Mohon tunggu...
Ridho Ary Azhari
Ridho Ary Azhari Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa

Tak ada yang berubah ketika cuma berdiam diri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rokok dan Pembangunan

3 Mei 2019   16:09 Diperbarui: 3 Mei 2019   16:20 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan fakta-fakta tadi bisa kita ambil kesimpulan bahwa tidak sepenuhnya nikotin berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Hal yang menarik bagi dunia farmasi untuk mengambil kesempatan dalam kesempitan bahwa keadaan yang ada sekarang nikotin di "cap buruk" bagi masyarakat tentang dampak yang ditimbulkan. Tetapi nikotin hanya bisa diperoleh dari dari tanaman tembakau, tomat, kentang, dan sayur-sayur lainnya. Karena itulah perusahaan farmasi sangat tertarik menjadikan nikotin sebagai sumber pendapatan yang memang perilaku konsumsi rokok sangat besar di dunia.

Ibarat seseorang melihat buah yang sudah matang dan tinggal dipetik menggunakan kayu yang panjang, itulah keadaan perusahaan farmasi tersebut. Keadaan yang sudah sangat menguntungkan untuk merebut pundi-pundi uang hasil dari penjualan tembakau dan rokok yang mengandung nikotin tersebut sudah di depan mata. Data-data yang beredar di masyarakat tentang kematian akibat rokok itu sangat bersifat positivistik, sangat tidak menciptakan sebuah bentuk penyelesaian dari permasalahan penyakit jantung.

Tidak dapat menyimpulkan bahwa rokoklah penyebab utama tingginya angka kematian di masyarakat dan terlalu bersifat politik-ekonomi, sangat banyak faktor-faktor lain yang juga menybabkan penyakit jantung, salah satunya dari konsumsi makanan yang terlalu banyak mengandung kolesterol. Hal itu terbukti dengan giatnya perusahaan farmasi memproduksi nikotin dalam bentuk selain rokok, yang mana produk tersebut menjadi sebuah anti-tesis dari rokok tersebut. Jelaslah terlihat kemana arahnya perusahaan-perusahaan farmasi tersebut.

Pada tahun 1990-an  perusahaan farmasi mulai membangun kemitraan dengan lembaga-lembaga kesehatan publik. Pada 1991, Robert Wood Johnson Foundation (RWJF), pemegang saham tunggal terbesar Johnson & Johnson, memulai program hibah anti-tembakau, mendanai program anti-tembakau dan riset kecanduan nikotin. Pada tahun 1995 seorang wakil RWJF duduk di komite Antarlembaga AS untuk Rokok dan Kesehatan, membantu mengoordinasikan program pengendalian tembakau nasional, dan seiring berjalannya waktu semakin banyak pula lembaga yang mendanai dan mendukung program anti tembakau serta menciptakan produk penanggulangan pecandu tembakau.

Ditambah dengan makin kuatnya perusahaan-perusahaan farmasi dan lembaga-lembaga pendukung program anti-tembakau keetika bekerja sama dengan World Health Organization (WHO), menjadi kekuatan yang sangat besar untuk menumbangkan kekuatan industri tembakau diseluruh dunia. Namun bukan itu yang hendak saya soroti, beberapa fakta tadi cukup untuk membukakan mata kita yang selama ini terlelap oleh propaganda melalui media tentang mengapa rokok telah menjadi momok yang menakutkan bagi kesehatan maupun lingkungan. Tapi yang perlu kita lihat adalah dampak bagi pembangunan bangsa dan negara. Memang saya tidak menampik banyak dampak negatif dari perokok yang sedikit banyaknya merenggut kenyaman bernafas orang-orang yang tidak merokok.

Terbukti dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 30/PMK.07/2018 tentang Rincian Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau menurut Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2018 mencatat bahwa tiap Provinsi minimal 5,7 triliun Rupiah. Tidak lupa kita harus sadar juga bahwa dana BPJS Kesehatan yang mengalami defisit, juga dibantu oleh pendapatan cukai tembakau dan pajak rokok sebesar 5 triliun Rupiah. Yang artinya setiap pembangunan di daerah kita, gajih pegawai serta belanja daerah, sebagian aliran dananya adalah hasil pendapatan cukai rokok yang selama ini kita hujat mati-matian karena terhasut oleh survey penenlitian bahaya merokok, iklan TV dan media sosial tentang bahaya rokok tanpa melihat sisi sebaliknya dari dampa positif rokok atau tembakau.

Dengan sebagai perokok aktif saya bukan berbangga diri dan menjustifikasi bahwa saya melakukan hal yang paling benar dan mengatakan saya adalah seorang pahlawan tanpa tanda jasa seperti guru, karena telah turut menyumbang untuk pembangunan dan menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan. Bukan bermaskud untuk melakukan pembelaan terhadap perokok dan mencoba untuk melegitimasi perilaku merokok adalah sebuah kebaikan. Perlu bagi kita melihat dari berbagai sudut pandang agar lebih objektif dalam menilai sesuatu, dan tidak mendeskreditkan para perokok.

Tetapi perlu saya terangkan kita tidak bisa menutup mata jika selama ini kita menikmati fasilitas publik yang salah satu sumber dananya dari cukai tembakau dan pajak rokok. Maka dari itu sebagai warga negara yang baik haruslah kita mematuhi regulasi yang telah mengatur perokok agar tidak menggangu kenyamanan masyarakat yang tidak merokok, agar bisa saling tenang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun