Kita sering berdebat soal pilihan hidup. Sayangnya, sebagian perdebatannya bukan untuk saling menghargai pilihan hidup orang lain, tetapi ingin menunjukkan kalau pilihan hidup yang kita jalani jauh lebih baik. Kita pun membangun argumen disertai bukti-bukti yang memvalidasinya, yang semakin membuat kita percaya diri dengan pilihan kita.
Tetapi, penulis berpikir, kenapa pilihan hidup kita harus kita debatkan? Menurut penulis itu konyol karena setiap orang punya pilihan hidup yang berbeda. Pilihan hidup yang kita pilih dipengaruhi oleh pola pikir tentang bagaimana kita ingin menjalani hidup.
Kita bisa ambil contoh soal preferensi profesi: ada yang memilih sebagai PNS, ada yang ingin menjadi pengusaha, ada yang bertujuan mengabdi di kampus sebagai dosen, dan lain sebagainya. Kita pun punya banyak pertimbangan dan alasan memilih profesi tersebut, mulai dari mengejar cita-cita, keterpaksaan, terlanjur 'nyemplung', atau ingin lebih mapan secara finansial.
Apakah pilihan yang kita pilih tepat? Sebenarnya, kita pun tidak tahu pilihan kita tepat atau tidak. Kalau kita sudah tahu takdir kita, penulis yakin semua penduduk Bumi memilih hal yang tepat. Nyatanya tidak seperti itu. Yang jelas, kita memilih berdasarkan pertimbangan dan keyakinan kita serta kesiapan menghadapi konsekuensinya.Â
Kalau dari perspektif orang lain, mungkin apa yang kita pilih terasa 'aneh'. Kita pun juga bisa berpandangan sama dengan mereka yang mengkritik kita aneh. Aneh karena pilihan yang kita buat tidak sesuai dengan kacamata orang lain. Aneh karena pilihan hidup kita belum mampu menjamin kesuksesan.
Sudut pandang tersebut wajar karena setiap orang punya banyak faktor pembeda: lingkungan tempat dia berada, kondisi ekonomi dan sosial, dan pengalaman hidupnya. Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi pilihan hidup kita.
Namun, berbeda pilihan bukan berarti kita bisa menjelekkan -- atau bahkan merendahkan pilihan hidup orang lain. Kembali lagi ke faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan hidup kita: cara pandang, pola pikir, dan tujuan hidup kita.
Menurut penulis, perbedaan-perbedaan tersebut tak lantas membuat kita punya kuasa untuk menjelek-jelekkan orang lain, bahkan merasa bahwa diri kita lebih baik dari orang lain. Bagaimana caranya mengklaim bahwa Christiano Ronaldo lebih baik dari LeBron James padahal olahraga yang mereka tekuni berbeda dengan tingkat kesulitan yang berbeda pula? Kita hanya bisa melihat kesamaannya: Christiano Ronaldo dan LeBron James sama-sama berdampak buat klubnya.
Kalau kita pikirkan kembali, Tuhan menciptakan kita buat menyebarkan manfaat ke orang lain, bukan? Dan ada banyak cara buat bermanfaat buat orang lain. mengajarkan ilmu kepada mahasiswa/I, menawarkan asuransi, rumah, produk kelas yang orang lain butuhkan, melakukan kampanye sosial, dan masih banyak lagi. Kembali lagi kepada pilihan hidup kita.
Jika pilihan hidup kita tepat dan kita berhasil di suatu tempat, itu bagus buat kita. Dan jika teman kita berhasil dengan pilihannya, itu juga bagus buat teman kita. Toh, kita hidup di ruang dan waktu yang berbeda. Profesi yang kita jalani juga punya parameter keberhasilan yang berbeda. Kalaupun kita dipertemukan, kita bisa saling mendoakan dan mendukung dibandingkan merendahkan pilihan hidup orang lain yang tidak sesuai dengan kita. Bahkan, kita bisa berkolaborasi agar kita bisa meluaskan dampak. Kenapa juga kita harus merendahkan pilihan hidup orang lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H