seorang Manusia Sejati yang di Takdirkan menjadi Makluk paling Mulia di Muka bumi ini.
Sefasih apapun kita memproklamirkan bahasa Keagamaan yang kita yakini, itu tidak cukup untuk melegalkan diri kita menjadi seorang Agamawan. Bahkan jika kita bisa melihat secara ril wujud Malaikat pun, itu tidak bisa menjamin bahwa diri kita adalah Manusia Sejati.
Suatu hari di sebuah peristiwa besar sepanjang sejarah peradaban Manusia. Laut Merah terbelah oleh Mukjizat Musa dan Tongkatnya. Â Salah seorang Israil bernama Samiri berjalan di dasar Laut Merah bersama Musa dan Kaumnya. Di tengah kejadian spektakuler itu, Samiri melihat Roh Kudus (Jibril/Gabriel) melintas disisi lain dari pada dasar lautan itu. Samiri memiliki keistimewaan khusus yang tidak di miliki siapapun, ia dengan jelas melihat bagaimana tanah yang terhempas karena di lalui oleh Gabriel itu bergejolak, bergerak dan hidup. Tak lama kemudian tumbuhlah tanaman-tanaman indah nan subur di sisa-sisa lintasan Gabriel.
Samiri takjub, Samiri terperanjat. Ia lantas mengambil sekantung tanah itu dan membawanya.
Hingga ketika mereka tiba di suatu Negeri. Saat Musa pergi meninggalkan kaumnya untuk bertemu dengan Tuhannya dan Harun diutus menjadi penjaga bagi Bani Israil. Samiri menghasut kaumnya, ia gunakan tanah yang dibawanya untuk menciptakan Patung Sapi Betina yang berkarat bak dipoles oleh Emas untuk dijadikan sebagai Tuhan mereka semua.
Patung bernuansa mewah itu seolah hidup, indah dan bernyawa, ditambah ketika Patung itu mengeluarkan suara layaknya Sapi sungguhan saat angin datang untuk menyentuhnya.
Lalu Musa kembali membawa Torah (Taurat, 10 Hukum Tuhan), sebab amarah melihat kaumnya hampir saja ia membunuh Harun sepupunya itu.
Bagaimana bisa...?
Ya, Samiri tak memiliki Jiwa seorang Manusia Sejati. Sehingga apapun yang di milikinya, takkan mampu menjadikan ia sebagai Manusia Sejati yang menyandang Mulia.
Memiliki Pandangan Spiritualisme yang hebat, tak menjadikanmu seorang Manusia Sejati, sebab tiada yang bisa menjamin keabsahan dari Kemanusiaanmu selain dari pada nilai dan aktivitasmu. Sehingga diri ini layak disebut sebagai Agamawan, sebagai Manusia Sejati.
Seandainya kita adalah Samiri. Bisa jadi kita tak menciptakan Patung Sapi untuk kita sembah. Melainkan kita akan menciptakan Tuhan Imitasi dalam diri, Agama penuh nafsu penguasaan atas bumi ini. Patung itu berwujud Ego Prasangka diri.
#Agamawan #Samiri #Manusia_Sejati
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H