Mohon tunggu...
Ridho Nugroho
Ridho Nugroho Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora Jurusan Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Televisi kita saat ini

16 September 2013   19:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:48 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13793374702072412397

“Pencipta televisi pasti sedangan menangis saat ini” yah itulah kalimat yang pantas di sematkan bagi televisi Indonesia saat ini. Terlepasnya bangsa ini dari cengkraman Orde baru seolah menjadi Renaisance bagi media, khususnya televisi. Kebebasan berekspresi dan berpendapat pada masa reformasi ini memang menjadi sebuah kemajuan tersendiri bagi bangsa kita. Namun apakah pendapat tersebut relevan dengan keadaan tayangan televisi kita saat ini ? Nampaknya masih jauh panggang dari api.

Televisi merupakan media yang paling istimewa dibanding media yang lain. Menurut Skornis dalam bukunya “Television and Society: An Incuest and Agenda” (1965) keistimewaan itu karena televisi memiliki apa yang tidak dimiliki jenis media lain. Televisi merupakan gabungan dari media audio dan visual yang selain bersifat politis juga bersifat hiburan dan pendidikan, atau gabungan dari tiga unsur tersebut. Selain itu, televisi juga termasuk media yang paling masif dalam menyebarkan informasi. Dapat menjangkau wilayah yang luas dengan transmisi informasi yang sangat cepat.

Namun dengan berbagai kelebihan itu, rasanya apa yang ditayangkan televisi nasional kita saat ini masih sangatlah jauh dari sifat mendidik. Malah sebaliknya, tayangan televisi kita saat ini justru lebih banyak menampilkan program-program yang bersifat “anti sosial” seperti perkelahian, gangguan terhadap orang lain hingga sadisme. Maraknya tayangan yang “katanya” bersifat menghibur pun nyatanya tidak seluruhnya diamini masyarakat sebagai tayangan yang menghibur, seperti acara infotaiment dan lawak. Dimana saat ini menjamurnya kedua jenis acara tersebut dilayarkaca kita. Acara infotaiment lebih banyak mengangkat kasus-kasus yang tidak begitu penting dan terkesan dibesar-besarkan. Justru menimbulkan masalah baru akibat banyaknya pihak yang ikut dilibatkan, seolah-olah malah mengadu domba berbagai pihak. Lalu program lawak yang kian lama kian jauh dari etika dan moral. Sebut saja salah satu pelawak yang berinisial OS, sudah terhitung beberapa kali ia ditegur oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena konten lawaknya yang menyinggung. Ditambah lagi orang-orang dan setting lawak yang “itu-itu aja”, seperti dorong-dorongan, pukul-pukulan sterofom, dan lempar-lemparan tepung. Acara lawaknya saja bersifat “bullying”, pantas saja. Tidak heran kekerasan dan penindasan menjadi hal yang lumrah di negara kita.

Menurut teori penanaman (Cultivation theory), beranggapan bahwa sesuatu yang di pertontonkan kepada penonton secara terus menerus akan terimplementasi dalam sikap dan perilaku mereka. Dan menurut kalangan psikolog, anak-anak yang berada dalam rentang usia antara 7 - 9 tahun masih belum mampu membedakan antara mana dunia khayal dan mana yang dunia nyata. Contohnya adalah yang mungkin masih membekas di ingatan kita maraknya kekerasan yang dilakukan anak-anak setelah menonton tayangan SmackDown. Tentu ini menjadi ironi, mengingat banyaknya penonton anak-anak dinegara kita.

Masyarakat yang dalam kasus ini sebagai “objek” memang tidak dapat memilih. Dalam artian, bukan masyarakat yang seharusnya “mendekte” tayangan di televisi, namum seharusnya pihak televisilah yang melakukannya. Oleh karena itu, televisi disini haruslah memiliki sifat Constraint atau memaksa. Memaksa disini maksudnya adalah memaksa berupa mau tidak mau atau suka tidak suka inilah yang harus ditonton. Disinilah perlunya penetapan “porsi” tayangan bagi masyarakat. Seperti adanya pembatasan penayangan tindak kekerasan. Dan disini peran pemerintah sangatlah besar dalam mengatur pihak televisi tersebut. Diharapkan dengan adanya intervensi pemerintah dalam menetapkan porsi tayangan yang mengedepankan pendidikan dan moral mampu membawa bangsa ini lebih baik lagi. Tentunya mampu bersaing dengan bangsa lain tidak hanya dalam bidang teknologi media tetapi juga konten-kontenya yang medidik dan mencerdaskan bangsa.

Sumber gambar: hasil olahan pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun