Momen setiap tanggal 20 Mei adalah salah satu momen peringatan bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada setiap tanggal ini, Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang pada tahun ini tepat 110 tahun sebagai peringatan kebangkitan bangsa yang ditandai dengan kelahiran organisasi Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908. Boedi Oetomo adalah organisasi pergerakan bangsa sebelum masa kemerdekaan yang saat itu didirikan oleh dokter Soetomo bersama para pelajar di School Tot Opleiding Van Inlands Artsen (STOVIA).
Dari berbagai literatur, sejarah peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini sendiri sebenarnya baru dimulai pada tahun 1948 oleh Presiden Soekarno. Saat itu, Republik Indonesia tengah menghadapi berbagai guncangan politik dari luar dan dalam negeri, yakni mulai dari wilayah yang terus mengecil sebagai imbas Perjanjian Renville (17 Januari 1948) dan pergantian kabinet pemerintahan akibat perseteruan tokoh-tokoh bangsa yang melibatkan juga sejumlah partai politik.Â
Untuk merekatkan persatuan bangsa masa itu, salah satu usaha Presiden Soekarno adalah berinisiatif menetapkan lahirnya Boedi Oetomo pada tanggal 20 Mei 1908 sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Melihat konteks kekinian, peringatan Hari Kebangkitan Nasional 2018 adalah momentum tepat bagi bangsa Indonesia untuk merefleksikan kembali komitmen persatuan dan kesatuan bangsa. Beberapa waktu terakhir ini, bangsa ini didera oleh berbagai peristiwa yang mengganggu keamanan bangsa.Â
Dimulai dari insiden di Markas Komando Brimob di Depok (8-9 Mei 2018), aksi teror bom bunuh diri di sejumlah gereja dan Markas Kepolisian Resor Kota Besar di Surabaya (13-14 Mei 2018), dan penyerangan terhadap Markas Kepolisian Daerah Riau (16 Mei 2018). Rangkaian peristiwa ini cukup meninggalkan kesedihan dan keprihatinan mendalam dengan banyaknya korban tewas dan luka-luka dari warga sipil dan aparat penegak hukum.
Dalam menyikapi peristiwa-peristiwa belakangan yang terjadi, penting bagi bangsa ini untuk tetap bersatu dalam menghadapinya. Setiap persoalan tentu perlu diuraikan untuk mencari solusinya, baik dari sisi preventif (pencegahan) dan represif (tindakan keras dan tegas setelah kejadian). Untuk itu, pendekatan secara persuasif (ajakan dan bimbingan) dan koersif (ancaman atau kekerasan fisik) bisa dilakukan.
 Tindakan Preventif
Tindakan preventif dalam mencegah adanya aksi yang mengganggu keamanan dalam konteks persatuan dan kesatuan bangsa perlu terus dilakukan. Untuk melakukan tindakan preventif ini, pemerintah tidak bisa sendiri. Seluruh elemen bangsa mesti bersatu. Persatuan dan kesatuan itu adalah sebuah bulatan yang utuh. Jalinan mata rantai yang tidak terputus. Ikatan sapu lidi yang menyatukan lidi-lidi.Â
Pemerintah termasuk aparat penegak hukum, politisi pendukung pemerintah dan oposisi, tokoh-tokoh agama, pemuka-pemuka adat, pendidik, cendekiawan, dan elemen bangsa lainnya mesti terlibat.
Secara nasional, Pemerintah perlu rutin melakukan acara silaturahmi nasional. Momen Ramadhan dan Idul Fitri bisa diisi dengan adanya kegiatan Buka Puasa Bersama antar elit bangsa ini. Sesuatu yang dibuat tulus dan bukan sekedar "make up". Kesadaran bahwa persatuan dan kesatuan bangsa adalah lebih tinggi dari kepentingan politik dalam mempertahankan atau merebut kekuasaan.Â
Intinya adalah komunikasi bersama mesti terus dibuka. Penanganan aksi terorisme, contohnya, tidak hanya melibatkan partai-partai pendukung pemerintah, namun sebaiknya juga "merangkul" partai-partai diluar koalisi pemerintah. Bagaimanapun juga, setiap partai memiliki massa pendukung tersendiri. Keteladanan itu mesti ditunjukkan dari atas (para petinggi bangsa) untuk dilihat dan dicontoh juga di bawah (masyarakat).