Mohon tunggu...
Rizky Ridho Pratomo
Rizky Ridho Pratomo Mohon Tunggu... Relawan - Menulis untuk mengeskpresikan apa yang tidak bisa diungkap dengan kata-kata

Seorang overthinking yang membangkitkan kembali hasrat menulis untuk diri sendiri dan orang lain, bukan karena pekerjaan maupun tuntutan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengatasi Rasa Cemas dengan Filsafat Stoikisme

1 Agustus 2023   16:00 Diperbarui: 1 Agustus 2023   16:11 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Filsafat mungkin masih menjadi kata yang tidak terlalu disambut dengan baik. Gambaran filsafat yang abstrak dan mengawang merupakan alasan yang kuat mengapa belum banyak yang mempelajari filsafat. Padahal, filsafat memiliki beragam manfaat praktis bagi kehidupan kita. Salah satunya adalah mengurangi rasa cemas. 

Perasaan cemas menghampiri semua orang, terlebih di era sekarang di mana segalanya semakin tidak pasti, terutama soal pekerjaan. Misalnya, teknologi kecerdasan buatan membuat banyak orang cemas terhadap pekerjaannya kelak. Goldman Sachs pada bulan Maret 2023 lalu mengatakan bahwa kecerdasan buatan akan menggantikan 300 juta pekerjaan. Tahun 2022 lalu, PwC juga menemukan bahwa satu pertiga dari karyawan khawatir apabila peran mereka digantikan oleh AI tiga tahun ke depan. Bagi penulis, wajar apabila semua perkembangan saat ini membuat kita cemas. 

Sebagian dari rasa cemas kita datang karena adanya rasa ketidakpastiaan. Riset menemukan bahwa kadar stress kita akan meningkat apabila ada 50% kesempatan kita mendapatkan kejutan. Oleh karena itu, kita sering menggunakan referensi kejadian masa lalu atau pengalaman kita untuk mengurangi kecemasan dan meningkatkan kepastian. Padahal, kehidupan tidak terprediksi. 

Di sini filsafat bisa berperan, spesifiknya filsafat Stoikisme. Penulis yakin bahwa kita pernah mendengar filsafat ini, entah melalui YouTube maupun buku-buku populer yang membahas soal ini. Ada juga yang telah mempelajarinya. Ada salah satu ajaran filsafat Stoikisme yang berguna bagi kita, yaitu trikotomi kendali.  

Trikotomi kendali memudahkan kita untuk melakukan identifikasi terhadap apa yang bisa kita kendalikan. Seperti namanya, trikotonomi kendali ini terbagi menjadi tiga: bisa mengendalikan sepenuhnya, bisa mengendalikan sebagian, dan tidak punya kendali penuh. Kita bisa mengendalikan sepenuhnya persepsi dan respon diri kita terhadap perubahan dan persiapan sebelum melakukan kegiatan. Yang termasuk kategori bisa mengendalikan sebagian adalah kesehatan. Alasannya adalah bahwa meskipun kita rajin berolahraga, kadang orang sehat pun bisa terkena penyakit. Sedangkan, yang termasuk dalam kategori tidak memiliki kendali adalah hasil akhir, persepsi dan respon orang lain, serta kejadian yang berada di luar kendali kita. 

Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa kita hanya bisa mengendalikan sepenuhnya diri kita beserta respon, usaha, dan persepsi kita. Hanya itu. Tidak lebih dan tidak kurang. Hasil akhir bukanlah di bawah kendali kita karena melibatkan orang lain dan variabel lain di dalamnya. Kita tidak bisa mengendalikan respon orang lain ataupun kejadian di masa depan. Itu di luar kuasa atau wewenang kita. 

Karena hasil berada di luar kendali, kita bisa mengalihkan energi kita ke dalam hal-hal yang berada di kuasa kita. Dengan begitu, kita tetap punya sense of control. Hal ini karena salah satu alasan mengapa kita cemas adalah kita tidak punya kendali terhadap hal-hal di luar diri kita. 

Penulis ingin memberikan contoh. Pada waktu itu, penulis mendapatkan tugas kantor untuk menangani project shooting sebuah video. Penulis tidak memiliki pengalaman apapun dan sangat takut jika ada banyak kendala yang tidak dapat tertangani saat di lapangan. Itu membuat penulis cemas, bahkan tidak ingin melakukan apa-apa. Penulis sadar bahwa penulis hanya bisa mempersiapkan apa yang bisa dipersiapkan. Sisanya, biarkan kejadian mengalir begitu saja. Pada akhirnya, syuting berjalan lancar. Walau masih terdapat beberapa kekurangan, hal itu masih dalam tingkat bisa ditangani.

Singkatnya, kita perlu belajar menerima bahwa tidak semua hal bisa kita kendalikan. Meskipun kita telah memikirkan berbagai skenario untuk lebih menyiapkan diri kita, itu justru akan menghabiskan energi kita. Kita jadi tidak melakukan apa-apa karena energi kita terpakai untuk membayangkan hal-hal di luar kendali kita.  

Jadi, kita harus belajar menerima bahwa banyak hal yang tidak pasti di dunia ini. Filsafat Stoikisme membantu menyadari bahwa tidak berguna memikirkan hal-hal masa depan yang sifatnya tidak pasti, yang hanya bisa menambah rasa cemas. Itulah kenapa Islam juga mengajarkan pasrah dan berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa, karena masa yang akan datang bukanlah dalam kendali kita. Alangkah lebih baik jika kita memfokuskan energi kecemasan kita untuk meningkatkan kapasitas dan kompetensi diri serta berusaha semaksimal mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun