Mohon tunggu...
Ridho Rasyanda
Ridho Rasyanda Mohon Tunggu... -

Part-time Writer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konsep Penanganan Permasalahan Ketersediaan Sarana dan Prasarana Transportasi di Ruas Jalan M.T. Haryono Balikpapan

18 Desember 2015   07:00 Diperbarui: 18 Desember 2015   08:44 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Transportasi mempunyai peran yang sangat penting bagi berkembangnya suatu kota karena dinilai sebagai pendukung kegiatan ekonomi suatu kota yang berfungsi menyediakan jasa pelayanan bagi pergerakan baik manusia maupun barang khususnya dalam distribusi barang dan jasa untuk sampai pada lokasi pemasarannya. Salah satu pendukung yang paling vital dari pergerakan ini adalah tersedia dan terintegrasinya prasarana transportasi yang ada di suatu kota.

Pada dasarnya, prasarana transportasi mempunyai dua peran utama, yaitu sebagai alat bantu untuk mengarahkan pembangunan di daerah perkotaan dan sebagai prasarana bagi pergerakan manusia dan/atau barang yang timbul akibat adanya kegiatan di suatu daerah perkotaan. Oleh karena itu, prasarana tersebut tidak mungkin disimpan dan digunakan hanya pada saat diperlukan dan harus selalu dapat digunakan di mana pun dan kapan pun agar tidak kehilangan manfaatnya. Saat ini, keberadaan dan ketersediaan prasarana transportasi telah masuk dalam ranah pelayanan publik, dimana pelayanan publik dimaksudkan untuk mempertemukan kebutuhan dasar antara pemerintah sebagai penyedia pelayanan dan masyarakat sebagai penerima pelayanan yang mana merupakan hak seluruh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publiknya masing-masing.

Balikpapan sebagai salah satu kota di Indonesia yang memiliki kepadatan aktivitas cukup tinggi memilki kelengkapan infrastruktur yang memadai dan digadang-gadang akan menjadi ‘Singapura baru’ kelak di masa depan. Integrasi antar infrastruktur di semua lini menjadikan Balikpapan sebagai kota yang paling layak huni di Indonesia. Namun, dibalik itu semua, masih saja terdapat beberapa permasalahan mendasar terkait kelengkapan sarana dan prasarana transportasi yang ada seperti kelengkapan penanda jalan, street furniture, dan lain sebagainya yang terjadi di beberapa koridor maupun ruas jalan Kota Balikpapan, salah satunya seperti yang terjadi di Jalan M.T. Haryono.

Lokasi ruas jalan yang diambil untuk diteliti adalah ruas Jalan M.T. Haryono dengan batas simpang empat kawasan Balikpapan Baru hingga simpang tiga Jalan Jenderal Soedirman/ Tugu Beruang Madu. Ruas Jalan M.T. Haryono bagian ini merupakan jalan yang berada di wilayah administrasi Kelurahan Gunung Bahagia dan Kelurahan Damai Bahagia, Kecamatan Balikpapan Selatan, Balikpapan. Jalan ini merupakan jalan arteri sekunder dan dapat dicapai melalui Jalan Jenderal Soedirman, Jalan Ruhui Rahayu, kawasan Balikpapan Baru, dan Jalan M.T. Haryono Dalam. Secara umum, kawasan ini didominasi oleh sektor perdagangan dan jasa yang membuat kawasan ini memiliki tarikan dan bangkitan yang cukup tinggi. Beberapa permasalahan terkait sistem transportasi dan ketersediaan infrastruktur jalan yang terjadi turut mengangkat citra ruas jalan ini sebagai salah satu lokasi black spot (rawan kecelakaan) yang ada di Kota Balikpapan.

Berdasarkan pengamatan secara langsung, terdapat beberapa permasalahan terkait transportasi yang terjadi di sepanjang ruas Jalan M.T. Haryono yaitu kurang memadainya sarana penerangan jalan, kemacetan temporal akibat banyaknya kendaraan yang menuju pusat perbelanjaan Giant dan melakukan putar balik tepat di bawah tanjakan karena u-turn yang kurang memadai, kurangnya rambu serta penunjuk jalan, serta kurang tersedianya prasarana seperti zebra cross atau area penyeberangan bagi pejalan kaki. Sebagai jalan dengan spesifikasi kelas jalan arteri sekunder, permasalahan-permasalahan seperti ini tentunya harus menjadi perhatian yang serius untuk ditangani.

Terkait penanganan permasalahan ketersediaan sarana penerangan jalan, sudah barang tentu penyediaan dan perencanaan penempatan lampu jalan merupakan solusi yang dianggap pas. Hal ini dikarenakan selain menyebabkan seringnya terjadi kecelakaan terutama di malam hari karena minimnya pencahayaan serta jarak pandang, kurangnya sarana penerangan jalan juga turut mengancam keselamatan pengguna jalan dari segi kriminalitas, baik pengguna jalan yang menggunakan kendaraan ataupun pejalan kaki yang melintas. Oleh karena itu, penyediaan sarana penerangan lampu jalan dianggap sebagai hal yang wajib dilengkapi di ruas jalan ini karena merupakan salah satu persyaratan perlengkapan jalan bagi setiap jalan yang digunakan sebagai lalu lintas umum sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 pasal 26 dan termasuk dalam pelayanan publik yang berhak dimiliki oleh setiap masyarakat pengguna jalan. Jika penyediaan sarana penerangan berupa lampu jalan dianggap kurang cocok dengan keadaan jalan, sistem penerangan jalan yang mungkin dapat dijadikan sebagai alternatif yaitu dengan melakukan rekayasa jalan berupa pemasangan bola kristal di atas marka jalan, atau yang secara formal disebut Glass Road Stud. Sistem rekayasa jalan ini merupakan marka mekanik yang berfungsi untuk memantulkan cahaya yang disorot dari lampu kendaraan pengguna jalan, sehingga saat malam hari yang cukup gelap, pengguna jalan tetap dapat melihat garis marka untuk keselamatan saat mengemudi, mengingat banyaknya tikungan di ruas jalan ini juga turut menjadi salah satu penyebab kecelakaan karena ketiadaan lampu jalan menyebabkan berkurangnya jarak pandang pengguna jalan.

Di ruas jalan ini, kemacetan temporal yang terjadi diakibatkan oleh pengguna jalan yang ingin menuju Giant dari arah yang berlawanan melakukan putar balik bebas tepat di bawah tanjakan dikarenakan median jalan dan ­u-turn yang berada di depan Giant tidak memungkinkan pengguna jalan dari arah seberang Giant untuk melakukan putaran langsung menuju Giant dan adanya rambu lalu lintas untuk tidak boleh melakukan putar balik yang terpasang. Oleh karena adanya ‘aktivitas’ seperti ini, tundaan-tundaan arus lalu lintas pun kerap terjadi dan tergolong membahayakan mengingat tundaan yang terjadi berada dalam posisi miring/ menanjak. Untuk mengatasi kemacetan temporal, harus dilakukan rekayasa jalan berupa pembuatan median jalan serta pembenahan konsep u-turn ­yang ditempatkan tepat dibawah tanjakan dari arah seberang Giant, mengingat u-turn merupakan salah satu cara pemecahan dalam manajemen lalu lintas jalan arteri kota (Kassan, 2005).­ Adapun perencanaan dan karakteristik spesifikasi u-turn atau bukaan median dapat berpedoman kepada peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum Bidang Bina Marga yaitu Tata Cara Perencanaan Pemisah (No. 14/T/BNTK/1990) serta Spesifikasi Bukaan Pemisah Jalur (SKSNIS-04-1990-F). Secara umum, pembuatan median dan u-turn ini tetap akan menimbulkan efek tundaan, namun akan terlihat lebih aman dan etis mengingat biasanya kendaraan yang dipacu di jalan bertipe kelas arteri sekunder berada dalam kategori cepat dan dengan adanya median akan terbentuk suatu tanda perputaran yang jelas. Selain itu, dengan adanya pembuatan median diharapkan dapat menjadi pembatas arus yang jelas bagi kendaraan yang berlawanan arah sehingga bisa mengurangi aksi serobot jalur yang biasanya berdampak pada kecelakaan.

Untuk kelengkapan prasarana bagi pejalan kaki, kurang tersedianya jalur penyeberangan ataupun zebra cross tentunya akan mengancam keselamatan bagi pengguna yang akan melakukan perpindahan ataupun perubahan aktivitas ke antar sisi jalan. Langkah penanganannya adalah dengan membuat tempat penyeberangan bagi pejalan kaki mengingat tempat penyeberangan bagi pejalan kaki merupakan salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan serta merupakan hak prioritas yang dimiliki oleh pejalan kaki sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan lebih lanjut dibahas dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dengan lebarnya ruas jalan di lokasi studi dan dengan kondisi kekinian yaitu ketiadaan median jalan, disarankan untuk permulaan dan disesuaikan dengan standar minimal bagi jalan arteri sekunder yang ada yaitu pembuatan median dengan lebar sekitar 2,0-2,5 meter, yang penggunaannya cukup untuk penempatan rambu, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, serta cukup untuk pemberhentian sementara pejalan kaki. Lalu, alternatif selanjutnya yang bisa dilakukan yaitu pemberian ataupun pemasangan Alat Pengendali Isyarat Lalu Lintas (APILL), yaitu perangkat peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan. Saat ini, standar APILL yang paling banyak digunakan yaitu APILL dengan jenis Pedestrian Operated Signals atau APILL yang dioperasikan langsung oleh pejalan kaki. APILL jenis ini dilengkapi dengan tombol tekan yang dipasang di tiang utamanya untuk memberi tahu kehadiran pejalan kaki yang menunggu. Selain itu, terdapat tampilan isyarat pejalan kaki yang menghadap ke seberang dengan tampilan warna merah, kuning, dan hijau untuk untuk pengemudi/ pengendara, sedangkan ikon manusia berdiri berwarna merah dan manusia berjalan berwarna hijau untuk pejalan kaki. Terakhir, alternatif lainnya yang juga turut dapat digunakan yaitu penataan fisik untuk lebih menampakkan jalur penyeberangan berupa raised crosswalk dan curbs extention dengan membuat speed table serta perbedaan warna dan perbedaan material pada jalan. Cara ini telah banyak diimplementasikan di negara-negara bagian Eropa dan Amerika.

Citra Jalan M.T. Haryono sebagai lokasi rawan kecelakaan juga tidak terlepas dari adanya tanjakan-tanjakan tinggi, dimana pada lokasi studi terdapat dua buah tanjakan yang tak jarang kerap menyebabkan kecelakaan, baik tunggal, antar kendaraan, maupun beruntun. Untuk menyiasatinya, perlu dilakukan rekayasa jalan berupa pemasangan pita penggaduh atau rumble strip. Pita penggaduh merupakan bagian jalan yang sengaja dibuat tidak rata dengan menempatkan pita-pita setebal 10 mm sampai 40 mm melintang jalan pada pada jarak yang berdekatan, sehingga bila ada kendaraan yang melaluinya akan diingatkan oleh getaran dan suara yang ditimbulkan oleh lintasan dan tekanan ban yang akan lebih meningkatkan kewaspadaan pengguna jalan menjelang terjadinya suatu bahaya. Pita penggaduh sebaiknya dibuat dengan bahan thermoplastik atau bahan yang mempunyai pengaruh setara yang dapat mempengaruhi pengemudi sehingga secara sadar atau tidak sadar dapat mengurangi laju atau kecepatannya. Melihat kondisi tanjakan yang ada di ruas ini, pemasangan pita penggaduh atau rumble strip ini dapat menjadi solusi alternatif yang dibutuhkan.

Dari konsep-konsep penanganan yang telah dirumuskan, diharapkan ke depannya mampu memberikan solusi alternatif ataupun gambaran gagasan sebagai bentuk jawaban atas permasalahan terkait sarana dan prasarana transportasi di ruas Jalan M.T. Haryono. Karena sebenarnya sistem yang baik tidak dilihat hanya dari segi makro dan fundamentalnya, tapi bagaimana sistem dari segi mikro yang mampu menjadi motor untuk bekerja, menopang, merangkai, dan saling berintegrasi satu dengan yang lainnya untuk menciptakan suatu sistem makro yang efisien, baik, dan bermanfaat untuk semua aspek kehidupan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Direktorat Jenderal Bina Marga. 2012. Serial Rekayasa Keselamatan Jalan : Panduan Teknis 1 – Rekayasa Keselamatan Jalan. Kementerian Pekerjaan Umum : Jakarta

Tamin, Ofyar Z. 1997. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. ITB : Bandung

Jurnal

Anugerah, M. Fajar. (2012). “Manajemen Pemerintahan Daerah dalam Pelayanan Publik (Studi Pengelolaan Lampu Penerangan Jalan di Kota Pekanbaru Tahun 2012)”. 1-11.

Dharmawan, Weka Indra dan Oktarina, Devi. (2013). “Kajian Putar Balik (U-Turn) terhadap Kemacetan Ruas Jalan di Perkotaan (Studi Kasus Ruas Jalan Teuku Umar dan Jalan ZA. Pagar Alam Kota Bandar Lampung”. Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTeks 7). T-189-T-196.

Kasan, Muhammad, dkk. (2005). “Pengaruh U-Turn terhadap Karakteristik Arus Lalu Lintas di Ruas Jalan Kota Palu (Studi Kasus Jl. Moh. Yamin Palu)”. Jurnal SMARTek. 3 (3), 146-159.

Purba, Erick A. dan Harianto, Joni. “Pengaruh Gerak U-Turn pada Bukaan Median terhadap Karakteristik Arus Lalu Lintas di Ruas Jalan Kota (Studi Kasus : Jl. Sisingamangaraja Medan”. 1-11.

Suweda, I Wayan. (2009). “Pentingnya Pengembangan Zona Selamat Sekolah Demi Keselamatan Bersama di Jalan Raya (Suatu Tinjauan Pustaka)”. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 13 (1), 1-12.

Usman, Muh. Yusuf, dkk. (2014). “Kajian Audit Keselamatan Jalan Raya Kapongan Kabupaten Situbondo”. Jurnal Rekayasa Sipil. 8 (3), 221-228.

 

Kebijakan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun