Mohon tunggu...
Ridho Putranto
Ridho Putranto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapitalisasi Tubuh Perempuan

16 Februari 2023   11:55 Diperbarui: 16 Februari 2023   12:07 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: 

Sabri Hidayatullah (Ketua Bidang Pembinaan Anggota HMI Cabang Kupang Periode 2022-2023) 

Dunia tidaklah persis sama bagi perempuan dan laki-laki. Esensi dan watak mereka tidak dimaksudkan untuk hal yang sama. Perempuan melihat dunia dari sisi keindahan dirinya walaupun terkadang bisa menjebloskan perempuan kedalam kesukaran untuk menentukan eksistensi dirinya di era yang serba serbi kosmetik untuk mempercantik dirinya seperti apa yang telah ditonton, dilihat dan dibayangkan. Harus dimengerti sepenuhnya bahwa tindakan, hak alamiah, dan hak asasi manusia bak perempuan maupun laki-laki memunculkan ketidaksamaan dalam hak-hak tertentu.

Cantik adalah Agamanya Perempuan
Menjadi cantik dimasa sekarang menjadi kebutuhan primer kaum perempuan dalam memandang dunia berdasarkan fitrah dirinya. Perempuan membuat suatu perbedaan antara yang "asli" dan "palsu". Whorf dalam Antropologi Linguistik, mencoba menjelaskan sebuah pandangan dunia. 

Oleh karena cantik merupakan suatu nilai yang sah untuk dimiliki setiap perempuan menghasilkan budaya konsumerisme modern akan produk kosmetik berdasarkan apa yang mereka lihat dan apa yang mereka tonton sebagai sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi.

Produk kosmetik yang dikonsumsi menjadi cantik adalah agama bagi perempuan. Bahasa tubuh perempuan mengharuskan dirinya akan terlihat seperti pemeran dalam iklan jika mengkonsumsi produk yang diiklankan.

Pengalaman perempuan sebagai bagian kelompok yang mendominasi kancah kosmetika, mendapat promosi sosial lewat media sosial.

Kekuasaan Kosmetik
Produk kosmetik yang dibawa oleh kapital sebagai suatu strategi kekuasaan kini menancap dalam diri perempuan. Beberapa kalangan perempuan mengidealkan dirinya seperti aktor dalam iklan. Tak jarang perempuan lebih mementingkan tampilan fisik dirinya dibandingkan tampilan dalam dirinya seperti pengetahuan dan moral. 

Bukan berarti semua perempuan itu imoral, melainkan kepekaan terhadap sekitar menjadi menipis akibat daya konsumerisme perempuan pada produk kecantikan menjadikan perempuan lupa akan RA Kartini, Fatimah Al-Fihri maupun tokoh-tokoh perempuan hebat lainnya. Dapat dikatakan bahwa beberapa kalangan perempuan sebagai pelaku sosial yang sekaligus rasional dan rasionalitasnya terbatas, menjadi marka Kebebasan yang menjadi dasar kekuasaan mereka terhadap produk kecantikan.

Tindakan mengkonsumsi produk kecantikan dibeberapa kalangan perempuan hanya ingin mendapatkan reaksi orang lain baik lawan jenisnya maupun sesama jenis. Menurut Marx Weber, tindakan manusia diarahkan pada makna dalam arti tindakan terkait dengan reaksi orang lain atau perilaku orang lain. Tidak dapat dipungkiri, Kekuasaan Kosmetik mengarahkan perempuan pada apa yang dimaksudkan oleh Weber, baik tindakan yang bersifat pasif maupun masif.

Kekerasan Simbolik Perempuan
Simbol dalam suatu produk kecantikan mencerminkan bentuk kekerasan secara simbolis kepada perempuan. Aktor dalam iklan misalnya, dituntut untuk memamerkan keutuhan tubuhnya baik bersifat sensual maupun tidak agar produk kecantikan tersebut dapat menguasai pasar yang diisi oleh perempuan dan sekurangnya lelaki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun