Lumajang atau yang dikenal sebagai kota pisang memiliki kebudayaan yang dikenal dengan Pendalung yang berasal dari kata Danglung. Danglung adalah kesenian tradisional khas Lumajang yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Dangling lahir dari akulturasi budaya Jawa dan Madura yang menghasilkan corak budaya khas Lumajang dengan unsur Jawa dan Madura. Danglung ini biasanya mengiringi sejumlah tarian di Kota Lumajang yaitu glipang, rodat, jaran kencak, jaran slining godril Lumajang, dan juga topeng kaliwungu.
Diantara lima seni tari tersebut, yang paling terkenal adalah Jaran Kencak. Namun, Jaran Slening juga tak kalah menarik, Jaran Slening sendiri merupakan turunan dari Jaran Kencak. Aset Lumajang yang merupakan turunan dari Jaran Kencak ini memiliki irama rancak tanpa gerakan pakem. Jaran Slining menjadi hiburan yang digemari masyarakat kalangan bawah pada masa itu. Jaran atau kuda yang ditunggangi para penari terbuat dari anyaman bambu. Selain penari ada juga pengencak yang membawa pecut. Keduanya menari mengikuti irama musik seronen. Musik yang terdiri dari alat musik gong, gendang dan danglung ini mengalun mengiringi sepasang penari yang mengembangkan gerak tari secara bebas atau sesuai kreativitasnya. Gerakan dalam tarian ini merupakan apresiasi dari manusia yang menunggangi kuda karena dahulu kuda menjadi alat transportasi utama dan menunggang kuda adalah olahraga yang digemari masyarakat.
Seiring berkembangnya jaman, pengencak yang dahulunya memakai topi (kopyah) yang tinggi, berganti dengan aksesoris kepala berbentuk setengah lingkaran dengan warna yang beragam. Yang membuat Jaran Slining menarik adalah pakaian yang dipakai penari maupun pengencak, memiliki berbagai macam corak warna yang didominasi warna kuning merah dan hijau. Warna-warna ini sesuai dengan budaya masyarakat Madura yang cenderung pada warna mencolok. Melambangkan keberanian, kelembutan, dan keceriaan warna pakaian dalam Jaran Slining dipilih karena sesuai dengan tujuan tarian ini. Ditambah dengan aksesoris yang menarik, membuat tari Jaran Slining ini semakin diminati oleh para penonton khususnya di daerah Lumajang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H