Sadar atau tidak, kita selalu melihat orang lain dan lingkungan sekitar denganpersepsi kita. Dan mengapa kita tertarik dengan orang lain, karena kita juga menggunakan persepsi dan feeling hati kita, karena ada kecocokan dan kesesuaian.
Pernahkah anda bercermin, Â kemudian pantulan dicermin itu berbeda? Tentu tidak bukan, namun apakah cermin itu seperti anda? Tentunya juga tidak. Itu sama halnya ketika anda berteman atau bersahabat. Secocok apapun anda dengan teman atau orang yang anda cintai itu, maka tetap saja dia bukan diri anda. Anda hanya ingin numpang berkaca saja didalam diri orang itu, dan juga sebaliknya. Orang terebut juga ingin berkaca pada diri anda yang dia anggap sama, sekalipun anda bukan dirinya.
Maka sekalipun anda memiliki banyak kesamaan, tetap saja anda akan bisa berbeda dalam hal nasib. Karena ada temannya pahlawan, tapi dia bukan pahlawan. Bung Karno dan Bu Fatmawati yang keduanya saling mencinta, tapi Bu fatmawati bukanlah presiden. Dan banyak contoh yang menunjukkan cinta ini seperti cermin.
Cinta=Benci
Beberapa kali saya merenung dan menyampaikan, bahwasanya mencinta itu sama dengan membenci, walaupun benci itu digunakan sebagai antonym dari cinta, tapi toh mereka tetap saja berpasangan yang saling melengkapi. Karena ketika orang yang mencinta, pasti dia memiliki rasa benci pada objek yang dicinta, jika objek yng dicinta hilang dan meninggalkannya.
Jika anda senang hitung-hitungan matematika, -5x-5=? +25 bukan? Ya begitu juga ketika anda sangat-sangat cinta pada seseorang, maka ketika ada sedikit cacat/kekurangan dari sang tercinta terssebut, maka yang terjadi adalah hilang cintanya timbul rasa benci.
Seperti itu pula ketika anda saksikan, dua orang yang saling bermusuhan sengit satu dengan yang lain. Apa yang terjadi ketika salah satunya berbuat baik dengan salah satunya? Atau salah satu diantara berua, melihat kebaikan dari musuhnya itu? Sangat mungkin mereka saling jatuh cinta.
Maka sarannya adalah benci dan cinta harus balance alias seimbang, sederhana, dan proporsional, jika tidak, akan salng menghabiskan dan memunculkan.
Saya Nge- Fans Dengan Ridho Hudayana
Jika ditanya, saya nge fans dengan siapa? Ya saya akan menjawab secara urut, saya ngefans dengan Allah swt, Rasulullah saw, para Syahid dan Syahidah, orang tua, dan kakak-kakak saya, juga orang-orang yang ber-ilmu dan memiliki teladan yang istimewa. Namun sebenar-benarnya saya itu nge fans dengan diri saya sendiri. Â Dan anda pun akan berkomentar, Hmm.. narsis banget..
Sejujurnya dari perasaan saya yang logis, tidak ada alasan saya untuk ngefans dengan orang lain, kecuali saya merasa memiliki kesamaan baik real self(kenyataan dari diri) Â maupun ideal self(suatu sosok diri yang diinginkan namun belum terjadi atau bahkan tidak akan terjadi) terhadap orang yang saya nge-fans padanya.