Mohon tunggu...
Ridho Putranto
Ridho Putranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menakar Tingkat Stres di Kalangan Generasi Z

31 Juli 2024   08:00 Diperbarui: 31 Juli 2024   08:06 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Canva 

Penyebab lainnya dari munculnya stres di kelompok umur gen z adalah ketidakpastian ekonomi dan tantangan global juga menambah beban mental. Berbagai macam permasalahan kontemporer seperti krisis ekonomi bahkan perubahan iklim bertanggung jawab dalam menyebabkan stres bagi gen z. Gen Z merasa beban tanggung jawab untuk menghadapi tantangan ini, yang dapat menimbulkan stres dan kecemasan.

Baru-baru ini, Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan bahwa hampir 10 juta gen Z atau sekitar 9,9 juta anak muda yang tergolong usia produktif termasuk pada kategori pengangguran atau hopeless of job. Tentu hal ini cukup riskan mengingat saat ini generasi Z yang merupakan penduduk dengan usia produktif (sekitar 15-24 tahun) kurang maksimal dalam mendapatkan kesempatan untuk mengakses dunia pekerjaan. 

Kita bisa melihat bahwa fenomena hopeless of job ini dapat meningkatkan angka pengangguran yang semakin tinggi. Di sisi yang lain, angka pengangguran yang semakin tinggi menimbulkan "efek domino" di tengah kehidupan sosial bermasyarakat. Salah satu efek domino tersebut ialah berdampak langsung kesejahteraan mental dari kalangan generasi Z itu sendiri. Kesehatan mental yang terganggu merupakan sebuah ancaman bagi generasi Z yang secara usia telah masuk pada usia produktif namun belum termasuk ke dalam angkatan kerja.

Sampai sini, terdapat banyak variabel penyebab dari stres yang terjadi pada generasi z. Tingginya tingkat stres memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan fisik maupun mental mereka. Gejala stres seperti insomnia, sakit kepala, gangguan pencernaan, dan kelelahan (burnout) menjadi semakin umum. Selain itu, stres juga dapat memicu masalah mental seperti kecemasan, depresi bahkan yang terparah berujung pada tindakan bunuh diri.

Hal ini dapat dicegah dengan menanamkan kesadaran untuk merawat kesehatan mental pada gen Z. Kesehatan mental merupakan aset berharga yang dimiliki oleh setiap manusia. 

Oleh sebabnya, menjaga kesehatan mental sama halnya dengan menjaga kesehatan fisik. Beribadah dengan teratur, memanajemen waktu dengan baik, membangun hubungan sosial dengan orang lain, batasi penggunaan media sosial, istirahat yang cukup, makan makanan bergizi dan olahraga teratur merupakan beberapa cara yang bisa dilakukan bagi setiap individu dalam mencegah terjadinya stres. 

Selain itu, penting juga untuk berkonsultasi dengan konselor maupun terapis. Terkait dengan hal ini juga cukup menjadi perhatian mengingat sulitnya mengakses layanan konselor dan terapis terkhususnya bagi para generasi Z. Ketersediaan layanan psikologi yang terbatas dan cukup eksklusif membuat orang-orang semakin jauh untuk mendapatkan akses layanan psikologi. Ini juga menjadi tugas bagi stakeholder terkait dalam meningkatkan layanan psikologi yang terjangkau oleh semua orang. 

Pemerintah sebagai pemangku kebijakan terkait harus mampu untuk merumuskan strategi agar bagaimana meningkatkan kesejahteraan mental bagi seluruh masyarakat terkhususnya generasi Z. Peningkatan kesejahteraan mental merupakan salah satu indikator dalam terwujudnya program Sustainable Development Goals (SDG's) yang dicanangkan oleh PBB di tahun 2015 yang lalu. 

Maka dari itu, yang utama dalam hal ini adalah bagaimana menciptakan suatu program yang layak dan dapat mendukung bertumbuh serta berkembangnya kesejahteraan mental yang positif bagi semua orang yang dalam hal ini adalah kalangan generasi Z. 

Adapun strategi pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan mental bagi generasi Z bisa dilakukan di berbagai sektor, seperti di bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan maupun ketenagakerjaan yang menjadi titik vital faktor pemicu stres bagi para generasi Z.

Sementara itu, generasi Z yang saat ini memainkan peranan penting dalam pembangunan bangsa juga tidak sepantasnya merasa diri inferior dalam menghadapi realitas kehidupan.  Terkadang, generasi z diidentikan sebagai "strawberry generation" yaitu generasi yang terlihat menarik namun mudah rapuh dan hancur layaknya buah stroberi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun